Indonesia: negara hukum vs negara sayur

1999-07-28 Terurut Topik Budi Haryanto

Rekan-rekan permias@ yth.,

Sudah lama saya tergelitik dengan pemikiran seperti judul posting ini, yaitu:

Indonesia: negara hukum vs. negara sayur?

Maksudnya, adalah sama sekali salah kalau banyak pejabat, pakar, dan
sebagian banyak orang selalu menyebut bahwa Indonesia adalah negara
'hukum'. Mereka menyebut itu dengan bangganya, dengan gagahnya, dan bahkan,
dengan arogannya.

Apa buktinya kalau Indonesia adalah negara 'hukum'?
Apakah banyaknya penegak hukum doyan sogokan itu benar di negara 'hukum'?
Apakah permainan uang di pengadilan itu benar di negara 'hukum'?
Apakah KKN yang tidak pernah ditindak itu benar di negara 'hukum'?
Apakah menembak mati mahasiswa demonstrasi dibenarkan di negara 'hukum'?
Apakah banyaknya orang yang belum tentu salah di penjara itu benar di
negara 'hukum'?
Dan masih banyak apakah.. apakah. yang lainnya.

Lalu, kenapa kita begitu ngotot dan bangganya mengatakan bahwa negara kita
adalah negara 'hukum' kalau ternyata sebagian besar urusan 'hukum' dicemari
oleh rekayasa, manipulasi, penyelewengan, pelanggaran, dan sebangsanya yang
buntut-buntutnya adalah 'ketidak adilan'?
Apakah segala atribut 'negatif' tsb cukup layak untuk disandang oleh negara
'hukum'? Menurut saya, sama sekali tidak. Karena upaya untuk mencegah dan
menanggulangi segala hal 'negatif' tsb tidak pernah serius dipikirkan,
apalagi dilakukan.

Saya cenderung untuk merubah saja negara Indonesia dari negara 'hukum'
menjadi negara 'sayur'. Kenapa? Lihat saja, Indonesia kaya dengan segala
sayuran yang bisa dimanfaatkan tidak saja untuk pelengkap makanan setiap
harinya, namun juga bisa dipakai untuk obat-obatan (tradisional maupun
modern). Kalau kita punya semangat dan motivasi menjadikan negara ini
adalah negara 'sayur' di era globalisasi ini, kesempatannya adalah sangat
menantang. Kita punya daerah subur, punya banyak sekolah dan universitas
pertanian, mestinya kita bisa membudidayakan sayuran sedemikian rupa
sehingga bisa menjadikannya berkualitas ekspor dan menembus pasar global.
Lihat Thailand, Philipina, dan negara-negara Amerika Latin yang telah
dikenal sebagai negara 'buah'. Pasaran dan ekspor mereka sedemikian
hebatnya memasuki negara-negara lain. Apakah mereka malu di sebut negara
'buah'?, sama sekali tidak, dan bahkan mereka sangat bangga bisa menemukan
durian Bangkok dan pepaya Brasil di USA.

Kenapa kita tidak mencoba dengan bayem Yogya atau kangkung Lombok untuk
go-international? Apakah malu nanti kalau Indonesia disebut negara 'sayur'?
Apakah sebutan ini sama sekali tidak sebanding dan segagah negara 'hukum'?

Kita masih terbelenggu oleh kata-kata yang 'gagah' dan 'revolusioner'
seperti negara hukum dan rasa nasionalisme, yang sama sekali tidak punya
arti jelas dan hanya berupa 'pepesan kosong' saja.

Lihatlah USA dan Jepang, dengan sistem hukum yang diterapkan dan dianut
dengan konsekuen oleh aparat dan rakyatnya, ternyata tidak pernah menyebut
negaranya sebagai negara 'hukum'. Lalu, ngapain Indonesia yang justru
amburadul 'hukum'nya tsb begitu bangganya menyebut sebagai negara 'hukum'?

Lupakanlah negara 'hukum' ini. marilah kita bersama-sama menjadikan
Indonesia sebagai negara 'sayur'.

Salam,
Budi



Re: Indonesia: negara hukum vs negara sayur

1999-07-28 Terurut Topik Yusuf-Wibisono

Rekan-rekan permias@ yth.,

Sudah lama saya tergelitik dengan pemikiran seperti judul posting ini, yaitu:

Indonesia: negara hukum vs. negara sayur?

Maksudnya, adalah sama sekali salah kalau banyak pejabat, pakar, dan
sebagian banyak orang selalu menyebut bahwa Indonesia adalah negara
'hukum'. Mereka menyebut itu dengan bangganya, dengan gagahnya, dan bahkan,
dengan arogannya.

Yw: Bukan arogan... Emang udah bawaan dari kecil, kali? ;-)

Apa buktinya kalau Indonesia adalah negara 'hukum'?

Yw: Menurut saya, sih: Indonesia itu negara hukum. Absolutely.

Tapi hukum rimba! (Ini mengutip komentar Pak Hartoyo Wignyo.).
Beberapa ciri-ciri ;-) hukum rimba.
- Yg kuat menang. (Ini udah pada tahu kali, ya?)
- Si raja rimba can change the rule of the game in the
  middle of the game. Ibarat olah raga, nih misalnya: pertandingan
  basket, tim satu, katakanlah tim B (atau supaya agak panjang tim
  BBD), main lawan tim si raja rimba. Nah,... setelah ketinggalan
  100-0, si raja rimba langsung aja merubah peraturan: yg 100
  buat gue, yg 0 lu ambil, deh...; dan
- Si raja rimba can change the game itself! Tadinya pertandingan
  basket, diubah jadi pertandingan pantomim! Kalo basket kan
  itungannya bola masuk ke jala. Yg paling banyak masukin, menang.
  Jadi si BBD udah dapet 100, dia yg calon menang; tapi begitu
  diubah jadi pertandingan pantomim... Kan nggak itungan masukin
  bola berapa kali. Yg menang ya siapa yg paling lucu gerakannya...
  Dan di dunia ini, siapa sih yg gerakannya lebih lucu dari
  si raja rimba? Lu ta'u deh, yg koruptor malah dilindungi...
  si pelapor korupsi malah diuber-uber sampe ke liang kubur,
  sambil dikatain pula: manusia apa monyet... Kalopun ada yg
  lebih lucu dari itu, ya paling kroninya yg begituan juga. ;-)

   Jadi: kalo dibilang bukan negara hukum, kayaknya kurang tepat. ;-)

Apakah banyaknya penegak hukum doyan sogokan itu benar di negara 'hukum'?

Yw: Negara hukum rimba, ya oke aja. Apa aja oke, asal kuat. ;-)

Eh, tapi selain negara hukum rimba, Indonesia ini juga negara
hukum karma! Jadi ya, nggak usah kuatir... cepat atau lambat,
yg macem-macem ada balesannya juga. ;-)

Apakah permainan uang di pengadilan itu benar di negara 'hukum'?

Yw: Jangankan main uang, main gundu pun jadi... ;-)

Apakah KKN yang tidak pernah ditindak itu benar di negara 'hukum'?

Yw: Lho, siapa bilang tidak pernah ditindak? KKN itu selalu
ditindak, lho? Cuma masalahnya, seringkali yg menindak itu
lebih KKN dari yg ditindak... Jadi looping. ;-)

Apakah menembak mati mahasiswa demonstrasi dibenarkan di negara 'hukum'?

Yw: Nah, kalo ini nggak bener!

Yg bener itu bukan dibenarkan, tapi dibenar-benarkan. ;-)

Apakah banyaknya orang yang belum tentu salah di penjara itu benar di
negara 'hukum'?

Yw: Ya, daripada nggak ada kerjaan (sipir penjaranya) barangkali? ;-)

Dan masih banyak apakah.. apakah. yang lainnya.

Yw: Jangan banyak-banyak deh... Capek nulisnya. ;-)

Lalu, kenapa kita begitu ngotot dan bangganya mengatakan bahwa negara kita
adalah negara 'hukum' kalau ternyata sebagian besar urusan 'hukum' dicemari
oleh rekayasa, manipulasi, penyelewengan, pelanggaran, dan sebangsanya yang
buntut-buntutnya adalah 'ketidak adilan'?

Yw: Lah, ini baru kena ke pokok permasalahan! Kalo ada yg bilang
Indonesia negara hukum, itu tidak sangkalable (tidak bisa
disangkal). Pertanyaannya sekarang kita ubah: apakah Indonesia ini
negara adil?

Kalo negara hukum sih bisa aja negara hukum (hukum rimba dan
hukum karma). Tapi apakah negara adil?

Hukum dan keadilan itu, seperti anda mungkin sudah tahu persis,
dua hal yg berbeda banget.

Jadi fokusnya (kalo mau bener): tegakkan keadilan!
Bukan tegakkan hukum.

You know, kalo semua orang koar-koar:
tegakkan hukum, tegakkan hukum,... padahal kita tahu persis
hukum yg berlaku adalah hukum rimba... apa nggak cilaka kita.

Apakah segala atribut 'negatif' tsb cukup layak untuk disandang oleh negara
'hukum'? Menurut saya, sama sekali tidak. Karena upaya untuk mencegah dan
menanggulangi segala hal 'negatif' tsb tidak pernah serius dipikirkan,
apalagi dilakukan.

Yw: Keadilan maksudnya? Nah, kalo bicara keadilan, di dunia ini nggak
bisa 100%. Penuntasannya (sampe 100%) mungkin nanti setelah hari
kiamat. Tapi ya, setidaknya bisa mendekati ke arah sana, lah...

Kalo soal hukum, ya, percuma juga diomongin, kalo emang
keadilannya nggak kena.

Saya cenderung untuk merubah saja negara Indonesia dari negara 'hukum'
menjadi negara 'sayur'.

Yw: Wah, jangan dong. Ini sangat menyinggung perasaan.
Khususnya perasaan tukang sayur. ;-)

Kenapa? Lihat saja, Indonesia kaya dengan segala
sayuran yang bisa dimanfaatkan tidak saja untuk pelengkap makanan setiap
harinya, namun juga bisa dipakai untuk obat-obatan (tradisional maupun
modern). Kalau kita punya semangat dan motivasi menjadikan negara ini
adalah negara 'sayur

Re: Indonesia: negara hukum vs negara sayur

1999-07-28 Terurut Topik RiZwAn RiZaL

Ikutan lagi ach,

Salam Mas Yusuf, bagaimana kabarnya?? kepengen nanya mas, Masalah keadilan
memang tujuan utama dari seluruh mahkluk didunia, dan telah mas Yusuf
singgung itu sangat susah digapai, tetapi keadilan itu khan juga harus
berdasarkan sesuatu??

Saya rasa Adil itu bisa hanya dicapai dengan berdasarkan regulasi-regulasi
(hukum) yang tepat untuk  mengarakan dan mendesak rakyat untuk bergerak
lebih kearah keseimbangan (maaf pemakaian katanya sedikit ngambang)

Mas Yusufkhan sudah tahukhan,...Regulasi pada emiten, regulasi pada trader,
regulasi export-import, regulasi ekspansi perusahan2, regulasi penggunaan
tender dsb di Indonesia masih hanya sebagai buku cerita yang dipakai dalam
pengantar tidur adik2 kita dalam arti kata kalau dipakai di dunia nyata
terlalu banyak lobangnya dan masih mudah di ubah2 dengan raja2 kita
...(rajanya banyak karena hutan rimbanya juga dibagi- berdasarakan tipe
hewannya).

Kita berbicara disini bukan berarti kita lebih pinter dengan Oom2 dan tante2
kita (Pembuat hukum) di Jakarta yang notabene jadi ratu2 di Indonesia
tetapi,...karena ratu2 itu sudah terlalu jatuh cinta sekali dengan raja2nya
sehingga maklumlah ratu2nya membuat regulasi berdasarkan apa yang raja2 di
hutannya masing-masing inginkan..

Tetapi kita,...beban apa ??? yang ada juga masih memiliki idelisme yang
tinggi...mumpung kita belum terjebak di antara hukum rimba itu, sekaranglah
kita sarankahn(itu juga kalau kita mampu..he he he)..dan kalau bisa kita
perjuangkan regulasi yang benar2 dibutuhkan rakyat kita

Maaf mas Yusuf...cuma ide loh, Btw gimana mas kelihatannya sekarang mas
Yusuf sudah aktif banget maen saham...lalu kalau begitu bagaimana
perkembangan teknology TELKOMnya dong mas ?? Kapan kita dapat flat
fee..salam hangat dari New Hampshire!!!

Rizwan Rizal


_

Yw: Lah, ini baru kena ke pokok permasalahan! Kalo ada yg bilang
 Indonesia negara hukum, itu tidak sangkalable (tidak bisa
 disangkal). Pertanyaannya sekarang kita ubah: apakah Indonesia ini
 negara adil?

 Kalo negara hukum sih bisa aja negara hukum (hukum rimba dan
 hukum karma). Tapi apakah negara adil?

 Hukum dan keadilan itu, seperti anda mungkin sudah tahu persis,
 dua hal yg berbeda banget.

 Jadi fokusnya (kalo mau bener): tegakkan keadilan!
 Bukan tegakkan hukum.

 You know, kalo semua orang koar-koar:
 tegakkan hukum, tegakkan hukum,... padahal kita tahu persis
 hukum yg berlaku adalah hukum rimba... apa nggak cilaka kita.

 Apakah segala atribut 'negatif' tsb cukup layak untuk disandang oleh
negara
 'hukum'? Menurut saya, sama sekali tidak. Karena upaya untuk mencegah dan
 menanggulangi segala hal 'negatif' tsb tidak pernah serius dipikirkan,
 apalagi dilakukan.

Yw: Keadilan maksudnya? Nah, kalo bicara keadilan, di dunia ini nggak
 bisa 100%. Penuntasannya (sampe 100%) mungkin nanti setelah hari
 kiamat. Tapi ya, setidaknya bisa mendekati ke arah sana, lah...

 Kalo soal hukum, ya, percuma juga diomongin, kalo emang
 keadilannya nggak kena.

 Saya cenderung untuk merubah saja negara Indonesia dari negara 'hukum'
 menjadi negara 'sayur'.

Yw: Wah, jangan dong. Ini sangat menyinggung perasaan.
 Khususnya perasaan tukang sayur. ;-)

 Kenapa? Lihat saja, Indonesia kaya dengan segala
 sayuran yang bisa dimanfaatkan tidak saja untuk pelengkap makanan setiap
 harinya, namun juga bisa dipakai untuk obat-obatan (tradisional maupun
 modern). Kalau kita punya semangat dan motivasi menjadikan negara ini
 adalah negara 'sayur' di era globalisasi ini, kesempatannya adalah sangat
 menantang. Kita punya daerah subur, punya banyak sekolah dan universitas
 pertanian, mestinya kita bisa membudidayakan sayuran sedemikian rupa
 sehingga bisa menjadikannya berkualitas ekspor dan menembus pasar global.

Yw: Oh, maksudnya itu. Ya, bisa aja, sih. ;-)


__
Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com