REFLEKSI: Kalau anggota BIN mudah dibeli dengan kongkalikong pasti tak akan deteksi.
CENDRAWASIH POS Jumat, 07 Okt 2005 BIN Gagal Bangun Sistem Deteksi Dini JAKARTA-Pasca ledakan bom di Bali Sabtu lalu, semakin memojokan Posisi Badan Intelejen Negara (BIN) .BIN dinilai telah gagal membangun sistem deteksi dini dan pencegahan, khususnya menanggulangi aksi-aksi peledakan bom oleh teroris. Demikian menurut penilaian Direktur Eksekutif Imparsial, Rachland Nashidik, saat menggelar jumpa pers, Kamis(6/10). "BIN telah gagal membangun sistem deteksi dini," kata Rachland. Lebih lanjut, kata Rachland, berdasarkan laporan Imparsial mengenai Evaluasi Kinerja BIN di Masa Transisi dan Catatan Untuk Reformasi BIN, dari 1998-2005 tercatat terjadi 149 aksi peledakan bom yang mengakibatkan 298 korban tewas dan 572 korban luka. Menurut dia, penyebab kegagalan BIN karena tidak jelasnya prosedur kinerja BIN. Akibat tidak adanya transparan dan kejelasan mengenai kinerja, BIN bukan hanya gagal dalam mendektisi dini teror bom, tapi parahnya lagi BIN terlibat dalam pencetakan uang palsu dan cukai palsu. Ironisnya, tindak kriminal itu melibatkan pejabat BIN. Dikatakan Rachland, terlibatnya pejabat BIN dalam pencetakan uang dan cukai palsu lebih disebabkan luas dan dominannya kewenangan BIN selaku koordinator seluruh unit intelejen, sehingga menjadi Ketua Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu dan Pengamanan Pengawasan Pencetakan Dokumen Sekuriti. Menurutnya, sikap tertutup BIN dalam pengungkapan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dapat dipandang sebagai bentuk tindakan obstruction of justice, dan sikap tersebut justru semakin mengarahkan dan membenarkan adanya dugaan keterlibatan BIN dalam kasus pembunuhan tersebut. "Jika benar BIN tidak terlibat dalam kasus itu, maka sudah sepantasnya BIN bersikap terbuka dalam upaya penyelesaian kasus Munir," kata dia. "Ini sangat kelihatan sekali dari pernyataan Hendropriyono ketika masih menjabat Kepala BIN, dalam mengomentari pengkritik-pengkritik kinerja BIN," ujarnya. Menurut Rachland, waktu yang paling gencar dan tajam mengkritik kinerja BIN adalah Munir. Sebaliknya Hendropriyono menanggapi kritikan itu secara personal. Lebih dari itu, kata dia, dengan ketertutupan BIN justru semakin mengarah dan membenarkan adanya dugaan kerterlibatan badan intelejen negara dalam kasus pembunuhan munir. Jika benar BIN tidak terlibat dalam kasus pembunuhan munir, maka sudah sepantasnya BIN bersikap terbuka dalam upaya penyelesaian kasus Munir. "Sampai hari ini masih belum jelas mengapa BIN tidak ikut terlibat membongkar kasus terbunuhnya Munir. Sementara setiap aksi terorisme BIN selalu mengambil peran besar dalam pengungkapannya," kata dia. Rachland juga menyinggung mengenai kerangka penegakan hukum melalui laporan intelejen sebagai bukti permulaan dalam UU Anti-terorisme (Pasal 26 UU Nomor 15 tahun 2003) dan pemberian kewenangan BIN untuk menangkap dalam RUU Pokok-pokok Intelejen (Pasal 20 ayat (1) jo pasal 21 ayat (1). Menurut dia kedua hal itu bisa jadi ancaman bagi independensi judicial system. Selain itu bisa menyalahi serta merusak mekanisme criminal justice system. Lebih jauh dari itu, pemberian kewenangan lebih kepada BIN menjadi ancaman bagi kebebasan masyarakat sipil. Sedangkan penguatan BIN melalui pembentukan Komunitas Intelejen Daerah (Kominda), kata Rachland, jelas tidak memiliki dasar dan landasan kebutuhan efektifitas keamanan. Justru dibentuknya Kominda di tengah carut-marutnya keberadaan lembaga BIN menjadi ancaman dan kerumitan tersendiri bagi kerberlangsungan proses demokratisasi. Karena itu, lanjutnya kinerja BIN harus segera diaudit untuk memperbaiki internal BIN yang selama ini telah gagal melakukan deteksi dini terhadap peledakan bom yang terjadi baru-baru ini.''Audit itu perlu, karena BIN belum bisa membangun sistem deteksi dini,'' katanya. Selain itu, kata dia, pemerintah perlu segera mengevaluasi dan menata ulang peran, posisi, dan kewenangan BIN dalam kerangka sistem negara yang demokratis melalui pembentukan UU Intelejen yang menaungi dan membatasi tugas dan kewenangan BIN. Wakil Ketua Komisi I DPR, Effendy Choirie, saat ditemui di Senayan, menilai ledakan bom Bali II membuktikan kinerja BIN Indonesia semakin lemah dan tidak berdaya. Apalagi selama ini BIN bekerja hanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keppres No 103/2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen. "Pembentukan UU Intelijen tersebut semakin mendesak karena kejadian bom Bali II semakin membuktikan kinerja intelijen Indonesia sangat lemah dan tidak berdaya," kata Effendy. Effendy mengakui, Komisi I DPR telah menerima konsep dan masukan RUU Intelijen versi Kelompok Kerja Reformasi Intelijen Negara pimpinan Dr Edy Prasetyono. RUU itu, kata dia, pantas sebagai masukan untuk menyusun UU Intelijen yang reformis. Tetapi, pemerintah jangan lama-lama menyerahkan RUU sandingannya. Mantan Kepala Staf Teritorial TNI Letjen (Purn) Agus Widjojo juga sependapat, pembentukan UU Intelijen tersebut sangat urgen. Kelemahan intelijen dewasa ini karena kurang jelas lembaga mana yang menangani intelijen nasional setelah Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI hanya menangani intelijen pertahanan. Menurut Agus, intelijen nasional itu dalam konteks nasional dilaksanakan BIN dan operasionalnya oleh intelijen Polri. Namun, model ini adalah bentukan baru yang masih harus memikirkan pengembangan institusi BIN. Polri tampaknya lebih bergerak setelah kejadian berlangsung, belum terbiasa mengantisipasi kejadian sebelum terjadi. (bud/yog) . [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital. http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/