*Gerakan Paderi di Pantai Sumatera
Kalah Berdebat, Syekh Daud Pergi Merantau ke Mekah
Oleh Redaksi Padang Ekspress

Oleh Suryadi, Mahasiswa Universitas Leiden

Syekh Lubuk Ipuh menentang Syekh Daud berdebat soal agama di depan publik.
Yang pertama tentu membela doktrin Ulakan yang tidak terlalu
mempermasalahkan adat, sedangkan yang kedua mencoba menyanggahnya dengan
mengemukakan doktrin Cangking yang menginginkan puritanisme dalam beragama.

Kekalahannya dalam perdebatan dengan Syekh Lubuk Ipuh berakibat fatal. Syekh
Daud kehilangan muka di hadapan jamaah dan murid-muridnya sendiri. Karena
malu dan juga karena menghadapi begitu banyak tekanan psikologis, baik dari
pihak adat maupun dari kaum agama sendiri, ia akhirnya pergi ke Mekah. Tidak
ada yang tahu kapan Syekh Daud pergi naik haji ke Mekah.

Namun demikian, berdasarkan informasi, diperkirakan Syekh Daud masih cukup
muda berangkat ke Mekah. Usianya diperkirakan 30 tahun pada waktu itu.
Sementara itu, gerakan Paderi masih sedang berada di atas angin dan ide-ide
gerakan ini semakin meluas ke wilayah Padang darat. Gemanya juga semakin
terasa ke rantau pesisir.

Pada tahun 1820-an rakyat dari desa-desa Pariaman yang agak jaauh di
belakang pantai, seperti V Koto, VII Koto dan Naras sudah mulai terimbas
oleh gerakan itu. Akan tetapi karena pada waktu itu di Pariaman Belanda
sudah kuat, ditambah lagi dengan telah begitu mengakarnya ajaran tarekat
Syattariyah dalam masyarakat, menyebabkan ajaran baru dari darek itu tidak
dengan mudah dapat berkembang di wilayah ini.

Sulit untuk menghindar dari dugaan bahwa Syekh Daud adalah salah seorang
ulama asal rantau yang terpengaruh oleh ide pembaharuan kaum Paderi itu. Ia
mencoba membawa dan meluaskan ide itu ke pesisir Minangkabau, ke jantung
ordo Syattariyah di Pariaman, kampung halamannya sendiri. Akan tetapi, ia
sudah mendapat tekanan keras sejak awal. Dan ia harus membayar mahal untuk
itu, ia terpaksa pergi dari kampungnya sendiri.

Sebagai seorang mengaji pastilah orang memandang hormat kepadanya. Dan
karena jabatan terhormat itu, masyarakat mungkin memberikan konsesi-konsesi
tertentu dan hak-hak istimewa kepadanya.

Namun, dalam syair mekah dan Medinah terdapat kesan bahwa Syekh Daud adalah
seorang dagang (pengembara) yang tidak berkecukupan, papa dan selalu
nelangsa. Boleh jadi yang tercermin dalam teks-teks ciptaannya adalah
keadaan papa lebih dalam arti jiwa daripada materi.

Namun, Snackey juga mengatakan bahwa ketika Syekh Daud ingin ke Mekah untuk
kedua kalinya. Syekh Daud sakit sampai di Trumon. Ia kehabisan uang dan
tidak bisa melanjutkan perjalanannya. Jadi, tampaknya ia memang bukan orang
yang terlalu berada. (bersambung)



____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke