MEDIA INDONESIA Minggu, 27 Maret 2005
FOKUS MINGGU Baku Hantam akibat Fulus sampai Beda Pendapat JUTAAN pasang mata pasti terkesima di depan layar kaca, ketika pada Rabu (16/3) lalu, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) nyaris terlibat baku hantam. Mungkin bila tidak ada yang melerai, bukan mustahil Ketua DPR Agung Laksono akan jadi bulan-bulanan koleganya yang marah. Aksi yang menjurus pada perkelahian itu, bukan tanpa sebab. Ketidaktegasan DPR dalam bersikap menolak atau menerima kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), dianggap sebagai pemicunya. Terlebih sikap Agung yang dianggap telah terkooptasi dengan kebijakan pemerintah. Toh soal adu argumentasi hingga baku hantam antaranggota Dewan, sebetulnya bukan sesuatu yang aneh pasca-Orde Baru. Semua itu selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat. Sehingga kalau kemudian bermuara pada baku hantam, barangkali, ya sah-sah saja. Soal perdebatan yang mengarah pada caci maki hingga pemukulan, bukan monopoli sejumlah anggota DPR pusat saja. Di beberapa daerah, adu argumentasi malah berlanjut ke jenjang perkelahian. Di Jambi pada Mei 2001 misalnya. Anggota DPRD Muarajambi terlibat saling lempar papan nama sebelum berbaku hantam. Pemicunya adalah aksi Wakil Ketua DPRD Muarajambi Husin Effendi yang dinilai tidak menghormati paripurna. Husin datang terlambat di ruang sidang pembahasan pemilihan ulang Bupati Muarajambi. Kalau cuma terlambat lantas duduk sih mungkin tidak akan ada kericuhan. Tapi, Husin tetap berdiri sambil bertolak pinggang di hadapan anggota Dewan. Jelas saja situasi itu memancing kemarahan sejumlah koleganya. Atau buka ingatan kita sejenak pada Juni 2002, saat terjadi baku pukul antarsesama anggota DPRD Kota Depok. Pemicunya, tudingan anggota Komisi D Toni Hutapea terhadap rekannya, anggota Komisi C Dadang Ibrahim, yang dianggap menerima uang muka Rp15 juta dari pembeli besi baja eks bongkaran Pasar Agung di Depok Timur, dari total nilai Rp175 juta. Persoalan fulus ternyata menjadi salah satu penyebab kenapa beberapa wakil rakyat ini jadi ringan tangan. Bukan cuma di Depok, di Surabaya malah sangat transparan. Pada Desember 2002, dua anggota F-PDI Perjuangan DPRD Kota Surabaya Isman dan Baktiono terlibat perkelahian di ruang Komisi A DPRD Surabaya. Penyebabnya, Isman yang kini berada di Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK), menuntut hak-haknya selama menjadi anggota PDIP seperti uang sidang, uang bantuan Pemkot Surabaya, tabungan, serta tunjangan. Namun, upaya Isman mendapatkan hak-haknya itu agaknya dipersulit Baktiono. Sejumlah kelakuan minus anggota Dewan itu, dalam pandangan sosiolog dan Direktur Center for East Indonesia Affairs (CEIA) Ignas Kleden, dipicu oleh banyaknya monolog yang simpang siur sehingga masing-masing anggota Dewan tidak bisa menerima pendapat lain. ''Sebab dalam rapat paripurna, tidak terjadi pertukaran argumentasi antaranggota Dewan. Banyak monolog yang simpang siur. Akibatnya tidak ada dialog dan interaksi dua arah yang seimbang. Karena itu masing-masing anggota Dewan tidak bisa menerima pendapat lain,'' jelas Ignas. Kalau Kleden lebih menyoroti soal kemacetan interaksi komunikasi di antara anggota Dewan, beda dengan Butet Kertaredjasa. Menurut Budayawan dari Yogyakarta ini, sikap nyleneh anggota Dewan menunjukkan adanya persoalan kejiwaan. ''Perdebatan pendapat yang sengit antaranggota Dewan itu wajar. Tetapi menjadi tidak wajar ketika hal elementer dalam politik tidak terekspresikan yaitu sopan santun, karena manusia harus punya etika sosial. Berarti secara kejiwaan ada yang salah pada mereka,'' kata Butet, Rabu (23/3). Sikap berbudaya itu setidaknya merupakan pencerminan watak dari seorang anggota Dewan. Kalau memang masing-masing memiliki iktikad dan moral yang baik, rasanya tidak mungkin terjadi baku hantam antarsesama anggota. Cuma, menurut pakar politik dari UGM Mochtar Mas'oed, kericuhan di DPR itu tidak ada kaitannya dengan demokrasi, dan bukan sebuah budaya politik. ''Tingkatannya jauh di bawah demokrasi, tak ada kaitannya dengan demokrasi, dan itu juga bukan budaya politik,'' tegas Mochtar. Namun, menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Adjie Massaid, kejadian tersebut merupakan kemajuan proses demokratisasi politik di Indonesia. Masyarakat pun bukan mustahil akan melupakan sejenak kepahitan hidup dengan melihat reality show tersebut. ''Seru melihat anggota Dewan saling dorong, tuding dan maki, bahkan ada yang melompat dari meja dan jatuh terjerembab. Lumayan tontonan reality show begini, menurut saya sih, menggelikan sekali,'' kata Doni, seorang pegawai negeri sipil di Jakarta. Kalau pendapat anggota masyarakat sudah begini, lantas bagaimana sebaiknya? (Lng/SA/IA/M-6) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/