Rasanya para akademisi di Indonesia perlu mempertimbangkan kehadiran
jurnal tentang Sains Matematika Teknologi, tetapi sifatnya imajinatif. Para
penulisnya tidak dibebankan oleh apa yang dinamakan "kaidah ilmiah".
Bebaskan mereka mencurahkan pikirannya, sebagaimana kebebasan seorang
pelukis dalam memuncratkan/memoleskan cat minyak dengan cara dan komposisi
warna yang dikehendaki.
Masalah legitimasi, biarkan sajalah pasar intelektual yang akan
menilainya. Namanya juga imajinatif. Sehingga masih mentah untuk bisa
dijadikan referensi, acuan, atau pedoman.
Bagaimana pun konsisten dan disiplinnya para akademisi dengan "kaidah
ilmiah", tetapi ketika karakteristik ilmuwannya muncul pada dirinya, maka
suka tidak suka watak "kejujuran intelektual" akan muncul juga, sehingga
penilaian terhadap apa yang dibacanya itu tidak lagi secara hitam putih,
tetapi berdasarkan berapa persen benar dan salahnya.
Jadi miriplah dengan sebuah perusahaan software untuk pengolahan kata
yang memberikan kebebasan kepada sejumlah orang untuk mengumpulkan kata
dasar yang berakhiran "na" , misalnya. Sesuai
target proyek, sang manajernya memerlukan kata seperti itu sebanyak seribu
buah yang harus sudah diperolehnya dalam waktu satu hari. Sementara ia belum
mempunyai database tentang satu pun . Nah, daripada
nunggu yang terakhir ini mendingan memanfaatkan sejumlah orang untuk itu.
Taroklah ada seorang di antara mereka dalam menulis kata-kata menyimpang
dari kaidah penulisan kata. Misalkan kata "mana" ditulis "m AnA" atau "Man
A"
Apakah karena ini saja, maka kata "mana" dianggap tidak masuk dalam
daftar kata yang dikumpulkan itu?
Mendingan cuman satu-dua kata saja. Bagaimana kalau sebagian menyalahi
kaidah penulisan kata, meskipun akhiran "na" sudah terpenuhi, sehingga tidak
masuk dalam daftar. Tetapi dengan tindakan ini, jumlah kata yang terkumpul
hanya 75 persen saja. Bukankah akhirnya tidak mencapai target.
Salam,
Nasrullah Idris
--
P.O. Box 1380 - Bandung 40013
Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi
http://bdg.centrin.net.id/~acu