Re: Ambisi Amien Rais
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Thanks Bung Rosadi, Saya senang membaca ulasan anda yang panjang lebar, tentang masalah yang saya angkat, yang sebenarnya cuma untuk mengisi kekosongan bahan diskusi beberapa hari yang lalu. Ternyata masalah yang saya angkat bisa berkembang menjadi bahan diskusi yang cukup menarik. Argumen Bung Rosadi juga sekaligus menambahkan apa yang telah saya diskusikan dengan Bung Ridwan pada topik yang lainnya (Re: Menyikapi Soeharto). Wassalam ---Mohammad Rosadi [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalamualaikum wr.wb Alloo bung Bridwan dan bung Dodo..., saya mo ikutan ni..:) Saya tertarik sekali mengikuti diskusi anda berdua tentang pak Amien Rais. Ada beberapa hal yang mau sampaikan sehubungan dengan diskusi anda tsb. Mudaha-mudahan berguna bagi kita semua. Pertama: Menurut hemat saya, tidak selamanya salah seseorang itu masuk kedalam pusat kekuasaan, sekalipun kekuasaan tersebut berada ditangan orang-orang yang rakus harta dan gila kekuasaan. Adakalanya diperlukan orang-orang yang baik dan jujur untuk memberikan sedikit pelita atau cahaya ditengah "kegelapan" yang dominan tersebut, agar orang-orang lain yang masih punya iman, tidak terjerumus lebih dalam lagi ke jurang kesesatan.Malah akan lebih buruk lagi akibatnya, jika TIDAK ADA lagi orang-orang baik dan jujur didalam pusat kekuasaan, yang senantiasa memberi contoh dan nasehat yang baik kepada penguasa yang lalim sekalipun. Bukankah nantinya sang penguasa akan semakin menjadi bertambah buruk dan lalim..??? Hanya mungkin pertanyaannya adalah sampai seberapa jauh orang-orang baik ini bisa mempengaruhi lingkungannya (bukannya malah dipengaruhi oleh lingkungannya)? Jika memang orang-orang baik ini dapat meminimalkan pengaruh buruk dari lingkungannya terhadap diri dan keluarganya dan tetap konsisten dalam membela kebenaran, saya rasa kehadiran mereka ini dipusat kekuasaan akan lebih banyak manfaatnya ketimbang mudharatnya. Kehadiran mereka mungkin bisa dibaratkan seperti ikan yang tubuhnya tidak ikut asin, walaupun hidup didalam air laut yang asin(mengutip perkataan ulama besar Mesir Sayyid Qutb tentang kehidupan seorang muslim yang baik). Kedua: Mengenai pak Amien Rais, saya mencoba melihat beliau sebagai seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Adakalanya beliau memang salah dalam berbuat dan bertindak. Gus Dur saja yang katanya selalu menghindari dan tidak mau masuk kedalam pusat kekuasaan, nyatanya seringkali berbuat keliru dan kontroversial,yang malah mencerminkan dirinya seolah dekat dengan pusat kekuasaan itu sendiri.Sebaliknya kita juga dapat melihat dengan mata telanjang betapa orang-orang baik yang dulu ikut masuk dalam lingkaran kekuasaan(seperti bp. Amien Rais dan bp. Sri Bintang Pamungkas),cukup berani mengoreksi dan mengkritik kebijakan-kebijakan rejim Orde baru (baca:Soeharto)yang keliru. Disinilah saya menaruh rasa hormat kepada mereka berdua..., berani menyuarakan kebenaran secara terang-terangan disaat rejim Orde baru SANGAT BERKUASA dahulu, bukannya baru mengkritik dan buka mulut SETELAH rejim orba jatuh (seperti yang dilakukan kebanyakan orang saat ini, termasuk kita yang ada di Milis ini). Ketiga: Kehadiran ICMI memang sulit dipisahkan dari rejim Orde Baru, sepertinya juga organisasi-organisasi intelektual non Islam lainnya seperti PIKI,Intelektual pancasila, hindu,dsb (saya lupa namanya), yang juga merupakan bentukan rejim ORBA. Saya sendiri melihat bahwa kehadiran para cendikiawan muslim di ICMI sejak dulu TIDAK SELALU menjadi "pelayan" rejim Orba, karena di ICMI sendiri berkumpul para cendikiawan dari berbagai latar belakang dan karakter yang berbeda. Disatu sisi di ICMI memang terdapat orang-orang yang sikap dan mentalnya seperti budak belian, yang mengikuti apa saja kemauan penguasa kala itu. Namun disisi lain banyak pula anggota ICMI yang punya sikap tegas mengoreksi segala penyimpangan yang dilakukan rejim orba(seperti bp.Amien Rais,Sri Bintang Pamungkas,Cak Nur,dll). Jadi kurang bijaksana rasanya jika kita menilai pribadi seseorang berdasarkan bergabung tidaknya seseorang kedalam ICMI atau ke dalam lingkaran kekuasaan mantan presiden Soeharto dahulu. Masih banyak variabel yang harus dimasukkan dalam memberikan penilaian. Keempat: Saya ingin mengajak rekan-rekan semua untuk tetap berpikir dan bersikap kritis dalam batas-batas kewajaran. kejadian-kejadian buruk yang menimpa bangsa dan negara kita saat ini bukanlah karena kesalahan mantan presiden soeharto dan antek-anteknya semata. Kita semua (kecuali bayi yang lahir sesudah tanggal 21 mei 1998 lalu) ikut punya andil atas terjadinya segala macam krisis yang menimpa Indonesia saat ini. Oleh karena itu, alangkah lebih bijaksana-nya jika kita menilai seseorang TIDAK SEBATAS tindakan atau perbuatannya di masa lalu saja(terutama saat rejim Orba berkuasa), melainkan LEBIH kepada apa yang dilakukan orang tersebut saat ini dan di masa mendatang. Kalaulah orang-orang seperti
Ambisi Amien Rais
Assalamu'alaikum, Rekan2 Permias sekalian, Kelihatannya kita agak kehabisan bahan untuk di bicarakan di forum ini. Saya coba ajak rekan2 untuk menanggapi pernyataan Amien Rais di depan deklarasi PAN di Senayan yang mengatakan bahwa dia tidak akan ngotot lagi untuk jadi presiden. (Jawapos, 1 Feb. 99) Saya kira hal ini menarik untuk di cermati karena AMien Rais adalah tokoh yang selama era reformasi ini paling banyak di sorot dan paling banyak membuat manuver politik. Saya rasa, Amien juga merupakan orang yang paling berpotensi untuk menduduki kursi kepresidenan bila dibanding kandidat lainnya, (dengan catatan Nurcholis Madjid tetap pada posisi netral). Kalau Amien mengatakan bahwa dia tidak ngotot lagi untuk jadi presiden, justru saya melihat kesan yang sebaliknya di belakang pernyataan tersebut. Sejak agenda reformasi digulirkan sampai dengan sekarang, Amien adalah tokoh yang paling berambisi untuk jadi presiden. Dia bahkan pernah menolak untuk di jadikan menteri di kabinet reformasi, dan tegas2 mengatakan bahwa dia mengincar kursi kepresidenan. Kalau sekarang dia mengatakan bahwa tidak akan ngotot lagi untuk memperebutkan kursi kepresidenan, saya rasa hal itu bukan berarti bahwa ambisinya untuk jadi presiden menjadi kendur. Saya lebih cenderung melihat hal itu sebagai gejala, bahwa dia mulai bersikap hati hati dan realistis. Dia menyadari bahwa dirinya bukan satu satunya calon kuat untuk menjadi presiden di periode mendatang. Rival2 politiknya dari kubu yang lain juga mempunyai peluang yang sama kuatnya, dan bahkan dia melihat Megawati mempunyai posisi yang paling kuat. Dengan pernyataannya itu, Amien Rais terkesan menjaga dirinya agar, "tidak berangan angan terlalu muluk, sehingga kalau nantinya jatuh tidak akan terlalu sakit." Pernyataannya yang lain yang mengatakan bahwa dia tidak akan menjadi orang nomer dua kalau Mega menang, juga mengisyaratkan bahwa dia masih punya ambisi yang besar untuk menjadi orang nomor satu, atau setidaknya dia akan merasa "gengsi" kalao kalah terus menjadi orang nomor dua. Bagi dia, lebih baik tidak jadi sama sekali daripada hanya menjadi orang nomor dua. Seandainya orang lain yang menjadi presiden, dia tentunya akan berdiri di posisi yang berlawanan atau sebagai kelompok oposisi yang terus terusan memberikan kritik kepada pemerintahan, seperti yang selama ini dia laksanakan. Dia juga akan mengkonsolidasi kekuatannya, dan mungkin akan menyusun kekuatan yang lebih besar untuk bertarung pada pemilu berikutnya. Walaupun saya sendiri mengakui bahwa AMien Rais adalah orang yang paling berpotensi untuk menjadi presiden, dengan latar belakang politiknya yang mumpuni dibanding tokoh2 yang lain, tapi ada satu hal dari pernyataannya yang mengisyaratkan bahwa dia sendiri masih suka terbawa oleh emosinya. Dia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang demokrat tulen, dan akan menghargai siapapun yang menang dalam pemilu nanti. Tapi sejenak kemudian, dia mengeluarkan pernyataan yang bertentangan, yang justru mencerminkan "ketidak demokratan" dirinya dengan mengatakan bahwa apabila Golkar menang nanti, pasti ada unsur manipulasi di dalamnya. Kecurigaan semacam ini seharusnya tidak terjadi pada seorang tokoh seperti dia. Kalau memang dia melihat hal itu akan terjadi, seharusnya dia mencegahnya dari sekarang, bukannya setelah Golkar menang kemudian hal itu dianggap sebagai manipulasi. Saya rasa itu yang bisa saya tangkap dari pernyataan Amien Rais 2 hari yang lalu di Senayan. Mungkin ada tanggapan dari rekan2 yang lain..??? Wassalam _ DO YOU YAHOO!? Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com
Re: Ambisi Amien Rais
Rekan Dodo Yth, Saya pribadi sebenarnya tidak begitu tertarik untuk membicarakan tokoh yang satu ini. Mengapa ?? Karena saya belum bisa sepenuhnya melihat beliau lepas dari pusat kekuasaan. Memang betul beliau sangat aktif didalam perjuangan sebelum bulan Mei yang lalu, tetapi saya melihatnya lebih pada usaha penggulingan Pak Harto pada saat itu. Sekali lagi ini adalah pendapat pribadi, dan tentunya (atau mungkin) akan banyak rekan yang tidak setuju dengan pemikiran saya ini. Dan saya siap untuk 'salah'. Keterlibatan beliau dalam organisasi ICMI mungkin menjadi salah satu alasan saya berpendapat demikian. Mengenai tokoh yang lebih kuat, saya setuju dengan pendapat anda, bahkan mungkin saya melihatnya sebagai 'kekalahan ronde 1' untuk tokoh yang satu ini. Ronde 1, artinya masih akan banyak lagi ronde-ronde berikutnya, dengan segala kemungkinannya. Saya hanya bisa berdoa, semoga Pak Amien diberikan kekuatan lahir dan bathin untuk terus berjuang sesuai dengan harapan rakyat Indonesia, bukan sesuai dengan harapan pihak pihak tertentu. Dan semoga pemikiran saya diatas ini adalah 'tidak benar'. Amin. Salam, bRidWaN At 08:17 01/02/99 -0800, DODO DOLITET wrote: Assalamu'alaikum, Rekan2 Permias sekalian, Kelihatannya kita agak kehabisan bahan untuk di bicarakan di forum ini. Saya coba ajak rekan2 untuk menanggapi pernyataan Amien Rais di depan deklarasi PAN di Senayan yang mengatakan bahwa dia tidak akan ngotot lagi untuk jadi presiden. (Jawapos, 1 Feb. 99) Saya kira hal ini menarik untuk di cermati karena AMien Rais adalah tokoh yang selama era reformasi ini paling banyak di sorot dan paling banyak membuat manuver politik. Saya rasa, Amien juga merupakan orang yang paling berpotensi untuk menduduki kursi kepresidenan bila dibanding kandidat lainnya, (dengan catatan Nurcholis Madjid tetap pada posisi netral). Kalau Amien mengatakan bahwa dia tidak ngotot lagi untuk jadi presiden, justru saya melihat kesan yang sebaliknya di belakang pernyataan tersebut. Sejak agenda reformasi digulirkan sampai dengan sekarang, Amien adalah tokoh yang paling berambisi untuk jadi presiden. Dia bahkan pernah menolak untuk di jadikan menteri di kabinet reformasi, dan tegas2 mengatakan bahwa dia mengincar kursi kepresidenan. Kalau sekarang dia mengatakan bahwa tidak akan ngotot lagi untuk memperebutkan kursi kepresidenan, saya rasa hal itu bukan berarti bahwa ambisinya untuk jadi presiden menjadi kendur. Saya lebih cenderung melihat hal itu sebagai gejala, bahwa dia mulai bersikap hati hati dan realistis. Dia menyadari bahwa dirinya bukan satu satunya calon kuat untuk menjadi presiden di periode mendatang. Rival2 politiknya dari kubu yang lain juga mempunyai peluang yang sama kuatnya, dan bahkan dia melihat Megawati mempunyai posisi yang paling kuat. Dengan pernyataannya itu, Amien Rais terkesan menjaga dirinya agar, "tidak berangan angan terlalu muluk, sehingga kalau nantinya jatuh tidak akan terlalu sakit." Pernyataannya yang lain yang mengatakan bahwa dia tidak akan menjadi orang nomer dua kalau Mega menang, juga mengisyaratkan bahwa dia masih punya ambisi yang besar untuk menjadi orang nomor satu, atau setidaknya dia akan merasa "gengsi" kalao kalah terus menjadi orang nomor dua. Bagi dia, lebih baik tidak jadi sama sekali daripada hanya menjadi orang nomor dua. Seandainya orang lain yang menjadi presiden, dia tentunya akan berdiri di posisi yang berlawanan atau sebagai kelompok oposisi yang terus terusan memberikan kritik kepada pemerintahan, seperti yang selama ini dia laksanakan. Dia juga akan mengkonsolidasi kekuatannya, dan mungkin akan menyusun kekuatan yang lebih besar untuk bertarung pada pemilu berikutnya. Walaupun saya sendiri mengakui bahwa AMien Rais adalah orang yang paling berpotensi untuk menjadi presiden, dengan latar belakang politiknya yang mumpuni dibanding tokoh2 yang lain, tapi ada satu hal dari pernyataannya yang mengisyaratkan bahwa dia sendiri masih suka terbawa oleh emosinya. Dia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang demokrat tulen, dan akan menghargai siapapun yang menang dalam pemilu nanti. Tapi sejenak kemudian, dia mengeluarkan pernyataan yang bertentangan, yang justru mencerminkan "ketidak demokratan" dirinya dengan mengatakan bahwa apabila Golkar menang nanti, pasti ada unsur manipulasi di dalamnya. Kecurigaan semacam ini seharusnya tidak terjadi pada seorang tokoh seperti dia. Kalau memang dia melihat hal itu akan terjadi, seharusnya dia mencegahnya dari sekarang, bukannya setelah Golkar menang kemudian hal itu dianggap sebagai manipulasi. Saya rasa itu yang bisa saya tangkap dari pernyataan Amien Rais 2 hari yang lalu di Senayan. Mungkin ada tanggapan dari rekan2 yang lain..??? Wassalam