[ppiindia] Artikel: Penghapusan Utang Indonesia

2005-07-25 Terurut Topik Sulistiono Kertawacana
Ada bagian yg diedit oleh redaktur suara karya (mungkin karena persoalan 
teknis)..berikut ini saya sertakan informasi tambahan  
Menurut catatan Komisi Hukum Internasional (1977), doktrin utang 
najis pertama dikenal ketika tahun 1898 AS menolak membayar utang-utang Cuba 
dalam perundingan Perang Amerika-Spanyol. AS mengklaim baik AS maupun Cuba 
tidak bertanggung jawab atas utang Cuba dengan alasan -diantaranya- utang 
dihimpun semasa Cuba dalam kolonial dan tidak memberi benefit bagi orang Cuba. 
Soviet juga tidak mengakui utang yang telah dihimpun Tsar pada tahun 1921 
dengan alasan yang serupa. 

Tahun 1923 Costa Rica menganggap utang yang dihimpun rezim 
Frederico Tinoco kepada the Royal Bank of Canada adalah  utang najis. Kasus ini 
akhirnya masuk dalam arbitrase Inggris Raya vs Costa Rica. 

Hakim ketua dari AS, Taft menetapkannya sebagai utang yang tidak 
sah (memenangkan Costa Rica). Alasannya, Bank telah mengetahui utang digunakan 
mantan presiden F. Tinoco untuk kepentingan pribadi ketika berada dalam 
pengasingan di luar negeri (Annual Digest of Public International Law Cases, 
1923). 

Alasan penghapusan utang dengan alasan ekonomi pertama dilakukan 
Jerman setelah Perang Dunia II. Kewajiban Jerman terhadap kreditor ketika itu 
DM 1,5 milyar per tahun. Jumlah ini memberatkan. Dikhawatirkan ekonominya akan 
kacau (jika tetap dibayar) yang berakibat chaos yang memicu munculnya pemimpin 
model Hitler dengan Nazi-nya.

Juru runding Jerman -Josef Abs- berhasil meyakinkan para kreditor 
sehingga Jerman membayar utangnya dalam rasio yang sehat terhadap neraca 
perdagangan luar negerinya. Perundingan yang diselenggarakan di London pada 27 
Februari 1952 tersebut sepakat menghapus utang luar negeri nomial Jerman 
sebanyak 51,5% (Ivan A Hadar, 2004).

Kedua, saat global debt problem, tahun 1982 Mexico menyatakan diri 
pailit dan tidak mampu melunasi kewajiban membayar utang pokok dan bunga 
utang swasta yang diterimanya. Langkah ini kemudian banyak ditiru negara 
Amerika Latin lainnya. Kalangan internasional pun urun rembug membantunya.
Best regards,
Sulistiono Kertawacana

  Terimakasih pak Sulistio untuk artikelnya.
  Seharusnya memang elite yang melakukan pinjaman serta
  yang menikmati bagian terbesar dari hutang tersebutlah
  yang seharusnya membayar hutang tersebut (termasuk
  oknum Bank Dunia yang bekerjasama).

  Insya Allah artikel ini dapat memberikan pencerahan
  serta bermanfaat bagi rakyat banyak.

  --- Sulistiono Kertawacana [EMAIL PROTECTED]
  wrote:

   Suara Karya Online
   
   
  Senin, 25 Juli 2005 
 Penghapusan Utang Indonesia
   Oleh Sulistiono Kertawacana 
   
   
   Senin, 25 Juli 2005
   Menjelang pertengahan Juni
   lalu, Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan
   Presiden AS George W Bush menyepakati untuk
   menghapus 100 persen utang negara-negara miskin di
   Benua Afrika. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah
   Indonesia berpeluang mendapatkan penghapusan utang
   atau perlukah Indonesia mengajukan permohonan
   penghapusan utang? 
   
   Dalam sejarah utang luar
   negeri, penghapusan utang (sebagaian atau
   seluruhnya) terjadi karena alasan hukum atau
   ekonomi. Alasan ekonomi terkait dengan keberlanjutan
   ekonomi negara debitor. Sedangkan alasan hukum
   terkait dengan legitimasi suatu rezim atau
   penyalahgunaan dana pinjaman 
   
   Alasan hukum memandang utang
   sebagai odious debt (utang najis) atau criminal debt
   (utang kriminal). Leonce Ndikumana dan James K Boyce
   (1998) membedakan definisi keduanya. 
   
   Utang najis adalah pinjaman
   yang dilakukan oleh rezim yang tidak sah dalam
   perspektif demokrasi, yakni tidak representatif,
   otoriter, diktator, dan opresif yang digunakan untuk
   menindas rakyatnya. Sedangkan utang kriminal adalah
   bagian dari dana pinjaman kepada negara yang telah
   dikorup oleh pejabat pemerintah dan/atau kroninya.
   Karenanya, tidaklah adil jika seluruh utang tersebut
   harus dibayar oleh rakyat negara debitor. 
   
   Tujuannya, kreditor tidak
   mengucurkan pinjaman sekadar memandang risiko
   ekonomi (kemampuan mengembalikan utang). Sebab, jika
   utang terkategori utang najis atau utang kriminal,
   maka ada risiko tidak dibayar (seluruhnya). 
   
   Dalam sejarahnya, Bank Dunia
   memiliki beberapa model untuk bisa mengurangi utang
   negara debitor. Yaitu, Brady Plan, Toronto Term,
   Naples Term, dan High Indebted Poor Countries
   Initiatives. (Pakarsa HIPC). Semuanya mensyaratkan
   negara debitor menjalankan Structural Adjustment
   Program oleh IMF. 
   
   Brady Plan digagas Menkeu AS
   Nicholas Brady ketika berusaha menanggulangi kemelut
   utang luar negeri (ULN) Meksiko. Syarat 

[ppiindia] Artikel: Penghapusan Utang Indonesia

2005-07-24 Terurut Topik Sulistiono Kertawacana
Suara Karya Online


   Senin, 25 Juli 2005 
 
 
   
   
 
  Opini   
 












   
  
   Paradoks Utang Luar Negeri
Oleh Gunoto Saparie 
   Penghapusan Utang Indonesia
Oleh Sulistiono Kertawacana 
   Ruhut P Sitompul:
Jangan Sakiti Hati Rakyat! 
   Menggalakkan Pendidikan Anak Usia Dini
Oleh Sukirno 
   Memahami Mekanisme Kerja DPR
Oleh H Rustam E Tamburaka 
   Strategi Cina terhadap Taiwan
Oleh A Kardiyat Wiharyanto 
   Ahmadi-Nezhad Vs George W Bush
Oleh Riza Sihbudi 
   Asingisasi Perbankan Nasional
Oleh Susidarto 
   Mencermati Kriteria Bank Jangkar
Oleh Sabaruddin Siagian 
   Kontroversi Partai Lokal di Aceh
Oleh Faruuq Tri Fauzi 
   Surat kepada Para Hakim Indonesia (2)
Oleh H. Benyamin Mangkoedilaga 
   Menyoal Ulang Kasus Pelanggaran HAM
Oleh Abdul Latifi 
arsip   
   
   Pemberian Akses Bagi
Pembaca Meter Air 
   Hati-hati Berada
Di Pusat Keramaian 
   Memerlukan Buku
Pengajaran Bahasa
Inggris untuk SD 
   Jalur Hukum Redam
Kontroversi Perpres 36/2005 
   Mulailah Gerakan
Penghematan dari DPR 
   Klarifikasi Nama
Penulis Artikel Opini
Di HU Suara Karya 
arsip   
   
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
arsip   
   
   Memancing di Air Keruh 
   Menyikapi Bencana Nasional
Flu Burung 
   Membersihkan Sapu Kotor 
   Flu Burung Sudah Menjadi Teror 
   Demi Rakyat, Tidak Perlu Bersitegang 
   Perang Terhadap Mafia Peradilan 
arsip   

  Penghapusan Utang Indonesia
Oleh Sulistiono Kertawacana 


Senin, 25 Juli 2005
Menjelang pertengahan Juni lalu, Perdana Menteri 
Inggris Tony Blair dan Presiden AS George W Bush menyepakati untuk menghapus 
100 persen utang negara-negara miskin di Benua Afrika. Bagaimana dengan 
Indonesia? Apakah Indonesia berpeluang mendapatkan penghapusan utang atau 
perlukah Indonesia mengajukan permohonan penghapusan utang? 

Dalam sejarah utang luar negeri, penghapusan utang 
(sebagaian atau seluruhnya) terjadi karena alasan hukum atau ekonomi. Alasan 
ekonomi terkait dengan keberlanjutan ekonomi negara debitor. Sedangkan alasan 
hukum terkait dengan legitimasi suatu rezim atau penyalahgunaan dana pinjaman 

Alasan hukum memandang utang sebagai odious debt (utang 
najis) atau criminal debt (utang kriminal). Leonce Ndikumana dan James K Boyce 
(1998) membedakan definisi keduanya. 

Utang najis adalah pinjaman yang dilakukan oleh rezim 
yang tidak sah dalam perspektif demokrasi, yakni tidak representatif, otoriter, 
diktator, dan opresif yang digunakan untuk menindas rakyatnya. Sedangkan utang 
kriminal adalah bagian dari dana pinjaman kepada negara yang telah dikorup oleh 
pejabat pemerintah dan/atau kroninya. Karenanya, tidaklah adil jika seluruh 
utang tersebut harus dibayar oleh rakyat negara debitor. 

Tujuannya, kreditor tidak mengucurkan pinjaman sekadar 
memandang risiko ekonomi (kemampuan mengembalikan utang). Sebab, jika utang 
terkategori utang najis atau utang kriminal, maka ada risiko tidak dibayar 
(seluruhnya). 

Dalam sejarahnya, Bank Dunia memiliki beberapa model 
untuk bisa mengurangi utang negara debitor. Yaitu, Brady Plan, Toronto Term, 
Naples Term, dan High Indebted Poor Countries Initiatives. (Pakarsa HIPC). 
Semuanya mensyaratkan negara debitor menjalankan Structural Adjustment Program 
oleh IMF. 

Brady Plan digagas Menkeu AS Nicholas Brady ketika 
berusaha menanggulangi kemelut utang luar negeri (ULN) Meksiko. Syarat negara 
memperoleh penghapusan utang, jika 3 dari 4 kondisi dipenuhi. Yakni, (i) rasio 
ULN terhadap Gross National Product (GNP) lebih dari 50%, (ii) rasio ULN 
terhadap ekspor lebih dari 275%, (iii) rasio peningkatan utang terhadap ekspor 
lebih dari 30%, dan/atau (iv) rasio peningkatan suku bunga terhadap ekspor 
lebih dari 25%. 

Toronto terms diberikan kepada negara debitor dengan 
kriteria GNP per kapita kurang dari 610 dolar AS (pada tahun 1990) atau yang 
mengalami problem 

[ppiindia] Artikel: Penghapusan Utang Indonesia

2005-07-24 Terurut Topik Sulistiono Kertawacana
Suara Karya Online




   Senin, 25 Juli 2005 
 
 
   
   
 
  Opini   
 












   
  
   Paradoks Utang Luar Negeri
Oleh Gunoto Saparie 
   Penghapusan Utang Indonesia
Oleh Sulistiono Kertawacana 
   Ruhut P Sitompul:
Jangan Sakiti Hati Rakyat! 
   Menggalakkan Pendidikan Anak Usia Dini
Oleh Sukirno 
   Memahami Mekanisme Kerja DPR
Oleh H Rustam E Tamburaka 
   Strategi Cina terhadap Taiwan
Oleh A Kardiyat Wiharyanto 
   Ahmadi-Nezhad Vs George W Bush
Oleh Riza Sihbudi 
   Asingisasi Perbankan Nasional
Oleh Susidarto 
   Mencermati Kriteria Bank Jangkar
Oleh Sabaruddin Siagian 
   Kontroversi Partai Lokal di Aceh
Oleh Faruuq Tri Fauzi 
   Surat kepada Para Hakim Indonesia (2)
Oleh H. Benyamin Mangkoedilaga 
   Menyoal Ulang Kasus Pelanggaran HAM
Oleh Abdul Latifi 
arsip   
   
   Pemberian Akses Bagi
Pembaca Meter Air 
   Hati-hati Berada
Di Pusat Keramaian 
   Memerlukan Buku
Pengajaran Bahasa
Inggris untuk SD 
   Jalur Hukum Redam
Kontroversi Perpres 36/2005 
   Mulailah Gerakan
Penghematan dari DPR 
   Klarifikasi Nama
Penulis Artikel Opini
Di HU Suara Karya 
arsip   
   
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
   Rumors 
arsip   
   
   Memancing di Air Keruh 
   Menyikapi Bencana Nasional
Flu Burung 
   Membersihkan Sapu Kotor 
   Flu Burung Sudah Menjadi Teror 
   Demi Rakyat, Tidak Perlu Bersitegang 
   Perang Terhadap Mafia Peradilan 
arsip   

  Penghapusan Utang Indonesia
Oleh Sulistiono Kertawacana 


Senin, 25 Juli 2005
Menjelang pertengahan Juni lalu, Perdana Menteri 
Inggris Tony Blair dan Presiden AS George W Bush menyepakati untuk menghapus 
100 persen utang negara-negara miskin di Benua Afrika. Bagaimana dengan 
Indonesia? Apakah Indonesia berpeluang mendapatkan penghapusan utang atau 
perlukah Indonesia mengajukan permohonan penghapusan utang? 

Dalam sejarah utang luar negeri, penghapusan utang 
(sebagaian atau seluruhnya) terjadi karena alasan hukum atau ekonomi. Alasan 
ekonomi terkait dengan keberlanjutan ekonomi negara debitor. Sedangkan alasan 
hukum terkait dengan legitimasi suatu rezim atau penyalahgunaan dana pinjaman 

Alasan hukum memandang utang sebagai odious debt (utang 
najis) atau criminal debt (utang kriminal). Leonce Ndikumana dan James K Boyce 
(1998) membedakan definisi keduanya. 

Utang najis adalah pinjaman yang dilakukan oleh rezim 
yang tidak sah dalam perspektif demokrasi, yakni tidak representatif, otoriter, 
diktator, dan opresif yang digunakan untuk menindas rakyatnya. Sedangkan utang 
kriminal adalah bagian dari dana pinjaman kepada negara yang telah dikorup oleh 
pejabat pemerintah dan/atau kroninya. Karenanya, tidaklah adil jika seluruh 
utang tersebut harus dibayar oleh rakyat negara debitor. 

Tujuannya, kreditor tidak mengucurkan pinjaman sekadar 
memandang risiko ekonomi (kemampuan mengembalikan utang). Sebab, jika utang 
terkategori utang najis atau utang kriminal, maka ada risiko tidak dibayar 
(seluruhnya). 

Dalam sejarahnya, Bank Dunia memiliki beberapa model 
untuk bisa mengurangi utang negara debitor. Yaitu, Brady Plan, Toronto Term, 
Naples Term, dan High Indebted Poor Countries Initiatives. (Pakarsa HIPC). 
Semuanya mensyaratkan negara debitor menjalankan Structural Adjustment Program 
oleh IMF. 

Brady Plan digagas Menkeu AS Nicholas Brady ketika 
berusaha menanggulangi kemelut utang luar negeri (ULN) Meksiko. Syarat negara 
memperoleh penghapusan utang, jika 3 dari 4 kondisi dipenuhi. Yakni, (i) rasio 
ULN terhadap Gross National Product (GNP) lebih dari 50%, (ii) rasio ULN 
terhadap ekspor lebih dari 275%, (iii) rasio peningkatan utang terhadap ekspor 
lebih dari 30%, dan/atau (iv) rasio peningkatan suku bunga terhadap ekspor 
lebih dari 25%. 

Toronto terms diberikan kepada negara debitor dengan 
kriteria GNP per kapita kurang dari 610 dolar AS (pada tahun 1990) atau yang 
mengalami