mining, diibaratkan gula, maka akan banyak semut yg terus berkerubung disekitarnya, mulai dari rakyak kecil atau penduduk sekitar tambang yg terkadang cuma jadi penonton, hingga ke preman, tukang tadah, mafia, lurah, bupati, gubernur, oknum aparat, politikus, hingga ke oknum pejabat pusat, berlomba2 berebutan gula disana.
pernah coba perjalanan darat dari bandara Banjarmasin ke lokasi2 pertambangan di kalimantan selatan? akan terlihat bagaimana pertambangan yg menghasilkan export bernilai jutaan us dolar tapi tidak menyentuh perbaikan ekonomi masyarakat sekitar, jalan2 darat hancur berantakan tanpa ada tanda2 perbaikan sejak 5-10 tahun lalu hingga detik ini. ----------------------------------------------- MinergyNews.Com, Jakarta--Komisi VII DPR RI menargetkan akhir tahun ini RUU Minerba dapat disahkan menjadi Undang-Undang Mineral dan Batubara setelah dua tahun dibahas. Menurut anggota Komisi VII DPR RI Sonny Keraf, saat ini yang masih mengganjal adalah masalah pasal peralihan. "Mudah-mudahan Desember nanti rampung dan bisa segera disahkan," katanya dalam diskusi saat peluncuran buku "Tambang dan Penghancuran Lingkungan" yang diterbitkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) di toko buku QB Kemang, Jakarta, Senin (12/11). Dalam UU Minerba tersebut, jelas Sonny, ada beberapa ketentuan yang jauh berbeda dengan UU pertambangan sebelumnya. Ketentuan tersebut, antara lain soal penetapan wilayah pertambangan yang terbagi menjadi tiga, yaitu wilayah usaha pertambangan untuk ijin usaha pertambangan, wilayah pertambangan rakyat untuk ijin pertambangan rakyat dan wilayah pencadangan negara untuk ijin khusus pertambangan. Untuk mengurangi penambangan ilegal, para penambang tanpa ijin (PETI) diharuskan untuk memiliki ijin pertambangan rakyat yang hanya boleh beroperasi di wilayah pertambangan rakyat. Dalam penetapan tersebut, lanjutnya, ada beberapa lokasi yang tak dapat dijadikan wilayah pertambangan, seperti tempat ibadah, cagar budaya, tanah masyarakat adat, tanah pertahanan udara dan sebagainya. "Penetapan tanah masyarakat adat harus dileglisasi oleh pemda setempat, untuk menghindari masalah di kemudian hari," kata Sonny. Masalah ganti rugi tanah, dalam UU itu nantinya diatur, harus dibereskan sebelum ijin operasi produksi. Sehingga konflik sosial bisa diminimalisir. Selain itu, rencana pasca tambang juga harus diajukan ketika mengajukan ijin produksi. Rencana pasca tambang juga mesti mengacu pada tata ruang wilayah tersebut. "Sehingga ketika tambang sudah tak beroperasi, daerah bekas tambang itu bisa digunakan sesuai peruntukannya," ujar Sonny. Masalah lain yaitu multiflier effect kehadiran perusahaan tambang juga diusahakan lebih besar untuk rakyat setempat. Contohnya, penggunaan jasa pertambangan harus mengutamakan perusahaan lokal kemudian nasional. Kecuali jika tidak ada perusahaan lokal atau nasional yang bergerak di bidang jasa yang dibutuhkan, perusahaan tambang boleh menggunakan perusahaan jasa dari luar negeri tetapi mesti berbadan hukum Indonesia. Perusahaan tambang juga mesti melakukan smelting di smelter dalam negeri. "Di sinilah krusialnya pembahasan pasal peralihan," ungkap Sonny. Di bidang hukum, sambungnya, ada ketentuan setiap sengketa harus diselesaikan di pengadilan dalam negeri. Jadi, tak ada lagi arbitrase internasional. "Selama ini kita kan selalu diancam untuk ke arbitrase internasional." Selain Sonny, narasumber yang tampil dalam diskusi tersebut yaitu pakar hukum lingkungan Indro Sugianto, praktisi hukum pertambangan Ryad Chairil dan Koordinator Jatam Siti Maimunah. Indro menjelaskan mengenai lika liku pengajuan Amdal dan manipulasi yang sering dilakukan perusahaan. Sedangkan Ryad memaparkan mengenai hukum pertambangan terkait dengan kontrak pertambangan.