Indonesia: negara hukum vs negara sayur
Rekan-rekan permias@ yth., Sudah lama saya tergelitik dengan pemikiran seperti judul posting ini, yaitu: Indonesia: negara hukum vs. negara sayur? Maksudnya, adalah sama sekali salah kalau banyak pejabat, pakar, dan sebagian banyak orang selalu menyebut bahwa Indonesia adalah negara 'hukum'. Mereka menyebut itu dengan bangganya, dengan gagahnya, dan bahkan, dengan arogannya. Apa buktinya kalau Indonesia adalah negara 'hukum'? Apakah banyaknya penegak hukum doyan sogokan itu benar di negara 'hukum'? Apakah permainan uang di pengadilan itu benar di negara 'hukum'? Apakah KKN yang tidak pernah ditindak itu benar di negara 'hukum'? Apakah menembak mati mahasiswa demonstrasi dibenarkan di negara 'hukum'? Apakah banyaknya orang yang belum tentu salah di penjara itu benar di negara 'hukum'? Dan masih banyak apakah.. apakah. yang lainnya. Lalu, kenapa kita begitu ngotot dan bangganya mengatakan bahwa negara kita adalah negara 'hukum' kalau ternyata sebagian besar urusan 'hukum' dicemari oleh rekayasa, manipulasi, penyelewengan, pelanggaran, dan sebangsanya yang buntut-buntutnya adalah 'ketidak adilan'? Apakah segala atribut 'negatif' tsb cukup layak untuk disandang oleh negara 'hukum'? Menurut saya, sama sekali tidak. Karena upaya untuk mencegah dan menanggulangi segala hal 'negatif' tsb tidak pernah serius dipikirkan, apalagi dilakukan. Saya cenderung untuk merubah saja negara Indonesia dari negara 'hukum' menjadi negara 'sayur'. Kenapa? Lihat saja, Indonesia kaya dengan segala sayuran yang bisa dimanfaatkan tidak saja untuk pelengkap makanan setiap harinya, namun juga bisa dipakai untuk obat-obatan (tradisional maupun modern). Kalau kita punya semangat dan motivasi menjadikan negara ini adalah negara 'sayur' di era globalisasi ini, kesempatannya adalah sangat menantang. Kita punya daerah subur, punya banyak sekolah dan universitas pertanian, mestinya kita bisa membudidayakan sayuran sedemikian rupa sehingga bisa menjadikannya berkualitas ekspor dan menembus pasar global. Lihat Thailand, Philipina, dan negara-negara Amerika Latin yang telah dikenal sebagai negara 'buah'. Pasaran dan ekspor mereka sedemikian hebatnya memasuki negara-negara lain. Apakah mereka malu di sebut negara 'buah'?, sama sekali tidak, dan bahkan mereka sangat bangga bisa menemukan durian Bangkok dan pepaya Brasil di USA. Kenapa kita tidak mencoba dengan bayem Yogya atau kangkung Lombok untuk go-international? Apakah malu nanti kalau Indonesia disebut negara 'sayur'? Apakah sebutan ini sama sekali tidak sebanding dan segagah negara 'hukum'? Kita masih terbelenggu oleh kata-kata yang 'gagah' dan 'revolusioner' seperti negara hukum dan rasa nasionalisme, yang sama sekali tidak punya arti jelas dan hanya berupa 'pepesan kosong' saja. Lihatlah USA dan Jepang, dengan sistem hukum yang diterapkan dan dianut dengan konsekuen oleh aparat dan rakyatnya, ternyata tidak pernah menyebut negaranya sebagai negara 'hukum'. Lalu, ngapain Indonesia yang justru amburadul 'hukum'nya tsb begitu bangganya menyebut sebagai negara 'hukum'? Lupakanlah negara 'hukum' ini. marilah kita bersama-sama menjadikan Indonesia sebagai negara 'sayur'. Salam, Budi
Re: Indonesia: negara hukum vs negara sayur
Rekan-rekan permias@ yth., Sudah lama saya tergelitik dengan pemikiran seperti judul posting ini, yaitu: Indonesia: negara hukum vs. negara sayur? Maksudnya, adalah sama sekali salah kalau banyak pejabat, pakar, dan sebagian banyak orang selalu menyebut bahwa Indonesia adalah negara 'hukum'. Mereka menyebut itu dengan bangganya, dengan gagahnya, dan bahkan, dengan arogannya. Yw: Bukan arogan... Emang udah bawaan dari kecil, kali? ;-) Apa buktinya kalau Indonesia adalah negara 'hukum'? Yw: Menurut saya, sih: Indonesia itu negara hukum. Absolutely. Tapi hukum rimba! (Ini mengutip komentar Pak Hartoyo Wignyo.). Beberapa ciri-ciri ;-) hukum rimba. - Yg kuat menang. (Ini udah pada tahu kali, ya?) - Si raja rimba can change the rule of the game in the middle of the game. Ibarat olah raga, nih misalnya: pertandingan basket, tim satu, katakanlah tim B (atau supaya agak panjang tim BBD), main lawan tim si raja rimba. Nah,... setelah ketinggalan 100-0, si raja rimba langsung aja merubah peraturan: yg 100 buat gue, yg 0 lu ambil, deh...; dan - Si raja rimba can change the game itself! Tadinya pertandingan basket, diubah jadi pertandingan pantomim! Kalo basket kan itungannya bola masuk ke jala. Yg paling banyak masukin, menang. Jadi si BBD udah dapet 100, dia yg calon menang; tapi begitu diubah jadi pertandingan pantomim... Kan nggak itungan masukin bola berapa kali. Yg menang ya siapa yg paling lucu gerakannya... Dan di dunia ini, siapa sih yg gerakannya lebih lucu dari si raja rimba? Lu ta'u deh, yg koruptor malah dilindungi... si pelapor korupsi malah diuber-uber sampe ke liang kubur, sambil dikatain pula: manusia apa monyet... Kalopun ada yg lebih lucu dari itu, ya paling kroninya yg begituan juga. ;-) Jadi: kalo dibilang bukan negara hukum, kayaknya kurang tepat. ;-) Apakah banyaknya penegak hukum doyan sogokan itu benar di negara 'hukum'? Yw: Negara hukum rimba, ya oke aja. Apa aja oke, asal kuat. ;-) Eh, tapi selain negara hukum rimba, Indonesia ini juga negara hukum karma! Jadi ya, nggak usah kuatir... cepat atau lambat, yg macem-macem ada balesannya juga. ;-) Apakah permainan uang di pengadilan itu benar di negara 'hukum'? Yw: Jangankan main uang, main gundu pun jadi... ;-) Apakah KKN yang tidak pernah ditindak itu benar di negara 'hukum'? Yw: Lho, siapa bilang tidak pernah ditindak? KKN itu selalu ditindak, lho? Cuma masalahnya, seringkali yg menindak itu lebih KKN dari yg ditindak... Jadi looping. ;-) Apakah menembak mati mahasiswa demonstrasi dibenarkan di negara 'hukum'? Yw: Nah, kalo ini nggak bener! Yg bener itu bukan dibenarkan, tapi dibenar-benarkan. ;-) Apakah banyaknya orang yang belum tentu salah di penjara itu benar di negara 'hukum'? Yw: Ya, daripada nggak ada kerjaan (sipir penjaranya) barangkali? ;-) Dan masih banyak apakah.. apakah. yang lainnya. Yw: Jangan banyak-banyak deh... Capek nulisnya. ;-) Lalu, kenapa kita begitu ngotot dan bangganya mengatakan bahwa negara kita adalah negara 'hukum' kalau ternyata sebagian besar urusan 'hukum' dicemari oleh rekayasa, manipulasi, penyelewengan, pelanggaran, dan sebangsanya yang buntut-buntutnya adalah 'ketidak adilan'? Yw: Lah, ini baru kena ke pokok permasalahan! Kalo ada yg bilang Indonesia negara hukum, itu tidak sangkalable (tidak bisa disangkal). Pertanyaannya sekarang kita ubah: apakah Indonesia ini negara adil? Kalo negara hukum sih bisa aja negara hukum (hukum rimba dan hukum karma). Tapi apakah negara adil? Hukum dan keadilan itu, seperti anda mungkin sudah tahu persis, dua hal yg berbeda banget. Jadi fokusnya (kalo mau bener): tegakkan keadilan! Bukan tegakkan hukum. You know, kalo semua orang koar-koar: tegakkan hukum, tegakkan hukum,... padahal kita tahu persis hukum yg berlaku adalah hukum rimba... apa nggak cilaka kita. Apakah segala atribut 'negatif' tsb cukup layak untuk disandang oleh negara 'hukum'? Menurut saya, sama sekali tidak. Karena upaya untuk mencegah dan menanggulangi segala hal 'negatif' tsb tidak pernah serius dipikirkan, apalagi dilakukan. Yw: Keadilan maksudnya? Nah, kalo bicara keadilan, di dunia ini nggak bisa 100%. Penuntasannya (sampe 100%) mungkin nanti setelah hari kiamat. Tapi ya, setidaknya bisa mendekati ke arah sana, lah... Kalo soal hukum, ya, percuma juga diomongin, kalo emang keadilannya nggak kena. Saya cenderung untuk merubah saja negara Indonesia dari negara 'hukum' menjadi negara 'sayur'. Yw: Wah, jangan dong. Ini sangat menyinggung perasaan. Khususnya perasaan tukang sayur. ;-) Kenapa? Lihat saja, Indonesia kaya dengan segala sayuran yang bisa dimanfaatkan tidak saja untuk pelengkap makanan setiap harinya, namun juga bisa dipakai untuk obat-obatan (tradisional maupun modern). Kalau kita punya semangat dan motivasi menjadikan negara ini adalah negara 'sayur
Re: Indonesia: negara hukum vs negara sayur
Ikutan lagi ach, Salam Mas Yusuf, bagaimana kabarnya?? kepengen nanya mas, Masalah keadilan memang tujuan utama dari seluruh mahkluk didunia, dan telah mas Yusuf singgung itu sangat susah digapai, tetapi keadilan itu khan juga harus berdasarkan sesuatu?? Saya rasa Adil itu bisa hanya dicapai dengan berdasarkan regulasi-regulasi (hukum) yang tepat untuk mengarakan dan mendesak rakyat untuk bergerak lebih kearah keseimbangan (maaf pemakaian katanya sedikit ngambang) Mas Yusufkhan sudah tahukhan,...Regulasi pada emiten, regulasi pada trader, regulasi export-import, regulasi ekspansi perusahan2, regulasi penggunaan tender dsb di Indonesia masih hanya sebagai buku cerita yang dipakai dalam pengantar tidur adik2 kita dalam arti kata kalau dipakai di dunia nyata terlalu banyak lobangnya dan masih mudah di ubah2 dengan raja2 kita ...(rajanya banyak karena hutan rimbanya juga dibagi- berdasarakan tipe hewannya). Kita berbicara disini bukan berarti kita lebih pinter dengan Oom2 dan tante2 kita (Pembuat hukum) di Jakarta yang notabene jadi ratu2 di Indonesia tetapi,...karena ratu2 itu sudah terlalu jatuh cinta sekali dengan raja2nya sehingga maklumlah ratu2nya membuat regulasi berdasarkan apa yang raja2 di hutannya masing-masing inginkan.. Tetapi kita,...beban apa ??? yang ada juga masih memiliki idelisme yang tinggi...mumpung kita belum terjebak di antara hukum rimba itu, sekaranglah kita sarankahn(itu juga kalau kita mampu..he he he)..dan kalau bisa kita perjuangkan regulasi yang benar2 dibutuhkan rakyat kita Maaf mas Yusuf...cuma ide loh, Btw gimana mas kelihatannya sekarang mas Yusuf sudah aktif banget maen saham...lalu kalau begitu bagaimana perkembangan teknology TELKOMnya dong mas ?? Kapan kita dapat flat fee..salam hangat dari New Hampshire!!! Rizwan Rizal _ Yw: Lah, ini baru kena ke pokok permasalahan! Kalo ada yg bilang Indonesia negara hukum, itu tidak sangkalable (tidak bisa disangkal). Pertanyaannya sekarang kita ubah: apakah Indonesia ini negara adil? Kalo negara hukum sih bisa aja negara hukum (hukum rimba dan hukum karma). Tapi apakah negara adil? Hukum dan keadilan itu, seperti anda mungkin sudah tahu persis, dua hal yg berbeda banget. Jadi fokusnya (kalo mau bener): tegakkan keadilan! Bukan tegakkan hukum. You know, kalo semua orang koar-koar: tegakkan hukum, tegakkan hukum,... padahal kita tahu persis hukum yg berlaku adalah hukum rimba... apa nggak cilaka kita. Apakah segala atribut 'negatif' tsb cukup layak untuk disandang oleh negara 'hukum'? Menurut saya, sama sekali tidak. Karena upaya untuk mencegah dan menanggulangi segala hal 'negatif' tsb tidak pernah serius dipikirkan, apalagi dilakukan. Yw: Keadilan maksudnya? Nah, kalo bicara keadilan, di dunia ini nggak bisa 100%. Penuntasannya (sampe 100%) mungkin nanti setelah hari kiamat. Tapi ya, setidaknya bisa mendekati ke arah sana, lah... Kalo soal hukum, ya, percuma juga diomongin, kalo emang keadilannya nggak kena. Saya cenderung untuk merubah saja negara Indonesia dari negara 'hukum' menjadi negara 'sayur'. Yw: Wah, jangan dong. Ini sangat menyinggung perasaan. Khususnya perasaan tukang sayur. ;-) Kenapa? Lihat saja, Indonesia kaya dengan segala sayuran yang bisa dimanfaatkan tidak saja untuk pelengkap makanan setiap harinya, namun juga bisa dipakai untuk obat-obatan (tradisional maupun modern). Kalau kita punya semangat dan motivasi menjadikan negara ini adalah negara 'sayur' di era globalisasi ini, kesempatannya adalah sangat menantang. Kita punya daerah subur, punya banyak sekolah dan universitas pertanian, mestinya kita bisa membudidayakan sayuran sedemikian rupa sehingga bisa menjadikannya berkualitas ekspor dan menembus pasar global. Yw: Oh, maksudnya itu. Ya, bisa aja, sih. ;-) __ Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com