LIPI membantah berita itu, berikut ini siaran pers koreksi atas berita Kompas yang saya kopi dari milis BIOTEK.
Teman-teman warga malinglist Biotek yang berbahagia, Sehubungan dengan banyak pertanyaan tentang pemberitaan di kompas, buat teman-teman anggota mailinglist biotek perlu saya sampaikan kondisi yang saat ini. Di samping itu wartawan ybs sdh bertemu dengan KaLIPI untuk diklarifikasi, Sekaligus memanfaatkan kesempatan ini untuk mengkoreksi berita kompas tentang pelepasan transgenik dari Biotek yang salah juga. Bahwa dinyatakan padi trasngenik biotek sudah uji mutlilokasi 20 tempat, yang benar adalah saat ini masih pada tahap uji lapangan terbatas. SIARAN PERS Sehubungan dengan pemberitaan di Kompas tanggal 11 September 2008, berjudul Periset Pilih Hengkang, perlu kami luruskan sebagai berikut: 1. Dr. Inez Hortenze Slamet Loedin, saat ini mendapat penugasan LIPI di International Rice Research Institute (IRRI) Los Banos Philipina. Penugasan ini juga merupakan tindak lanjut MOU antara LIPI dengan IRRI dalam penelitian dan pengembangan Padi. Kerja sama dengan IRRI mempunyai arti strategis karena hasil-hasil dari IRRI telah lama dimanfaatkan di Indonesia . Puslit Bioteknologi telah mendapat manfaat banyak dari kerja sama ini antara lain dengan pengiriman schuttle scientist ke IRRI. Pada tahun 2008 sudah dua orang peneliti melakukan penelitian di IRRI, yaitu Dr. Satya Nugroho dan Dra. Syamsidah, MSc Dari Pihak IRRI sudah 2 orang peneliti dan satu teknisi datang ke Pusat Bioteknologi LIPI dalam rangka penelitian dan pemberian kuliah/pelatihan. Meskipun Dr. Inez telah berkantor di IRRI, tugas sebagai peneliti di LIPI masih dilakukan dan penelitian yang sudah dirintis tetap berjalan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Kerjasama penelitian padi tidak saja dilakukan dengan IRRI, tetapi juga dengan Negara-negara maju seperti Belanda dan Australia. Saat ini bahkan sedang diperluas dengan Negara Iran untuk pengembangan padi tahan kekeringan sebagai tindak lanjut kerjasama RI dan Iran. Pada prinsipnya Puslit bioteknologi mengadakan kerjasama dengan pihak luar bertujuan : 1. Memperkuat kemampuan para peneliti dalam bidangnya masing-masing 2. Meningkatkan mutu penelitian 3. Memperoleh akses ke media publikasi internasional 4. Mengikuti perkembangan global dalam bidang IPTEK 5. Pemanfaatan sarana penelitian yang mutakhir di luar negeri 6. Memecahkan kendala keterbatasan sarana dan prasarana penelitian serta dana penelitian 2. Dr. Ines Atmo Soekarto, saat ini sedang melakukan training di ANU (Australian National University) sebagai visiting fellow dan dibimbing oleh Professor yang pernah membimbing PhD. Karena training yang dilakukan langsung berhubungan dengan komersialisasai hasil riset maka yang dilakukan adalah on job training di salah satu perusahan binaan ANU semacam Start Up Company yaitu LIPPOTEK Ltd. Pada akhir September 2008 Dr. Ines ini akan kembali ke Indonesia. Materi training yang dilakukan adalah komersialisasi vaksin. Tema ini sangat bermanfaat untuk Indonesia karena berkaitan dengan apa yang sedang diteliti di Puslit Bioteknologi LIPI dimana Dr. Ines menjadi coordinator yaitu pengembangan protein M2 yang ada kaitannya dengan pengembangan vaksin flue burung. Salah satu kebijakan Puslit Bioteknologi LIPI dalam rangka mempercepat pemanfaatan hasil riset ke dunia industri adalah dengan melakukan pemagangan di industri-industri. Karena prinsip learning by doing di perusahan komersial sangat bermanfaat untuk komersialisasi produk. Hal semacam ini telah banyak dilakukan para lembaga riset yang telah berhasil mengkomersialkan hasil riset ke industri di beberapa Negara. Selama Dr. Ines bertugas di Australia penelitian yang berada di Indonesia tetap berjalan dengan baik. Komunikasi dengan para peneliti bawahannya cukup lancar. Sebagai indikator untuk itu adalah penelitian tentang ekspresi protein M2 yang dilakukan oleh para anggota penelitinya telah dievaluasi oleh tim evaluator (monev) LIPI dan dinyatakan cukup bagus dan laik untuk diteruskan. Penelitian M2 ini mempunyai arti yang sangat strategis dalam pengembangan vaksin sintetis untuk flue burung. Bahkan diharapkan vaksin ini dapat berfungsi ganda yaitu di samping pencegahan juga dapat menyembuhkan, tidak seperti vaksin konvensional yang berasal dari virus yang dilemahkan yang dipakai untuk pencegahan saja. Bogor, 11 September 2008 Kepala Pusat Bioteknologi LIPI Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya Furqon Azis <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Periset Pilih Hengkang Perhatian Pemerintah Dianggap Kurang Kamis, 11 September 2008 | 00:50 WIB Jakarta, Kompas - Sejumlah periset bidang unggulan pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI memilih hengkang ke luar negeri. Alasannya, mereka menilai perhatian pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana penelitian sangat kurang sehingga penelitian tidak bisa berjalan optimal. Nyaris tidak ada iklim yang bisa mendorong lembaga-lembaga riset di Indonesia menjadi optimal. Keterbatasan dana riset tidak diatasi dengan mengoptimalkan kerja sama lintas lembaga riset yang ada, kata Ines Irene Atmosukarto, yang sebelumnya menjadi periset pada Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Dia sebelumnya mengembangkan riset unggulan untuk pembuatan vaksin flu burung. Sejak awal 2007, Ines hengkang ke Australia. Ia bekerja di sebuah perusahaan bioteknologi di Canberra yang bergerak di bidang penelitian pembuatan vaksin. Selama riset tiga tahun antara 2003 dan 2006, Ines menemukan cara membuat protein M2 yang terdapat pada virus flu burung dengan bahan dari keanekaragaman hayati lokal. Menurut dia, ketika dihubungi awal pekan ini, hasil risetnya itu berpeluang untuk dijadikan vaksin sintetis flu burung (H5N1). Tetapi, penelitian sampai ke pembuatan vaksin tidak bisa berlanjut di LIPI karena keterbatasan sarana dan prasarananya, ujarnya. Inez Slamet-Loedin, periset bidang unggulan di bidang tanaman pangan padi dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, juga pindah ke Filipina dan bekerja pada International Rice Research Institute (IRRI) sejak 1 Agustus 2008. Inez sebelumnya mengembangkan riset unggulan LIPI berupa rekayasa genetika tanaman pangan padi untuk menghasilkan varietas tahan kekeringan dan banjir. Kedua periset itu mengungkapkan, hambatan riset dialami di Indonesia juga karena periset lebih disibukkan pada urusan administratif. Urusan administratif membuat riset di Indonesia lebih lama. Misalnya, untuk riset pembuatan vaksin di Australia memakan waktu 10 tahun, kalau di Indonesia bisa tiga kali lipatnya, ujar Ines Irene Atmosukarto. Kepala LIPI Umar Anggara Jenie menanggapi, pindahnya para periset LIPI itu memang disebabkan sarana dan prasarana penelitian yang dimiliki pemerintah kurang memadai. Namun, ke depan, diharapkan ada perbaikan. Pada waktunya diharapkan mereka kembali ke LIPI dan mengembangkan riset di Tanah Air, kata Umar. 622 satker riset Sekretaris Dewan Riset Nasional Tusy A Adibroto mengatakan, selama ini memang tidak terjalin kerja sama yang baik. Saat ini terdapat 622 satuan kerja atau satker riset, kata Tusy. Satker riset sebanyak itu terdapat pada 114 perguruan tinggi negeri, 301 perguruan tinggi swasta, 91 lembaga penelitian nondepartemen, 76 lembaga penelitian departemen, 24 lembaga penelitian daerah, 8 lembaga penelitian badan usaha milik negara, dan 8 lembaga penelitian milik swasta. Dari pemetaan riset pada 2006-2007 diketahui terjadi duplikasi riset. Misalnya, ada 11 lembaga riset yang meneliti masalah biofuel dari minyak sawit dengan anggaran dari pemerintah Rp 10 miliar. Ini contoh pemborosan anggaran riset akibat duplikasi, kata Tusy. Deputi Menteri Negara Riset dan Teknologi Bidang Program Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Teguh Rahardjo mengatakan, selama ini tidak ada instrumen untuk memantau jenis riset yang dikembangkan setiap lembaga riset. Begitu pula mekanisme koordinasi dan komunikasi di antara lembaga riset yang tersebar di Indonesia belum tercipta. (NAW) http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/11/00504716/periset.pilih.hengkang