Crosposting tentang Budaya Minangkabau dari Padang Ekspres OnLine.
------------------------------------------------------------------

Candi Padang Rocok Kerajaan Aditiawarman di Dharmasaraya (1)
* Lebih Dulu Berjaya di Dharmasaraya 
Oleh Redaksi, Selasa, 14-Desember-2004, 06:36:36 15 klik   
 
Akhir abad ke-13, kejayaan Kerajaan Aditiawarman di Jorong Sungai Lansek
Kenagarian Siguntur Kabupaten Dharmasraya mulai mengalami penurunan,
seiring dengan masuknya Islam.  
 
Setelah lebih kurang delapan abad terpendam, akhirnya bukti peninggalan
sejarah tentang Kerajaan Aditiawarman di kabupaten baru tersebut
ditemukan kembali pada tahun 1989. Lantas bagaimana kondisinya saat ini?
Berikut hasil investigasi wartawan koran ini. 

Hendri Sulaiman, Dharmasraya 

Mungkin sebahagian kita banyak yang belum mengetahui, bahwa Kerajaan
Aditiawarman pernah berjaya di Kabupaten Dharmasraya (dahulunya
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, red). Namun, inilah suatu kenyataan yang
tidak bisa dipungkiri. Bahkan, Kerajaan Aditiawarman tersebut lebih
dahulu berjaya di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi
Jambi tersebut ketimbang di Pagaruyung Kabupaten Tanahdatar. 

Sebagai bukti adanya Kerajaan Majapahit ditandai dengan adanya sebuah
patung dengan tinggi 4,5 meter dan beratnya 4,5 ton, di bawahnya ada
tengkorak kepala manusia, lengannya dililit dengan ular, begitu pula
antingnya terbuat dari ular yang dipersembahkan Aditiawarman untuk masa
kerajaannya. Memang patung tersebut saat ini sudah tidak ada lagi di
lokasi tersebut, karena saat di bawah kekuasaan Belanda pada tahun 1935
dibawa ke Belanda, namun akhirnya batal dan saat ini berada di Museum
Nasional Jakarta. Selain patung juga ada beberapa candi Kerajaan
Aditiawarman. 

Di antaranya ditemukan Masjid Kuno, Candi Pulau Sawah, Cando Mombiek dan
candi lainnya yang diperkirakan jumlahnya mencapai 13 buah candi
termasuk Candi Padang Roco yang terbesar, patung Amoga Pasa dan
lain-lainnya yang kesemuanya adalah peninggalan sejarah yang sangat
memprihatinkan. 

Keseluruhan peninggalan bersejarah tersebut tempatnya berbeda-beda, di
antaranya Candi Padang Roco terletak di Jorong Sungai Lansek Kenagarian
Siguntur Kabupaten Dharmasraya atau berada sekitar 3 Km dari Jalan
Lintas Sumatera dengan menyeberangi Sungai Batang Hari. Ukuran terbesar
20 x 20 meter dan paling kecil berukuran 8 x 8 meter, serta adanya Candi
Awang Mombiek. Kemudian di Rambahan Pulau Punjung. Persisnya di tepi
Sungai Batang Hari ditemukan bekas patung yang kakinya sampai sekarang
masih ada, belakangan dikenal dengan patung Amoga Pasa. (bersambung) 

Darwis yang saat ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) aktif di Dinas
Pendidikan Kabupaten Dharmasraya adalah salah seorang penemu bekas
Kerajaan Aditiawarman tersebut, sekaligus pernah melakukan wawancara
langsung dengan Somad salah seorang saksi yang melihat langsung patung
tersebut dibawa. 

Kepada koran ini, Darwis mengisahkan bahwa, patung yang selalu menjadi
persembahan bagi Aditiawarman tersebut dibawa oleh Belanda pada tahun
1935. Dimana patung tersebut dibawa dengan dua buak kapal bergandengan
dari Sungai Lansek ke Pulau Punjung melewati Sungai Batang Hari.
Kemudian dilanjutkan dengan menaikkannya ke atas mobil. 

”Dari Pulau Punjung dibawa ke Bukittinggi tepatnya di Bukit Berbunga
dengan mobil. Di Bukittinggi patung tersebut lama tertahan mengingat
situasi dan kondisi perang saat itu. Belanda ingin membawa ke negaranya.
Namun, akhirnya tertahan karena Belanda kalah dan Bangsa Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya. Sehingga, patung tersebut hanya sampai
di Jakarta dan saat ini berada di Museum Nasional,” papar Darwis kepada
koran ini. 

Sementara Candi Padang Roco atau yang lebih dikenal dengan Padang Arca
pertama kali ditemukan tahun 1950-an. Dimana ketika itu masyarakat
menggali tanah di semak belukar. Dari penggalian tanah tersebut
ditemukan beberapa bentuk batu bata seperti jajaran genjang, segi tiga,
bentuk sambung dan bentuk biasa. 

Karena bentuknya aneh dan ada nilai sejarahnya, lanjut Darwis yang
sebelumnya juga pernah menjabat pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung ini, maka diminta kepada
masyarakat agar penggalian tanah dihentikan. Karena, ada semacam nilai
kebudayaan dan sejarah. Seiring dengan adanya informasi bahwa di Sungai
Lansek Kabupaten Sawahlunto Sijunjung pernah berjaya Kerajaan
Aditiawarman. 

”Setelah ditemukan, maka dilaporkan ke Kandep Kecamatan, Kanwil
Depdikbud (ketika itu dan sekarang Diknas, red), akhirnya pada tahun
1980-an dilakukan penelitian dan sekarang telah dilakukan pemugaran yang
ke delapan kalinya,” jelas Darwis seraya menambahkan bahwa kondisi saat
ini masih belum maksimal dan perlu adanya perhatian dari Pemdakab
Dharmasraya dan Pemprov Sumbar serta pemerintah Indonesia sendiri. 

Menurut Darwis, survei di situs Padang Roco dilakukan dengan cara
mengambil jarak radius 200 meter. Dari survei dapat didata bahwa Candi
Padang Roco dilingkari parit arah baratmenyambung ke utara dan berakhir
di timur. Kedua ujung paritnya bermuara ke Sungai Batang Hari. 

Di sebelah Utara parit itu bertemu membentuk sudut membujur ke Timur
Barat. Parit di sebelah Timur menembus kolam yang kini menjadi sawah
penduduk membuju Barat Laut Tenggara yang disebut dengan sawah tabek.
Awalnya, sawah ini adalah rawa dengan ukuran 20-40 meter. 

Kemudian di Ujung Tenggara, kolam bercabang ke arah Utara dan Selatan
membentuk huruf T. Di lokasi ini terdapat parit yang mengarah ke Timur,
menuju Bukit Giring yang tingginya kurang lebih 176 cm di Timur Desa
Koto Lamo. 

Tanah payau sepeti tabek sawah juga dijumpai di Situs Padang Roco, yakni
Rawa Gadang. Di Rawa Bungur dan Rawa Gadang terdapat bekas galian tanah
liat kuning. Tanah liat putih ini dijumpai di bagian pondasi candi,
sedangkan tanah liat kuning diduga sebagai bahan besar membuat bata.
Situs Candi Padang Roco merupakan tiga bangunan candi terdiri dari candi
induk dan dua candi perwara. 

”Dari hasil survei permukaan ditemukan pecahan keramik china yang
umumnya berasal dari Dinas masa Song (10-13 M), Ming (16-17 M), Chinga
(18-20 M) serta keramik Eropa (19-20 M). Keramik yang ditemukan pada
umumnya berupa pecahan mangkuk, piring serta guci. Diantaranya yang
paling dominan adalah berbentuk mangkuk,” Katanya. (bersambung) 



____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to