Re: Mencegah Indonesia Jadi Mobocracy

2001-03-10 Terurut Topik Ramadhan Pohan

Belakangan server nya ada masalah, tapi sekarang nggak lagi lah. Namun mau
lebih aman pakai yang co.id saja.


tabik,
rap
###


From: Nasrullah Idris [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: Indonesian Students in the US [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: Mencegah Indonesia Jadi Mobocracy
Date: Fri, 9 Mar 2001 07:21:49 +0700

From: Ramadhan Pohan [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Date: Thursday, March 08, 2001 04:04
Subject: Mencegah Indonesia Jadi Mobocracy


Ini tulisan kawan kita, Yohanes. Bagaimana dengan kontribusi draft nya?
Mbak Suzie, mana tulisannya buat Jawa Pos?
salam,
ramadhan pohan
===
Wah, saya susah benget euy masuk ke Jawa Pos.
Siapa yang mau tendem tulisan nih?

Salam,

Nasrullah Idris
--
Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi
http://bdg.centrin.net.id/~acu
http://google.yahoo.com/bin/query?p=Nasrullah+Idrishc=0hs=0
Email Lain : [EMAIL PROTECTED] untuk darurat saja

_
Get your FREE download of MSN Explorer at http://explorer.msn.com



Re: Mencegah Indonesia Jadi Mobocracy

2001-03-08 Terurut Topik Nasrullah Idris

From: Ramadhan Pohan [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Date: Thursday, March 08, 2001 04:04
Subject: Mencegah Indonesia Jadi Mobocracy


Ini tulisan kawan kita, Yohanes. Bagaimana dengan kontribusi draft nya?
Mbak Suzie, mana tulisannya buat Jawa Pos?
salam,
ramadhan pohan
===
Wah, saya susah benget euy masuk ke Jawa Pos.
Siapa yang mau tendem tulisan nih?

Salam,

Nasrullah Idris
--
Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi
http://bdg.centrin.net.id/~acu
http://google.yahoo.com/bin/query?p=Nasrullah+Idrishc=0hs=0
Email Lain : [EMAIL PROTECTED] untuk darurat saja



Mencegah Indonesia Jadi Mobocracy

2001-03-07 Terurut Topik Ramadhan Pohan

Ini tulisan kawan kita, Yohanes. Bagaimana dengan kontribusi draft nya?
Mbak Suzie, mana tulisannya buat Jawa Pos?
salam,
ramadhan pohan
##

http://www.jawapos.com/cetak/detail.php?u_cat=5936

Kamis, 08/03/2001 - 21:03 WIB
Mencegah Indonesia Jadi Mobocracy

Oleh Yohanes Sulaiman



Beberapa waktu lalu, saya menghadiri Kongres Permias yang diselenggarakan
oleh Permias Chicago. Saat itu, saya bertanya kepada Mr Jeffrey Winters,
yang dikenal sebagai salah satu pakar Indonesia, tentang apakah mungkin
Indonesia lebih baik kembali ke sistem kediktatoran.
Winters menentangnya. Dia justru menyatakan bahwa jauh lebih baik jika
terjadi lagi kejadian seperti Mei 1998, ketika para mahasiswa kembali turun
ke jalan dan menggulingkan semua elite penguasa yang korup dan membentuk
pemerintahan baru yang benar-benar bersih. Intinya adalah revolusi total.
Ide Mr Jeffrey Winters adalah ide marxis. Salah satu intinya adalah kaum
proletar (mahasiswa, buruh, rakyat kecil) melakukan revolusi dan
menggulingkan elite yang korup untuk membentuk pemerintah baru yang jujur,
bersih, dan sosialis. Waktu itu saya meng-counter dengan menyatakan bahwa
secara teoretis/idealis, ide ini memang menarik. Tapi, dalam praktik, ide
ini memiliki kelemahan besar. Salah satunya adalah banyaknya darah yang
tertumpah. Jawaban Mr Winters adalah sekarang saja darah sudah banyak tumpah
(di Maluku, Kalimantan, dsb), jadi apa bedanya?
Jawaban Mr Winters terus terang menjadi bahan pikiran saya terus-menerus.
Apakah memang lebih baik kita mengulang peristiwa Mei 1998 dengan catatan
bahwa kita benar-benar menyapu bersih semua antik KKN di pemerintah dan
membentuk pemerintah baru yang bersih dan stabil? Namun, semakin saya
pikirkan ide ini, saya justru semakin skeptis mengingat bahaya yang kurang
diperhitungkan Mr Winters, yakni mobocracy.
Apa itu mobocracy? Tak seperti demokrasi yang merupakan pemerintahan oleh
rakyat, mobocracy adalah bentuk pemerintahan yang menggunakan emosi rakyat.
(mob: massa yang mengamuk, cracy: pemerintahan).
Mobocracy timbul karena kaum-kaum elite menggunakan emosi rakyat sebagai
alat untuk memaksakan kehendak mereka. Mobocracy sering terjadi dalam negara
yang pemerintahan pusatnya kurang stabil. Contohnya, negara-negara yang baru
lepas dari sistem authoritarian dan menuju sistem demokrasi.
Kejatuhan sistem authoritarian menyebabkan kekuasaan jatuh ke tangan
segelintir kelompok-kelompok politik atau ke tangan elite-elite politik yang
memiliki dukungan golongan. Namun, seperti biasanya, dalam pemerintahan,
akan terjadi pertentangan antara kaum-kaum elite ini. Sering satu kelompok
terdesak dan merasa kedudukannya terancam seperti karena skandal, kurangnya
legitimasi, atau melemahnya posisi mereka.
Bisa juga salah satu atau beberapa kaum elite ingin mendapat dukungan lebih
banyak dari rakyat demi legitimasi. Cara termudah untuk lebih banyak
mendapatkan dukungan adalah mereka berupaya membangkitkan emosi rakyat
dengan berusaha membuat rakyat atau kelompoknya merasa kepentingan mereka
terancam.
Ada beberapa faktor yang bisa "membantu" kaum elite membakar emosi rakyat.
Pertama: adanya rasa takut dalam diri rakyat sendiri. Misalnya, kalau rakyat
merasa kepentingan mereka terancam oleh unsur yang mereka anggap dari luar.
Kedua: adanya faktor satu target atau musuh pada rakyat yang sedang
dibangkitkan emosinya itu. Ketiga: kondisi ketika pemerintahan sedang labil
yang disebabkan kekalahan perang, kerusakan ekonomi, atau masa pergantian
pemerintahan dari autocracy ke oligarchy atau democracy.
Banyak contoh mobocracy dalam sejarah. Misalnya. Revolusi Prancis, Revolusi
Rusia, Cultural Revolution di Cina, dan pembantaian di Rwanda. Salah satu
contoh yang paling tragis adalah pembantaian di Rwanda. Seperti diketahui,
pembantaian di Rwanda meletus bersamaan dengan terbunuhnya Presiden Rwanda
yang berasal dari kaum Hutu. Elite-elite yang merupakan kelompok Presiden
Rwanda kemudian menyatakan bahwa kaum Tutsi merupakan bahaya laten dan
menyerukan agar orang-orang Hutu "membela diri" dengan menyerbu kaum Tutsi.
Hasilnya adalah pembantaian besar-besaran atas kaum Tutsi.
Contoh di atas memberikan gambaran bahwa betapa berbahayanya mobocracy ini
bagi kaum yang merupakan "target"-nya. Namun, di sisi lain, pada akhirnya,
mobocracy ini justru tak terkendali, bahkan membahayakan posisi kaum elite
yang memulainya.
Pada akhirnya, justru mobocracy tak bisa dikendalikan. Kaum elite yang sudah
menanamkan ide ini kepada rakyat tak sanggup mengendalikannya dan justru
terpaksa mengikuti "arus" dan kehilangan kontrol untuk membuat kebijakan
rasional. Massa yang sudah tak bisa dikendalikan akan merusak segala aspek
sosial seperti ekonomi. Lebih buruk lagi kalau massa kemudian melakukan
tindakan penghancuran atau pembunuhan masal yang pasti lebih mengerikan
daripada tragedi Rwanda. Sering akhir mobocracy adalah kehancuran negara dan
kembalinya negara tersebut ke sistem kediktatoran atau lebih buruk lagi
adalah ketakstabilan seca