Kayak syech puji dong, uangnya di taro di gudang duit di rumah
________________________________ Dari: y_dizz <y_d...@mail2web.com> Kepada: obrolan-bandar@yahoogroups.com Terkirim: Selasa, 7 April, 2009 18:13:29 Topik: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal Dulu saya ingat, di milis OB ada yang pernah mengejek saya ketika saya bilang "Mending simpan uang di bawah bantal..!!". Kalo memang tidak ada lagi bank dan sekuritas yang bisa dipercaya di negeri ini, simpan uang di bawah bantal kayaknya bukan ide yang buruk deh. Coba baca artikel yang satu ini! http://www.jawapos. com/halaman/ index.php? act=detail&nid=61610 [ Minggu, 05 April 2009 ] Dahlan Iskan : Ikhtiar Para Pemilik Uang di Hongkong ketika Masa Krisis Tak Percaya Bank, Pilih Simpan di Kotak tanpa Bunga Banyak cara dilakukan orang untuk menyimpan atau menyelamatkan uang mereka di masa krisis. Yang dilakukan sebagian orang di Hongkong ini cukup menarik. Berikut catatan Dahlan Iskan yang tadi malam menempuh perjalanan ke Hangzhou via Hongkong. --- Dalam perjalanan dari Hongkong ke Hangzhou tadi malam, saya bisa tahu apa yang dilakukan sebagian pemilik uang di masa krisis seperti ini. Misalnya, seperti yang diceritakan teman yang seperjalanan dengan saya ini. Dia orang Hongkong, bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan. Umurnya kira-kira 60 tahun dan mengaku memiliki tiga anak yang semua sudah dewasa. Dia bercerita bagaimana harus menyelamatkan uangnya ketika krisis mulai melanda dunia (termasuk Hongkong) delapan bulan lalu. Dia buru-buru mencairkan uangnya yang ada di beberapa bank. Lalu membawanya pulang dalam bentuk cash. Melihat perkembangan krisis yang gawat saat itu, dia tidak percaya bahwa uangnya akan selamat di bank-bank tersebut. Namun, dengan tindakannya itu, dia belum juga merasa tenang. Dia merasa apakah menyimpan uang di rumah seperti itu juga akan selamat? Baru beberapa hari menyimpan uang di rumah, dia memutuskan kembali ke bank. Bukan untuk mendepositokan atau menabungkan uangnya, melainkan untuk menyewa safety box, kotak penyimpan barang berharga. Uangnya lalu dia masukkan ke kotak itu. Dia kunci. Sebagaimana aturan yang berlaku, dia memegang satu kunci dan kunci yang satu lagi dipegang pihak bank. Safety box lantas disimpan di bagian penyimpanan yang biasanya tahan api di gedung bank tersebut. "Kami melakukan itu karena waktu itu tidak tahu bank mana yang masih bisa dipercaya," katanya. "Bayangkan, bank sebesar Lehman Brothers saja bangkrut," tambahnya. "Karena itu, lebih baik saya amankan sendiri saja dulu," lanjutnya. Setiap bulan dia lantas datang ke bank tersebut. Dia minta untuk bisa melihat kotak itu, membukanya, melihat isinya dan menutupnya kembali. Begitulah selama delapan bulan, setiap bulan dia menengok "bayi"-nya itu. Juga untuk membayar sewa serta mengurus perpanjangan masa penyimpanannya. Dia menyewa safety box yang besarnya dua kali kotak sepatu. ''Mula-mula mau menyewa yang kecil saja, tapi tidak cukup. Lalu menyewa yang agak besar,'' katanya. Untuk itu, dia membayar sekitar Rp 100.000 sebulan. ''Kalau ekonomi sudah stabil dan perbankan sudah baik, pasti saya akan mendepositokan kembali uang itu,'' katanya. ''Tapi, biar dululah di situ. Lihat-lihat perkembangannya, '' tambahnya. Dia tahu, dengan cara begitu, dirinya tidak bisa mendapat bunga. Bahkan, justru harus keluar biaya penyimpanan. Namun, dia merasa itu masih lebih baik daripada uangnya ''menguap''. Satu-satunya harapan adalah kalau nilai tukar uang tersebut membaik. Meski tidak memperoleh bunga, bisa mendapatkan selisih kurs. Tapi, bisa juga kursnya justru melemah sehingga secara kurs pun dia merugi. ''Kalau rugi, tidaklah,'' katanya. ''Saya menyimpannya kan dalam bentuk tiga mata uang. Saya kira-kira sendiri saja mana mata uang yang aman dan nilainya masih akan terus meningkat,'' ujarnya. ''Salah satu di antaranya pasti renminbi,'' tambahnya. Dengan demikian, kalau kurs salah satu mata uang itu turun dan satunya naik, masih bisa impas. ''Kalau tiga-tiganya turun semua, ya sudah nasib. Tapi, turunnya kan tidak akan banyak,'' tambahnya. Berapa banyak orang yang melakukan penyelamatan uang seperti itu? ''Banyak sekali. Setiap bulan saya bertemu dengan orang-orang yang juga sedang mengecek kotak penyimpanan uangnya,'' katanya. Dia tidak mau menyebutkan berapa nilai uang yang disimpan di situ. Namun, dia mengatakan, itulah satu-satunya harta yang akan menjamin hari tuanya. Dia memang punya sejumlah saham dan bond. Tapi, dengan ambruknya harga saham, dia berharap agar uang cash-nya tidak ikut hilang. Setiap hari orang Hongkong yang mengaku sering bepergian di Tiongkok-daratan itu mengikuti perkembangan perekonomian dunia. Termasuk kabar terbaru mengenai dimasukkannya Hongkong dan Macau ke daftar hitam negara-negara yang tidak kooperatif dalam pelaksanaan sistem pajak yang baik. Artinya, negara-negara itu (termasuk Cayman Island dan Malaysia) sering dipergunakan oleh orang-orang yang mau menghindari pajak. Malaysia dimasukkan ke daftar itu karena memiliki pulau kecil bernama Labuan (di lepas pantai Sabah) yang dijadikan pusat keuangan offshore. Yakni, orang bisa secara administratif mendirikan perusahaan di situ tanpa harus membayar pajak. Beberapa perusahaan Indonesia juga memilih berpusat di Labuan, meski lebih banyak memilih berpusat di Mauritius, British Virgin Island, atau Cayman Island. Tiongkok, sebagai pemilik baru Hongkong dan Macau, ''mengamuk'' dimasukkannya dua wilayah itu ke daftar hitam. Ketika saya transit di Hongkong kemarin sore, soal itu menjadi pembahasan talk show yang ramai. Juga menjadi berita koran yang hot. ''Hongkong itu paling bagus dan terbuka pajaknya. Kok dimasukkan ke daftar hitam,'' ujar Donald Tsang, pemimpin tertinggi wilayah Hongkong. Yang benar, Hongkong memang mengenakan pajak yang rendah. Tapi, soal sistemnya sangat baik. Ternyata Presiden Prancis Sarkozy yang ngotot bahwa Hongkong harus dimasukkan ke daftar hitam ''sorga pajak''. Itu diketahui ketika pertemuan puncak kepala-kepala negara G-20 di London membahas soal perlunya menertibkan sistem perpajakan di negara-negara yang selama ini dianggap ''surga pajak''. Mereka itulah yang dinilai ikut menjadi penyebab terjadinya krisis global sekarang ini. Harian South China Morning Post, koran berbahasa Inggris terbesar di Hongkong, menceritakan bahwa Presiden Tiongkok Hu Jintao sampai bersitegang selama 1 jam. Keduanya melakukan pembicaraan yang tegang itu di salah satu pojok dari arena pertemuan puncak itu. Menurut harian tersebut, begitu tegang dan lamanya pertentangan itu, Presiden AS Barack Obama sampai mendatangi pojokan tersebut. Obama yang kemudian menengahi. Hu Jintao rupanya berhasil. Dalam keputusan yang dibacakan tersebut, Tiongkok (termasuk Hongkong dan Macau) dinyatakan tidak masuk daftar hitam. Pemilik uang di safety box di Hongkong tersebut sependapat dengan Sarkozy bahwa peraturan di bidang keuangan harus ditetapkan dulu sebelum dilakukan penggerojokan uang ke masyarakat dunia. Kalau tidak, uang yang digerojokkan itu akan banyak yang masuk ke sektor spekulasi lagi. Saya baru sadar bahwa pemilik uang satu box di sebuah bank di Hongkong ternyata terkait langsung dengan sidang-sidang para kepala negara G-20 di London itu. Buktinya, dia mengaku baru akan mengembalikan uang tersebut ke sistem keuangan di perbankan setelah cukup kepercayaan kepada bank. Padahal, kalau aturan sistem keuangan belum dituntaskan, kepercayaan kepada bank (terutama bank-bank di negara maju) belum akan pulih. (kum) Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/