Best regards,
Sulistiono Kertawacana

       
     
      
     

--------------------------------------------------------------------------
     
      Rabu, 07 Desember 2005
     O P I N I No.  5169
     
              
           
           Halaman Utama 
           Tajuk Rencana 
           Nasional 
           Ekonomi 
           Uang & Efek 
           Jabotabek 
           Nusantara 
           Luar Negeri 
           Olah Raga 
           Iptek 
           Hiburan 
           Feature 
           Mandiri 
           Ritel 
           Hobi 
           Wisata 
           Eureka 
           Kesehatan 
           Cafe & Resto 
           Hotel & Resor 
           Asuransi 
           Otomotif 
           Properti 
           Promarketing 
           Budaya 
           CEO 
           Opini 
           Foto 
           Karikatur 
           Komentar Anda 
           Tentang SH 
      
            
           Logika Tukang Ojek Gelora Bung Karno 



            Oleh
            Sulistiono Kertawacana

            Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengaudit aset Gelora Bung 
Karno (GBK). Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pun sedang menyelidiki 
dugaan korupsi terhadap pengalihan fungsi aset GBK kepada swasta. Perang urat 
saraf pun terjadi antara Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dengan Ketua BPK Anwar 
Nasution. Yusril mencela sinyalemen Anwar tentang salah urus aset GBK yang 
berada di bawah Sekretariat Negara (Setneg), memakai logika tukang ojek.
            GBK memang aset menggiurkan. Kompleks itu pernah jadi rebutan 
Gubernur Jakarta Sutiyoso dan Mendagri Hari Sabarno saat era baru otonomi 
daerah. Jakarta sebagai ibu kota negara berniat mengambilalih kepemilikan GBK 
dari pemerintah pusat. Aset yang terdiri dari tanah dan bangunan, baik yang 
berada di dalam maupun di luar komplek, dapat menghasilkan uang yang tidak 
sedikit. Jika ditilik dari sejarahnya, GBK diperuntukkan bagi penyelenggaraan 
Asian Games IV tahun 1962. 

            Aset GBK 
            Dasar pengelolaan GBK adalah Keppres No 4/1984 yang diubah terakhir 
dengan Keppres No 72/1999 tentang Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Senayan. 
Melalui Keppres No 7/2001 Gelanggang Olah Raga Senayan diubah menjadi Gelora 
Bung Karno (GBK). GBK milik Negara Republik Indonesia. Penguasaan, pengelolaan, 
dan administrasi GBK dilakukan pemerintah (Setneg). Segala biaya yang 
dikeluarkan oleh Badan Pengelola ditanggung Sekretariat Negara.
            Badan Pengelola dibentuk untuk mengelola dan mengusahakan GBK. 
Badan ini terdiri dari unsur pemerintah dan Pemda (Gubernur DKI Jakarta). Dan 
bertanggung jawab serta berkewajiban melaporkannya secara berkala atau 
sewaktu-waktu sesuai kebutuhannya kepada presiden.
            Badan pengelola bertugas mengurus GBK dengan sebaik-baiknya 
sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dan selama-lamanya bagi 
kepentingan negara dan masyarakat atas kemampuannya sendiri. Mengelola dan 
mengusahakan pemanfaatan semua tanah dan bangunan untuk menunjang kegiatan olah 
raga nasional dan mendukung upaya untuk memajukannya.
            GBK dikelola oleh Direksi Pelaksana Pengelolaan, terdiri dari 
seorang Ketua Direksi dan beberapa anggota Direksi. Mereka diangkat dan 
diberhentikan oleh Mensesneg selaku ketua Badan Pengelola. Mereka bertanggung 
jawab dan berkewajiban melaporkan pelaksanaan tugasnya secara berkala atau 
sewaktu-waktu sesuai kebutuhan kepada Badan Pengelola GBK. 
            Direksi Pelaksana — dengan persetujuan Badan Pengelola GBK — dapat 
mengadakan kerja sama dan/atau perikatan dengan pihak lain sesuai ketentuan. 
Segala biaya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas Badan Pengelola GBK 
ditanggung Setneg.
            Terkait status kelembagaan, Presiden menerbitkan Keppres No 23/2001 
tanggal 19 Februari 2001 tentang Tim Pengkajian Kelembagaan Pengelolaan GBK 
yang bertugas mengkaji status dan bentuk kelembagaan pengelolaan GBK.
            Tim tersebut diberi waktu paling lama 6 bulan sejak Keppres 
ditetapkan. Namun, hingga jangka waktunya terlewati, ketika itu belum ada 
keputusan untuk menentukan status kelembagaan hukum GBK. Baru kemudian pada 18 
Oktober 2004 melalui Keppres No 94/2004 tentang Pengelolaan Komplek GBK 
menetapkan GBK sebagai Peninggalan Nasional. Keppres No 94/2004 juga mencabut 
Keppres No 4/1984 yang terakhir diubah dengan Keppres No 72/1999 yang mengatur 
pengelolaan GBK.

            Jadikan Badan Usaha
            Dengan status sebagai peninggalan nasional, maka segala biaya 
pengelolaannya menjadi otonom, yang berasal dari pengelolaan komplek GBK. 
Sedangkan struktur organisasi tidak mengalami perubahan signifikan, dikelola 
Badan Pengelola yang menetapkan kebijakan umum. Ketua Badan Pengelola tetap 
Mensesneg dengan anggota Menkeu, Mendiknas, Menkimpraswil, Gubernur Jakarta, 
dan Ketua KONI pusat.
            Dengan anatomi GBK tersebut, apakah masih pantas ia dikelola dengan 
melibatkan para menteri (birokrat)? Rasanya kurang tepat lagi GBK dikelola 
dengan model demikian. Sebab, GBK merupakan lahan strategis yang terletak di 
kawasan elite yang lebih pantas dikelola BUMN selaku entitas bisnis. Apalagi 
sekarang sudah kadung berdiri hotel, plaza, dan perkantoran di atas areal GBK. 
            Saat ini, setidaknya ada 57 kontrak usaha di sepanjang Jl. Asia 
Afrika Jakarta. Kontraknya pun nilainya sudah miliaran rupiah. Sekadar menyebut 
sebuah kontrak Badan Pengelola GBK dengan Kajima Overseas dan PT Senayan 
Trikarya Sempana yaitu US$ 520.000 atau sekitar Rp 5,2 miliar (dengan kurs 1 US 
= Rp 10.000) per tahun. 
            Status GBK selaku peninggalan nasional belum memiliki pijakan hukum 
yang kuat. UU yang mengatur benda peninggalan nasional belum ada. Jika 
dijadikan benda sebagaimana diatur UU No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya pun 
tidak termasuk dalam kategorinya (benda tersebut berusia minimal 50 tahun). 
            Jika pemerintah ingin menjadikan GBK sebagai sumber pendapatan dan 
agar pengelolaannya lebih profesional, jadikanlah ia entitas bisnis dengan ujud 
badan usaha, sebagaimana diatur dalam UU No 19/2003 tentang BUMN. Pilih salah 
satu di antara dua bentuk Perusahaan Umum (Perum) atau Perusahaan Perseroan 
(Persero) sesuai dengan maksud dan tujuan dikelolanya GBK. 
            Jangan libatkan lagi para birokrat dalam pengelolaannya. Kembalikan 
mereka pada habitatnya, agar logika tukang ojek atas pengelolaannya tidak ada 
lagi. 

            Penulis adalah anggota Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) 
            
              
             
           Copyright © Sinar Harapan 2003 
           
              

           
           
           
           
            
        
           


            



     


[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Clean water saves lives.  Help make water safe for our children.
http://us.click.yahoo.com/YNG3nB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke