Gerakan Paderi di Pantai Sumatera (11) * Syekh Daud Anak Muda yang Cerdas
Oleh Redaksi Padang Ekspress

Pada masa itulah datang seorang anak muda dari sebuah desa pantai (Sunur) ke
sebuah surau darek, wilayah dimana euforia, "pemurnian agama" sedang
merebak, lira-kira pada tahun 1816 usia anak muda itu ditaksir tidak lebih
dari 20-an tahun.

Hidup dalam lingkungan surau yang dipimpin oleh para guru mengaji berhaluan
baru itu tentu akan mempengaruhi cara berpikir para muridnya. Dapat diduga
Daud muda dan teman-temannya telah mendapat pengaruh dari guru-gurunya yang
berpi-kiran reformis.

Setelah selesai masa belajarnya di darek, Daud muda kembali ke kampungnya di
Sunur. Peristiwa itu terjadi mungkin pada parih kedua dasawarsa 20-an abad
ke-19. Daud mungkin tidak begitu lama menghabiskan waktunya belajar di surau
darek.

Berdasarkan teks-teks karangannya dan informasi sumber-sumber lain terdapat
kesan bahwa Daud adalah seorang anak muda yang cerdas, tapi agak pendiam,
mempunyai bakat sastra, namun kurang pintar berbicara. Tampaknya dia juga
seorang pemuda yang kurang setuju dengan kekerasan phisik.

Murid dengan karakter pribadi seperti itu mungkin seorang yang tekun, dan
oleh karenanya cepat dalam menamatkan kaji (qhatam qur'an). Pada masa itu
seorang murid memang diharapkan oleh gurunya mau pulang kembali ke
kampungnya untuk mengajarkan ilmu yang telah dipelajarinya selama mengaji.
Ini sudah menjadi kebiasaan di surau-surau penting di Minangkabau. Daud muda
sekarang sudah punya bekal ilmu untuk mengajar sendiri di surau kampungnya.

Di Sunur Syekh Daud menjadi guru mengaji di desanya, di Koto Gadis. Ia
menikah dengan seorang gadis bernama Nurgelang, saudara perempuan Nan Kusuik
yaitu orang kuat yang dijemput dari Pauh Kambar untuk dirajakan di Sunur
dengan tempat kediaman di Koto Tinggi.

Setelah Raja Nan Kusik membuat tempat kediaman di sana, dusun itu berubah
menjadi Koto Rajo, artinya dusun tempat tinggal raja. Jadi, Syekh Daud
adalah adik ipar dari Raja Nan Kusuik, seorang raja kecil pesisir yang konon
suka beristri banyak.

Kelak dikemudian hari, itulah yang menyebabkan Syekh Daud berbeda paham
dengan kakak iparnya itu. Nan Kusuik didatangkan ke Sunur, karena dua orang
penghulu disana saling berkelahi dan tidak ada orang yang mampu mendamaikan,
yaitu Rajo Rimbo dari suku Jambak dan Katik Rajo dari suku Koto.

Keduanya baru dapat didamaikan setelah orang kuat Nan Kusuik diangkat
menjadi Raja Kecil di Sunur. Cara Raja Nan Kusuik menyelesaikan perseteruan
itu dengan mendirikan dua lambang kebesaran negeri, untuk Katik Rajo
didirikan sebuah Masjid, untuk Rajo Rimbo didirikan sebuah pasar.

Surau Syekh Daud, dibangun di dusun yang sekarang bernama Koto Gadis.
Muhammad Rasul Empe, seorang tua di Koto Gadis mengingat ketika masih muda
orang menyebut surau tempatnya mengaji di desa itu sebagai Surau Syekh Daud.

Menurut cerita di Sunur, surau itu muda umurnya dari Surau Galanggang yang
sudah lebih dulu didirikan di Koto Rajo, satu Korong lainnya di nagari
Sunur. Sangat mungkin gelar Syekh mulai disandang Syekh Daud ketika ia sudah
memimpin surau itu dan telah mempunyai santri dan jamaah tersendiri.
(bersambung)

* Oleh Suryadi, Mahasiswa Universitas Leiden



____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke