-------Original Message------- From: mouse gun Dari pengalaman saya, terutama dengan kaliber 5.56x45mm NATO atau dikenal juga dengan .223 Remington (sama dengan yg digunakan di SS1 Marinir), maka ricochet saat peluru mengenai tanah bisa saja terjadi walaupun permukaan tanah berupa tanah biasa tanpa bebatuan. Yg lebih menentukan probability dari ricochet adalah angle of impact terhitung dari nadir (sumbu tegak lurus dari permukaan tanah). Makin jauh impact area di permukaan tanah dari si penembak, maka makin besar pula off-nadir impact angle dari peluru. Makin besar sudut off-nadir impact angle ini, makin besar kemungkinan ricochet akan terjadi.
Tembakan "Dopper" yg disebutkan oleh Dankormar adalah praktek menembakkan peluru tajam di depan prajurit utk memberikan simulasi dari effects pertempuran. Akan tetapi Dopper biasanya dilakukan dari samping (misalnya prajurit merayap ke utara, maka pelatih akan melakukan tembakan Dopper ini dari sisi timur ke arah barat, atau sebaliknya. Dengan demikian bila terjadi ricochet, projectile-nya tidak mengenai prajurit yg sedang latihan. Yg ingin saya ketahui di kasus Pasuruan adalah: 1. Peta posisi satuan Marinir relatif terhadap gerombolan massa. 2. Jarak antara Marinir dan massa saat tembakan dilepaskan. 3. Bila melakukan tembakan dopper, lokasi mana yg dijadikan sasaran dopper effects. 4. Jenis peluru yg ditembakkan ( 55 grain lead core/M193, atau 62 grain tungsten core / M855 ) Juga dari pengalaman saya dan teman2 disini, projectile yg sudah ricochet, walaupun masih utuh, biasanya sudah kehilangan most of its energy. Disamping itu peluru ini sudah tidak terbang lurus seperti aslinya. Peluru bisa terbang terbalik, menyamping (keyholing), atau berputar-putar (tumbling) sambil terus melayang di udara. Oleh sebab itu, luka yg ditimbulkan oleh ricochet bullet biasanya memliki penetrasi yg tidak terlalu dalam (superficial) terutama bila peluru mengenai korban dalam posisi keyholing. Kecil kemungkinan peluru 5.56mm yg ricochet dapat menembus tubuh korban. WARNING: untuk yg sensitive terhadap human sufferings, disarankan tidak membaca paragraph berikut dibawah. Informasi ini diberikan sebagai technical information yg menyertai ballistic dan forensic analysis dari luka tembak yg diakibatkan oleh kaliber tertentu. Jenis luka seperti yg dialami oleh bocah 3 tahun, dimana butiran/serpihan peluru memasuki dadanya dan berhenti di tulang rusuk, masuk kriteria luka tembak yg dapat diakibatkan oleh peluru ricochet. Sebab bila ditembakkan secara langsung, si bocah ini tidak akan selamat. Believe me. Peluru 5.56mm ini memiliki high muzzle velocity (3200 FPS di M16A2). Dibawah jarak 100 meter, peluru ini masih terbang diatas kecepatan 2400 FPS, yg berarti dia masih memiliki energy sangat besar bisa mengenai korban. Walaupun massa peluru kecil, namun karena kecepatan yg tinggi energy yg dikandung tetap besar. Saat peluru jenis ini memasuki soft tissue (spt tubuh manusia), maka yg akan terjadi adalam transfer of energy dari peluru ke tissue di sekitar luka tembak. Sebab peluru akan mengalami sudden deceleration (perlambatan), sedangkan sesuai hukum fisika harus ada conservation of energy. Jadi energy yg hilang dari peluru akan diserap oleh jaringan lunak di sekitar luka tembak. Jaringan ini akan terhempas oleh energy dari peluru, membuka secara sangat tiba-tiba, mengakibatkan apa yg disebut "temporary cavity" yg sangat besar utk kaliber ini. Temporary cavity ini jauuuuh lebih besar dari lubang yg dibuat peluru itu sendiri. Secepat temporary cavity ini terbentuk, secepat itu pula dia akan collapsed. Proses ini menimbulkan shock pada soft tissues atau organ tubuh disekitar luka. Shock ini yg mengakibatkan memar pada tissues dan organs, yg kemudian mengakibatkan pendarahan dalam yg massive. Bahkan proses terbentuknya temporary cavity ini dapat saja melebihi dari kemampuan tensile kulit manusia, sehingga yg sering terjadi bullet exit wound akan jauh lebih besar dari entry wound. Karena tissues dan kulit simply pecah karena hydro shock yg diterima terlalu besar. Disamping itu caliber 5.56 NATO ini juga memiliki tendensi utk fragmentasi di dalam tubuh korban bila impact dengan tubuh korban terjadi saat peluru masih terbang dengan kecepatan diatas 2400 FPS. Bila saya tidak salah ingat hingga jarak 150 meter hal ini masih berlaku. Peluru yg pecah di dalam tubuh korban akan menghasilkan permanent cavity yg lebih besar, walaupun penetration biasanya juga berkurang (but still enough to go through the body). END of WARNING Jadi utk korban si bocah usia 3 tahun diatas besar kemungkinan dia terkena peluru yg ricochet atau bagian dari peluru yg pecah saat ricochet. Yg membuat saya sangsi atas claim bahwa semua korban terkena peluru ricochet adalah korban ibu hamil yg berada di dalam rumah saat dia tertembak. Dari yg saya baca di koran, ibu ini telah menutup pintu rumahnya saat peluru menembus pintu rumah, mengenai kepala beliau hingga tembus dan mengakibatkan sebagian isi kepala berhamburan di pintu atau dinding. Laporan diatas membingungkan, sebab bila pintu rumah terkena lebih dulu, maka isi kepala akan berhamburan ke arah yg menjauhi pintu rumah, bukan sebaliknya. But for now, saya hanya ingin melihat possibility korban ini terkena peluru ricochet Saya tidak tahu seperti apa pintu rumah beliau. Apakah terbuat solid dari kayu? Ataukah dari tripleks tipis? Atau ada unsur kaca? Juga saya tidak tahu bagian pintu yg tertembus peluru terbuat dari apa. Juga perlu diketahui berapa jauh lokasi rumah ini dari pasukan Marinir. Sebagaimana yg telah kita bahas diatas, peluru yg mengalami ricochet telah kehilangan sebagian dari energynya on impact with the ground. Hasil lain berupa peluru yg terbang while tumbling juga akan mengakibatkan kehilangan energy yg lebih cepat karena friction dengan udara lebih besar (due to the tumbling position of the bullets). Oleh sebab itu saya mempertanyakan apakah peluru yg sudah ricochet masih memiliki cukup energy utk 1) menembus pintu rumah (apalagi kalau pintu terbuat dari papan yg solid, bukan tripleks) dan 2) memasuki tengkorak manusia hingga tembus ( ?? ) Likelihood bahwa ibu ini terbunuh oleh peluru ricochet sangat rendah menurut pendapat saya. Apakah ada peluru yg ditembakkan mendatar (bukan ricochet)? Likely, yes. Apakah peluru ini dibidik khusus ke si ibu? NO, very unlikely. Kalau teman2 ada memiliki informasi yg lebih detail, mohon di share agar kita bisa mendiskusikan kasus ini lebih lanjut. Sebagai orang yg tumbuh dan besar di lingkungan TNI-AL dan Marinir, saya tidak yakin prajurit Marinir melakukan penembakan dengan sengaja utk membunuh rakyat. Bila mereka sengaja melakukannya, maka korban yg jatuh akan lebih banyak lagi. Fakta lain menunjukkan peluru yg ditembakkan hanya 33 butir dari 10 pucuk senapan (temuan Polri). So on average, setiap senapan hanya menembak 3 kali. Laporan di Jawa Pos menyebutkan bahwa tembakan ke udara diberikan 2 kali. Assuming everybody fired the warning shots, maka hanya tersisa 13 butir peluru yg ditembakkan ke tanah atau ke arah massa. Guys, bila mereka terkepung oleh 300 orang, shooting 13 rounds out of 10 rifles show one hell of restraint and discipline on the parts of the Marines. Bandingkan dengan jumlah peluru yg ditembakkan oleh aparat TNI AD saat peristiwa Priok in 1984!! Info lain yg saya baca, warga desa ini mayoritas adalah pengungsi Madura yg datang setelah diusir keluar Kalimantan Barat oleh suku Dayak saat konflik etnis di sana in 2000-2001. Jadi mereka bukan penduduk asli wilayah tsb. Disamping itu kita perlu juga melihat cultural background mereka. Setahu saya, suku Dayak itu cukup terbuka dan accomodating terhadap pendatang. Saya berasal dari suku Melayu, dan saya tahu banyak orang Melayu yg pindah dan bermukim di Kalimantan. Mereka damai-damai saja dengan suku Dayak. So apa yg mengakibatkan suku Dayak tidak bisa hidup damai dengan pendatang2 dari Madura ini? Apakah mentalitas yg sama yg membuat orang2 Madura ini berperang dengan suku Dayak juga menjadi latar belakang konflik mereka dengan patroli Marinir? Lots of questions yg tidak dibahas oleh media. Ozy On 6/7/07, adejahja <[EMAIL PROTECTED]> wrote: (saya kutip dari milis pembaca Kompas) KORPS MARINIR DINAS PENERANGAN Sabtu 2 Juni 2007 PENJELASAN DANKORMAR TENTANG KASUS GRATI Pemberitaan mengenai insiden penembakan di Grati - Pasuruan dirasakan sudah semakin tidak seimbang, dimana pihak-pihak yang sama sekali tidak menguasai tragedi tersebut ikut memberikan (dis-)informasi, pendapat, serta menyampaikan opini keliru kepada masyarakat. Tanpa mengurangi rasa keprihatinan yang mendalam atas jatuhnya korban, juga bukan maksud untuk mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan, namun kami merasa perlu menyampaikan kepada publik fakta-fakta yang terjadi, berdasarkan hasil investigasi Korps Marinir. 1. Marinir sebenarnya tidak ada kaitan apa-apa dengan masalah pekerjaan lahan. Lahan itu luas sekali, ada sekitar 5.569 hektar. Jadi Marinir sebenarnya tidak mengerti soal adanya kerja sama yang seperti apa dan lain-lain. Marinir hanya, bagaimana mereka yang ada di Puslatpur Grati itu menyelenggarakan latihan-latihan terhadap pasukan yang dikirim ke sana. 2. Marinir setiap hari memang mengeluarkan patroli pengamanan sektor. Tujuannya mengontrol agar rakyat tidak terus menyerobot masuk ke daerah latihan. Mereka itu sering menyerobot dan membuat bangunan-bangunan baru di atas tanah-tanah yang jelas-jelas itu milik TNI AL. Dan itu adalah area dari pusat latihan tempur. Juga mengontrol wilayah jika ada masyarakat yang menemukan granat, menemukan peluru mortir yang belum meledak, ada yang busung. Dan juga kadang-kadang mencegah karena rakyat juga sering- sering menebang pohon, ambil kayunya yang ada di Puslatpur, padahal pohon- pohon itu dipelihara untuk latihan untuk berlindung dan sebagainya. 3. Jadi Marinir tidak melakukan bantuan kepada pihak manapun, kepada pihak swasta, misalnya itu yang sedang menggarap wilayah lahan Grati. Sebab kalau ada maksud untuk membantu seperti itu, tentu mereka datang dengan truk. Lho terus ngapain harus jalan kaki sejauh itu, sedangkan pada kejadian ini Marinir hanya melaksanakan patroli rutin, karena memang setiap hari mereka itu patroli. Tapi rutenya berubah-ubah. Jadi patroli berjalan kaki. Sedangkan pada kejadian ini, mereka baru tiba di tempat itu setelah berjalan lebih kurang 4 km, selama 2 jam berjalan. Jadi ini suatu fakta, tidak ada kita mau bantu, apakah katanya Citra Rajawali, Grati Agung, enggak ada urusan dengan itu semua. Marinir hanya jalan, patroli hanya untuk melindungi wilayah itu dari tadi yang saya katakan, ada yang menebang pohon, ada yang membangun bangunan-bangunan baru di wilayah lahan-lahan latihan. Itu khan membahayakan. 4. Perlu diketahui sebenarnya hubungan Marinir dengan anggota masyarakat selama ini cukup dekat. Mereka ceritakan, seminggu sebelum kejadian itu, mereka datang ke Alastlogo karena ada undangan Kepala Desanya, Pak Ilham. Khitanan anaknya, kalau tidak salah. Dan juga sebagian anggota itu tinggal di sekitar Grati itu, berada di sekitar Grati, dan keluarganya juga ada yang tinggal di sekitar atau dekat dengan Alastlogo. Jadi mereka ini adalah orang-orang yang ada di sana, yang memiliki hubungan emosional dengan masyarakatnya. 5. Seperti yang sudah dijelaskan pada beberapa kali dalam memberikan keterangan bahwa, patroli Marinir tidak di tempat kerumunan massa. Jadi setelah mereka jalan selama 2 jam, mereka tiba di tempat kerumunan massa di batas desa Alastlogo. Dengan tidak merasa curiga apa-apa, Komandan Tim Letnan Budi Santoso itu dengan beberapa anggota datang, merapat, mendekati masyarakat, membujuk mereka, buat apa bikin demo, khan kelihatan dari usaha mereka mau demo. Nyatanya usaha ini berhasil, sebagian buyar, ada yang pulang. Namun belum ada sepuluh menit kira-kira hal itu terjadi, seperti ada yang mengomando, mereka mulai menyerang, memukul kentongan, teriak- teriak, melempari batu ke arah Marinir. Patroli Marinir ini menghindar dengan cara mundur dan menjauhi tempat tersebut tapi terus dikejar, bahkan ada yang mau membacok dengan clurit. Orang yang membacok itu jelas diceritakan oleh anggota kita yang namanya Koptu Totok, orang itu menutup mukanya dengan sorban putih. Dia membacokkan cluritnya dari belakang. Setelah diteriaki oleh teman lainnya, itu dapat ditepis dengan menangkis dengan popor. Inilah kondisinya. Jadi anggota saat itu memar-memar, ada yang sudah berdarah di bagian pelipisnya, ada yang memar di lehernya kena batu, ada yang kakinya bengkak, tangan lain-lain di tubuh mereka. Ini semua jelas dan sudah dilakukan visum serta pemeriksaan. 6. Anggota melakukan tembakan peringatan atas perintah Komandan Tim. Itu tembakan ke atas pada mulanya. Diharapkan massa itu yach berhenti untuk mengejar mereka, tapi nyatanya massa yang sudah lebih dari 300 orang itu terus menyerang dengan berani, dan ada yang meneriakkan di dalam rombongan itu, " Jangan takut, itu peluru bohong, itu peluru hampa, serang terus, jangan takut, kita atau Marinir yang mati!!" Jadi mereka meneriakkan kalimat-kalimat yang heroik begitu. Nah melihat kondisi inilah, untuk bisa meyakinkan massa yang terus maju dengan rapat, terus melempari, mengacung-acungkan clurit, parang, maka ada beberapa anggota yang menembakan senjatanya ke tanah. Mereka tembakkan ke tanah di sekitar tempat mereka dengan model dopping. Khan ada latihan model dopper. Perlu diketahui Marinir-Marinir di Puslatpur ini sebagian besar adalah pelatih-pelatih yang sering melayani latihan pasukan. Jadi mereka itu bisa bertindak sebagai Dopper yang menembakkan peluru ke tanah sehingga terjadi kebulan- kebulan tanah atau debu yang memperlihatkan bahwa itu bukan peluru bohongan, itu bukan peluru hampa. Jadi inilah yang kami duga dari akibat mereka tembak ke tanah. Setelah belakangan kita sinyalir bahwa tanah di situ banyak batunya, bebatuan, dari situ terjadi rekoset sehingga ada yang mengenai masyarakat di sekitar tempat kejadian. 7. Akibat tembakan yang rekoset inilah sebenarnya terjadinya korban, dan setelah jatuhnya korban mereka baru berhenti dan mundur. Rasanya tentang penjelasan rekoset ini bisa dibuktikan dari beberapa hasil rontgen terhadap korban yang kemarin ditayangkan di TV dan tadi juga ditayangkan di TV bahwa proyektil yang ada di tubuh korban adalah serpihan, adalah peluru- peluru atau proyektil yang tidak utuh. Nah inilah yang menunjukkan bahwa bukan peluru-peluru yang ditembakkan langsung, jadi serpihan. Itulah kemarin ditanyakan oleh Metro TV, apa mungkin rekoset bisa mengenai ibu-ibu, anak kecil yang ada di rumah. Justru itu yang semakin fakta bahwa itu rekoset. Karena kalau bukan itu rekoset dan memang itu ditembakan, yach tentunya tidak ditembak ke anak-anak atau ke ibu-ibu. Itulah tandanya bahwa peluru itu tidak terarah, terbang sendiri, melenceng sendiri karena rekoset. Kejadian ini ada beberapa saksi mata yang netral, seperti ada orang- orang yang sedang bekerja di lahan. Dari mereka itu kita mendengar bahwa kejadian itu sangat menakutkan karena massa sangat beringas sehingga mereka lari dan bersembunyi. Mereka itu juga mengatakan, kasihan mereka melihat bapak-bapak Marinir dilempari seperti itu. 8. Dari keterangan yang kami dapatkan di lapangan, kami merasa yakin bahwa kalau tidak dalam keadaan yang sangat memaksa, yang telah sangat mengancam jiwa mereka, para prajurit-prajurit Marinir ini, sebagai prajurit yang terlatih, tidak mungkin melakukan tembakan baik tembakan peringatan ke atas maupun peringatan ke bawah. Mereka menceritakan bahwa yang ada di benak mereka saat itu mereka akan menjadi korban seperti rekan-rekan Polri di Papua. Karena begitu kuatnya tekanan, lemparan terhadap mereka, bahkan acung-acung clurit. Walaupun mereka sebenarnya sangat menyesal setelah mereka tahu, bahkan sedih. Kenapa sampai ada jatuh korban dari masyarakat, padahal selama ini mereka sudah cukup baik dengan masyarakat di sekitar tempat itu. Tapi saya juga yakin bahwa korban itu terjadi karena peluru rekoset sebab bila tidak tentu yang tertembak adalah orang-orang yang menyerang mereka, yang menyerang dengan clurit, yang dekat dengan mereka. Tidak mungkin mereka menembak perempuan, anak-anak, seperti yang sudah kita lihat korban sekarang. 9. Kami telah melakukan langkah-langkah hukum, yang segera bisa kami lakukan. Saat ini mereka telah kita serahkan kepada Polisi Militer. Dan Komandan Puslatpurnya kami ganti agar yang bersangkutan bisa lebih berkosentrasi memberikan kesaksian dan keterangan-keterangan, dan kami juga ingin agar Puslatpur tetap dapat berjalan, kegiatan-kegiatannya untuk melaksanakan latihan-latihan kepada prajurit-prajurit Marinir lain. 10. Kami terkesan saat ini pemberitaan sangat tidak berimbang, terus menerus media mewawancarai masyarakat yang sudah rata bunyinya. Ada banyak sekali yang tidak masuk akal dari keterangan mereka. Dengan menyatakan, mereka tidak tahu apa-apa, tahu-tahu Marinir menembaki. Ini saya malah mengatakan, coba saja di psikotest anggota kami. Saya yakin mereka itu normal dan tidak ada yang gila seperti itu. Apalagi tadi saya jelaskan bahwa mereka-mereka yang ke-13 orang ini ditetapkan sebagai tim patroli tetap, karena mereka itu memang orang-orang Pasuruan atau keluarganya ada di Pasuruan, sehingga mereka punya hubungan emosional dengan warga atau penduduk sekitar. Dan ingat bahwa semua orang tahu bagaimana sikap Marinir selama ini kepada rakyat yang sampai kapan pun itu tidak akan berubah. Sehingga kalau kita lihat, kejadian ini benar-benar kejadian yang sangat memaksa mereka dalam membela diri. Mereka itu juga manusia biasa, punya hak untuk membela diri mereka. Inilah keterangan yang bisa saya berikan untuk sekedar menambah keterangan-keterang an terdahulu yang pernah saya berikan. Terima kasih. Catatan : Penjelasan tersebut di atas sesuai dengan hasil rekaman asli Satrio Arismunandar Producer - News Division, Trans TV, Floor 3 Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790 Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 4026, Fax: 79184558, 79184627 . -- Wira Ananta Rudira Tabah Sampai Akhir [Non-text portions of this message have been removed]