[ppiindia] Artikel: Penghapusan Utang Indonesia
Ada bagian yg diedit oleh redaktur suara karya (mungkin karena persoalan teknis)..berikut ini saya sertakan informasi tambahan Menurut catatan Komisi Hukum Internasional (1977), doktrin utang najis pertama dikenal ketika tahun 1898 AS menolak membayar utang-utang Cuba dalam perundingan Perang Amerika-Spanyol. AS mengklaim baik AS maupun Cuba tidak bertanggung jawab atas utang Cuba dengan alasan -diantaranya- utang dihimpun semasa Cuba dalam kolonial dan tidak memberi benefit bagi orang Cuba. Soviet juga tidak mengakui utang yang telah dihimpun Tsar pada tahun 1921 dengan alasan yang serupa. Tahun 1923 Costa Rica menganggap utang yang dihimpun rezim Frederico Tinoco kepada the Royal Bank of Canada adalah utang najis. Kasus ini akhirnya masuk dalam arbitrase Inggris Raya vs Costa Rica. Hakim ketua dari AS, Taft menetapkannya sebagai utang yang tidak sah (memenangkan Costa Rica). Alasannya, Bank telah mengetahui utang digunakan mantan presiden F. Tinoco untuk kepentingan pribadi ketika berada dalam pengasingan di luar negeri (Annual Digest of Public International Law Cases, 1923). Alasan penghapusan utang dengan alasan ekonomi pertama dilakukan Jerman setelah Perang Dunia II. Kewajiban Jerman terhadap kreditor ketika itu DM 1,5 milyar per tahun. Jumlah ini memberatkan. Dikhawatirkan ekonominya akan kacau (jika tetap dibayar) yang berakibat chaos yang memicu munculnya pemimpin model Hitler dengan Nazi-nya. Juru runding Jerman -Josef Abs- berhasil meyakinkan para kreditor sehingga Jerman membayar utangnya dalam rasio yang sehat terhadap neraca perdagangan luar negerinya. Perundingan yang diselenggarakan di London pada 27 Februari 1952 tersebut sepakat menghapus utang luar negeri nomial Jerman sebanyak 51,5% (Ivan A Hadar, 2004). Kedua, saat global debt problem, tahun 1982 Mexico menyatakan diri pailit dan tidak mampu melunasi kewajiban membayar utang pokok dan bunga utang swasta yang diterimanya. Langkah ini kemudian banyak ditiru negara Amerika Latin lainnya. Kalangan internasional pun urun rembug membantunya. Best regards, Sulistiono Kertawacana Terimakasih pak Sulistio untuk artikelnya. Seharusnya memang elite yang melakukan pinjaman serta yang menikmati bagian terbesar dari hutang tersebutlah yang seharusnya membayar hutang tersebut (termasuk oknum Bank Dunia yang bekerjasama). Insya Allah artikel ini dapat memberikan pencerahan serta bermanfaat bagi rakyat banyak. --- Sulistiono Kertawacana [EMAIL PROTECTED] wrote: Suara Karya Online Senin, 25 Juli 2005 Penghapusan Utang Indonesia Oleh Sulistiono Kertawacana Senin, 25 Juli 2005 Menjelang pertengahan Juni lalu, Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Presiden AS George W Bush menyepakati untuk menghapus 100 persen utang negara-negara miskin di Benua Afrika. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia berpeluang mendapatkan penghapusan utang atau perlukah Indonesia mengajukan permohonan penghapusan utang? Dalam sejarah utang luar negeri, penghapusan utang (sebagaian atau seluruhnya) terjadi karena alasan hukum atau ekonomi. Alasan ekonomi terkait dengan keberlanjutan ekonomi negara debitor. Sedangkan alasan hukum terkait dengan legitimasi suatu rezim atau penyalahgunaan dana pinjaman Alasan hukum memandang utang sebagai odious debt (utang najis) atau criminal debt (utang kriminal). Leonce Ndikumana dan James K Boyce (1998) membedakan definisi keduanya. Utang najis adalah pinjaman yang dilakukan oleh rezim yang tidak sah dalam perspektif demokrasi, yakni tidak representatif, otoriter, diktator, dan opresif yang digunakan untuk menindas rakyatnya. Sedangkan utang kriminal adalah bagian dari dana pinjaman kepada negara yang telah dikorup oleh pejabat pemerintah dan/atau kroninya. Karenanya, tidaklah adil jika seluruh utang tersebut harus dibayar oleh rakyat negara debitor. Tujuannya, kreditor tidak mengucurkan pinjaman sekadar memandang risiko ekonomi (kemampuan mengembalikan utang). Sebab, jika utang terkategori utang najis atau utang kriminal, maka ada risiko tidak dibayar (seluruhnya). Dalam sejarahnya, Bank Dunia memiliki beberapa model untuk bisa mengurangi utang negara debitor. Yaitu, Brady Plan, Toronto Term, Naples Term, dan High Indebted Poor Countries Initiatives. (Pakarsa HIPC). Semuanya mensyaratkan negara debitor menjalankan Structural Adjustment Program oleh IMF. Brady Plan digagas Menkeu AS Nicholas Brady ketika berusaha menanggulangi kemelut utang luar negeri (ULN) Meksiko. Syarat
[ppiindia] Artikel: Penghapusan Utang Indonesia
Suara Karya Online Senin, 25 Juli 2005 Opini Paradoks Utang Luar Negeri Oleh Gunoto Saparie Penghapusan Utang Indonesia Oleh Sulistiono Kertawacana Ruhut P Sitompul: Jangan Sakiti Hati Rakyat! Menggalakkan Pendidikan Anak Usia Dini Oleh Sukirno Memahami Mekanisme Kerja DPR Oleh H Rustam E Tamburaka Strategi Cina terhadap Taiwan Oleh A Kardiyat Wiharyanto Ahmadi-Nezhad Vs George W Bush Oleh Riza Sihbudi Asingisasi Perbankan Nasional Oleh Susidarto Mencermati Kriteria Bank Jangkar Oleh Sabaruddin Siagian Kontroversi Partai Lokal di Aceh Oleh Faruuq Tri Fauzi Surat kepada Para Hakim Indonesia (2) Oleh H. Benyamin Mangkoedilaga Menyoal Ulang Kasus Pelanggaran HAM Oleh Abdul Latifi arsip Pemberian Akses Bagi Pembaca Meter Air Hati-hati Berada Di Pusat Keramaian Memerlukan Buku Pengajaran Bahasa Inggris untuk SD Jalur Hukum Redam Kontroversi Perpres 36/2005 Mulailah Gerakan Penghematan dari DPR Klarifikasi Nama Penulis Artikel Opini Di HU Suara Karya arsip Rumors Rumors Rumors Rumors Rumors Rumors arsip Memancing di Air Keruh Menyikapi Bencana Nasional Flu Burung Membersihkan Sapu Kotor Flu Burung Sudah Menjadi Teror Demi Rakyat, Tidak Perlu Bersitegang Perang Terhadap Mafia Peradilan arsip Penghapusan Utang Indonesia Oleh Sulistiono Kertawacana Senin, 25 Juli 2005 Menjelang pertengahan Juni lalu, Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Presiden AS George W Bush menyepakati untuk menghapus 100 persen utang negara-negara miskin di Benua Afrika. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia berpeluang mendapatkan penghapusan utang atau perlukah Indonesia mengajukan permohonan penghapusan utang? Dalam sejarah utang luar negeri, penghapusan utang (sebagaian atau seluruhnya) terjadi karena alasan hukum atau ekonomi. Alasan ekonomi terkait dengan keberlanjutan ekonomi negara debitor. Sedangkan alasan hukum terkait dengan legitimasi suatu rezim atau penyalahgunaan dana pinjaman Alasan hukum memandang utang sebagai odious debt (utang najis) atau criminal debt (utang kriminal). Leonce Ndikumana dan James K Boyce (1998) membedakan definisi keduanya. Utang najis adalah pinjaman yang dilakukan oleh rezim yang tidak sah dalam perspektif demokrasi, yakni tidak representatif, otoriter, diktator, dan opresif yang digunakan untuk menindas rakyatnya. Sedangkan utang kriminal adalah bagian dari dana pinjaman kepada negara yang telah dikorup oleh pejabat pemerintah dan/atau kroninya. Karenanya, tidaklah adil jika seluruh utang tersebut harus dibayar oleh rakyat negara debitor. Tujuannya, kreditor tidak mengucurkan pinjaman sekadar memandang risiko ekonomi (kemampuan mengembalikan utang). Sebab, jika utang terkategori utang najis atau utang kriminal, maka ada risiko tidak dibayar (seluruhnya). Dalam sejarahnya, Bank Dunia memiliki beberapa model untuk bisa mengurangi utang negara debitor. Yaitu, Brady Plan, Toronto Term, Naples Term, dan High Indebted Poor Countries Initiatives. (Pakarsa HIPC). Semuanya mensyaratkan negara debitor menjalankan Structural Adjustment Program oleh IMF. Brady Plan digagas Menkeu AS Nicholas Brady ketika berusaha menanggulangi kemelut utang luar negeri (ULN) Meksiko. Syarat negara memperoleh penghapusan utang, jika 3 dari 4 kondisi dipenuhi. Yakni, (i) rasio ULN terhadap Gross National Product (GNP) lebih dari 50%, (ii) rasio ULN terhadap ekspor lebih dari 275%, (iii) rasio peningkatan utang terhadap ekspor lebih dari 30%, dan/atau (iv) rasio peningkatan suku bunga terhadap ekspor lebih dari 25%. Toronto terms diberikan kepada negara debitor dengan kriteria GNP per kapita kurang dari 610 dolar AS (pada tahun 1990) atau yang mengalami problem
[ppiindia] Artikel: Penghapusan Utang Indonesia
Suara Karya Online Senin, 25 Juli 2005 Opini Paradoks Utang Luar Negeri Oleh Gunoto Saparie Penghapusan Utang Indonesia Oleh Sulistiono Kertawacana Ruhut P Sitompul: Jangan Sakiti Hati Rakyat! Menggalakkan Pendidikan Anak Usia Dini Oleh Sukirno Memahami Mekanisme Kerja DPR Oleh H Rustam E Tamburaka Strategi Cina terhadap Taiwan Oleh A Kardiyat Wiharyanto Ahmadi-Nezhad Vs George W Bush Oleh Riza Sihbudi Asingisasi Perbankan Nasional Oleh Susidarto Mencermati Kriteria Bank Jangkar Oleh Sabaruddin Siagian Kontroversi Partai Lokal di Aceh Oleh Faruuq Tri Fauzi Surat kepada Para Hakim Indonesia (2) Oleh H. Benyamin Mangkoedilaga Menyoal Ulang Kasus Pelanggaran HAM Oleh Abdul Latifi arsip Pemberian Akses Bagi Pembaca Meter Air Hati-hati Berada Di Pusat Keramaian Memerlukan Buku Pengajaran Bahasa Inggris untuk SD Jalur Hukum Redam Kontroversi Perpres 36/2005 Mulailah Gerakan Penghematan dari DPR Klarifikasi Nama Penulis Artikel Opini Di HU Suara Karya arsip Rumors Rumors Rumors Rumors Rumors Rumors arsip Memancing di Air Keruh Menyikapi Bencana Nasional Flu Burung Membersihkan Sapu Kotor Flu Burung Sudah Menjadi Teror Demi Rakyat, Tidak Perlu Bersitegang Perang Terhadap Mafia Peradilan arsip Penghapusan Utang Indonesia Oleh Sulistiono Kertawacana Senin, 25 Juli 2005 Menjelang pertengahan Juni lalu, Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Presiden AS George W Bush menyepakati untuk menghapus 100 persen utang negara-negara miskin di Benua Afrika. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia berpeluang mendapatkan penghapusan utang atau perlukah Indonesia mengajukan permohonan penghapusan utang? Dalam sejarah utang luar negeri, penghapusan utang (sebagaian atau seluruhnya) terjadi karena alasan hukum atau ekonomi. Alasan ekonomi terkait dengan keberlanjutan ekonomi negara debitor. Sedangkan alasan hukum terkait dengan legitimasi suatu rezim atau penyalahgunaan dana pinjaman Alasan hukum memandang utang sebagai odious debt (utang najis) atau criminal debt (utang kriminal). Leonce Ndikumana dan James K Boyce (1998) membedakan definisi keduanya. Utang najis adalah pinjaman yang dilakukan oleh rezim yang tidak sah dalam perspektif demokrasi, yakni tidak representatif, otoriter, diktator, dan opresif yang digunakan untuk menindas rakyatnya. Sedangkan utang kriminal adalah bagian dari dana pinjaman kepada negara yang telah dikorup oleh pejabat pemerintah dan/atau kroninya. Karenanya, tidaklah adil jika seluruh utang tersebut harus dibayar oleh rakyat negara debitor. Tujuannya, kreditor tidak mengucurkan pinjaman sekadar memandang risiko ekonomi (kemampuan mengembalikan utang). Sebab, jika utang terkategori utang najis atau utang kriminal, maka ada risiko tidak dibayar (seluruhnya). Dalam sejarahnya, Bank Dunia memiliki beberapa model untuk bisa mengurangi utang negara debitor. Yaitu, Brady Plan, Toronto Term, Naples Term, dan High Indebted Poor Countries Initiatives. (Pakarsa HIPC). Semuanya mensyaratkan negara debitor menjalankan Structural Adjustment Program oleh IMF. Brady Plan digagas Menkeu AS Nicholas Brady ketika berusaha menanggulangi kemelut utang luar negeri (ULN) Meksiko. Syarat negara memperoleh penghapusan utang, jika 3 dari 4 kondisi dipenuhi. Yakni, (i) rasio ULN terhadap Gross National Product (GNP) lebih dari 50%, (ii) rasio ULN terhadap ekspor lebih dari 275%, (iii) rasio peningkatan utang terhadap ekspor lebih dari 30%, dan/atau (iv) rasio peningkatan suku bunga terhadap ekspor lebih dari 25%. Toronto terms diberikan kepada negara debitor dengan kriteria GNP per kapita kurang dari 610 dolar AS (pada tahun 1990) atau yang mengalami