Re: Ambisi Amien Rais

1999-02-02 Terurut Topik Dodo D.

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Thanks Bung Rosadi,
Saya senang membaca ulasan anda yang panjang lebar, tentang masalah
yang saya angkat, yang sebenarnya cuma untuk mengisi kekosongan bahan
diskusi beberapa hari yang lalu. Ternyata masalah yang saya angkat
bisa berkembang menjadi bahan diskusi yang cukup menarik.

Argumen Bung Rosadi juga sekaligus menambahkan apa yang telah saya
diskusikan dengan Bung Ridwan pada topik yang lainnya (Re: Menyikapi
Soeharto).

Wassalam

---Mohammad Rosadi [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Assalamualaikum wr.wb

 Alloo bung Bridwan dan bung Dodo..., saya mo ikutan ni..:)

 Saya tertarik sekali mengikuti diskusi anda berdua tentang pak Amien
 Rais. Ada beberapa hal yang mau sampaikan sehubungan dengan diskusi
anda
 tsb. Mudaha-mudahan berguna bagi kita semua.

 Pertama: Menurut hemat saya, tidak selamanya salah seseorang itu masuk
 kedalam pusat kekuasaan, sekalipun kekuasaan tersebut berada ditangan
 orang-orang yang rakus harta dan gila kekuasaan. Adakalanya diperlukan
 orang-orang yang baik dan jujur untuk memberikan sedikit pelita atau
 cahaya ditengah "kegelapan" yang dominan tersebut, agar orang-orang
lain
 yang masih punya iman, tidak terjerumus lebih dalam lagi ke jurang
 kesesatan.Malah akan lebih buruk lagi akibatnya, jika TIDAK ADA lagi
 orang-orang baik dan jujur didalam pusat kekuasaan, yang senantiasa
 memberi contoh dan nasehat yang baik kepada penguasa yang lalim
 sekalipun. Bukankah nantinya sang penguasa akan semakin menjadi
 bertambah buruk dan lalim..??? Hanya mungkin pertanyaannya adalah
sampai
 seberapa jauh orang-orang baik ini bisa mempengaruhi lingkungannya
 (bukannya malah dipengaruhi oleh lingkungannya)? Jika memang
orang-orang
 baik ini dapat meminimalkan pengaruh buruk dari lingkungannya terhadap
 diri dan keluarganya dan tetap konsisten dalam membela kebenaran, saya
 rasa kehadiran mereka ini dipusat kekuasaan akan lebih banyak
manfaatnya
 ketimbang mudharatnya. Kehadiran mereka mungkin  bisa dibaratkan
seperti
 ikan yang tubuhnya tidak ikut asin, walaupun hidup didalam air laut
yang
 asin(mengutip perkataan ulama besar Mesir Sayyid Qutb tentang
kehidupan
 seorang muslim yang baik).

 Kedua: Mengenai pak Amien Rais, saya mencoba melihat beliau sebagai
 seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan.
 Adakalanya beliau memang salah dalam berbuat dan bertindak. Gus Dur
saja
 yang katanya selalu menghindari dan tidak mau masuk kedalam pusat
 kekuasaan, nyatanya seringkali berbuat keliru dan kontroversial,yang
 malah mencerminkan dirinya seolah dekat dengan pusat kekuasaan itu
 sendiri.Sebaliknya kita juga dapat melihat dengan mata telanjang
betapa
 orang-orang baik yang dulu ikut masuk dalam lingkaran
kekuasaan(seperti
 bp. Amien Rais dan bp. Sri Bintang Pamungkas),cukup berani mengoreksi
 dan mengkritik kebijakan-kebijakan rejim Orde baru (baca:Soeharto)yang
 keliru. Disinilah saya menaruh rasa hormat kepada mereka berdua...,
 berani menyuarakan kebenaran secara terang-terangan disaat rejim Orde
 baru SANGAT BERKUASA dahulu, bukannya baru mengkritik dan buka mulut
 SETELAH rejim orba jatuh (seperti yang dilakukan kebanyakan orang saat
 ini, termasuk kita yang ada di Milis ini).

 Ketiga: Kehadiran ICMI memang sulit dipisahkan dari rejim Orde Baru,
 sepertinya juga organisasi-organisasi intelektual non Islam lainnya
 seperti PIKI,Intelektual pancasila, hindu,dsb (saya lupa namanya),
yang
 juga merupakan bentukan rejim ORBA. Saya sendiri melihat bahwa
kehadiran
 para cendikiawan muslim di ICMI sejak dulu TIDAK SELALU menjadi
 "pelayan" rejim Orba, karena di ICMI sendiri berkumpul para
cendikiawan
 dari berbagai latar belakang dan karakter yang berbeda. Disatu sisi di
 ICMI memang terdapat orang-orang yang sikap dan mentalnya seperti
budak
 belian, yang mengikuti apa saja kemauan penguasa kala itu. Namun
disisi
 lain banyak pula anggota ICMI yang punya sikap tegas mengoreksi segala
 penyimpangan yang dilakukan rejim orba(seperti bp.Amien Rais,Sri
Bintang
 Pamungkas,Cak Nur,dll). Jadi kurang bijaksana rasanya jika kita
menilai
 pribadi seseorang berdasarkan bergabung tidaknya seseorang kedalam
ICMI
 atau ke dalam lingkaran kekuasaan mantan presiden Soeharto dahulu.
Masih
 banyak variabel yang harus dimasukkan dalam memberikan penilaian.

 Keempat: Saya ingin mengajak rekan-rekan semua untuk tetap berpikir
dan
 bersikap kritis dalam batas-batas kewajaran. kejadian-kejadian buruk
 yang menimpa bangsa dan negara kita saat ini bukanlah karena kesalahan
 mantan presiden soeharto dan antek-anteknya semata. Kita semua
(kecuali
 bayi yang lahir sesudah tanggal 21 mei 1998 lalu) ikut punya andil
atas
 terjadinya segala macam krisis yang menimpa Indonesia saat ini. Oleh
 karena itu, alangkah lebih bijaksana-nya jika kita menilai seseorang
 TIDAK SEBATAS tindakan atau perbuatannya di masa lalu saja(terutama
saat
 rejim Orba berkuasa), melainkan LEBIH kepada apa yang dilakukan orang
 tersebut saat ini dan di masa mendatang. Kalaulah orang-orang seperti
 

Re: Ambisi Amien Rais

1999-02-01 Terurut Topik bRidWaN

Rekan Dodo Yth,
Saya pribadi sebenarnya tidak begitu
tertarik untuk membicarakan tokoh yang
satu ini. Mengapa ??
Karena saya belum bisa sepenuhnya melihat
beliau lepas dari pusat kekuasaan.
Memang betul beliau sangat aktif didalam
perjuangan sebelum bulan Mei yang lalu,
tetapi saya melihatnya lebih pada usaha
penggulingan Pak Harto pada saat itu.

Sekali lagi ini adalah pendapat pribadi,
dan tentunya (atau mungkin) akan banyak
rekan yang tidak setuju dengan pemikiran
saya ini. Dan saya siap untuk 'salah'.
Keterlibatan beliau dalam organisasi
ICMI mungkin menjadi salah satu alasan
saya berpendapat demikian.

Mengenai tokoh yang lebih kuat, saya setuju
dengan pendapat anda, bahkan mungkin saya
melihatnya sebagai 'kekalahan ronde 1' untuk
tokoh yang satu ini. Ronde 1, artinya masih
akan banyak lagi ronde-ronde berikutnya,
dengan segala kemungkinannya.

Saya hanya bisa berdoa, semoga Pak Amien
diberikan kekuatan lahir dan bathin untuk
terus berjuang sesuai dengan harapan rakyat
Indonesia, bukan sesuai dengan harapan pihak
pihak tertentu. Dan semoga pemikiran saya
diatas ini adalah 'tidak benar'. Amin.


Salam,
bRidWaN


At 08:17 01/02/99 -0800, DODO DOLITET wrote:
Assalamu'alaikum,

Rekan2 Permias sekalian,
Kelihatannya kita agak kehabisan bahan untuk di bicarakan di forum
ini. Saya coba ajak rekan2 untuk menanggapi pernyataan Amien Rais di
depan deklarasi PAN di Senayan yang mengatakan bahwa dia tidak akan
ngotot lagi untuk jadi presiden. (Jawapos, 1 Feb. 99)

Saya kira hal ini menarik untuk di cermati karena AMien Rais adalah
tokoh yang selama era reformasi ini paling banyak di sorot dan paling
banyak membuat manuver politik. Saya rasa, Amien juga merupakan orang
yang paling berpotensi untuk menduduki kursi kepresidenan bila
dibanding kandidat lainnya, (dengan catatan Nurcholis Madjid tetap
pada posisi netral).

Kalau Amien mengatakan bahwa dia tidak ngotot lagi untuk jadi
presiden, justru saya melihat kesan yang sebaliknya di belakang
pernyataan tersebut. Sejak agenda reformasi digulirkan sampai dengan
sekarang, Amien adalah tokoh yang paling berambisi untuk jadi
presiden. Dia bahkan pernah menolak untuk di jadikan menteri di
kabinet reformasi, dan tegas2 mengatakan bahwa dia mengincar kursi
kepresidenan. Kalau sekarang dia mengatakan bahwa tidak akan ngotot
lagi untuk memperebutkan kursi kepresidenan, saya rasa hal itu bukan
berarti bahwa ambisinya untuk jadi presiden menjadi kendur. Saya
lebih cenderung melihat hal itu sebagai gejala, bahwa dia mulai
bersikap hati hati dan realistis. Dia menyadari bahwa dirinya bukan
satu satunya calon kuat untuk menjadi presiden di periode mendatang.
Rival2 politiknya dari kubu yang lain juga mempunyai peluang yang
sama kuatnya, dan bahkan dia melihat Megawati mempunyai posisi yang
paling kuat.

Dengan pernyataannya itu, Amien Rais terkesan menjaga dirinya agar,
"tidak berangan angan terlalu muluk, sehingga kalau nantinya jatuh
tidak akan terlalu sakit."

Pernyataannya yang lain yang mengatakan bahwa dia tidak akan menjadi
orang nomer dua kalau Mega menang, juga mengisyaratkan bahwa dia
masih punya ambisi yang besar untuk menjadi orang nomor satu, atau
setidaknya dia akan merasa "gengsi" kalao kalah terus menjadi orang
nomor dua. Bagi dia, lebih baik tidak jadi sama sekali daripada hanya
menjadi orang nomor dua. Seandainya orang lain yang menjadi presiden,
dia tentunya akan berdiri di posisi yang berlawanan atau sebagai
kelompok oposisi yang terus terusan memberikan kritik kepada
pemerintahan, seperti yang selama ini dia laksanakan. Dia juga akan
mengkonsolidasi kekuatannya, dan mungkin akan menyusun kekuatan yang
lebih besar untuk bertarung pada pemilu berikutnya.

Walaupun saya sendiri mengakui bahwa AMien Rais adalah orang yang
paling berpotensi untuk menjadi presiden, dengan latar belakang
politiknya yang mumpuni dibanding tokoh2 yang lain, tapi ada satu hal
dari pernyataannya yang mengisyaratkan bahwa dia sendiri masih suka
terbawa oleh emosinya.

Dia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang demokrat tulen, dan akan
menghargai siapapun yang menang dalam pemilu nanti. Tapi sejenak
kemudian, dia mengeluarkan pernyataan yang bertentangan, yang justru
mencerminkan "ketidak demokratan" dirinya dengan mengatakan bahwa
apabila Golkar menang nanti, pasti ada unsur manipulasi di dalamnya.
Kecurigaan semacam ini seharusnya tidak terjadi pada seorang tokoh
seperti dia. Kalau memang dia melihat hal itu akan terjadi,
seharusnya dia mencegahnya dari sekarang, bukannya setelah Golkar
menang kemudian hal itu dianggap sebagai manipulasi.

Saya rasa itu yang bisa saya tangkap dari pernyataan Amien Rais
2 hari yang lalu di Senayan.

Mungkin ada tanggapan dari rekan2 yang lain..???

Wassalam