Lima Alasan Kenapa Century Berdampak Sistemik

http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detail&id=960



        Tanggal: 10 Desember 2009

    Sumber: infobanknews.com
Jangan sampai, politisasi terhadap penyehatan bank akan
membuat pengambil keputusan takut mengambil keputusan jika ada bank
yang ukurannya lebih besar mengalami kegagalan. Biro Riset Infobank


 
Kasus Bank Century menimbulkan pertanyaan apakah berdampak sistemik
atau tidak jika diputuskan untuk ditutup pada November 2008 lalu? 
 
Kita lihat dampak pertama, yaitu kondisi sistem pembayaran.
Sistem pembayaran boleh jadi berjalan normal, namun dengan gejala
segmentasi di pasar uang antarbank (PUAB) yang makin meluas. 
 
Bukan hanya itu. Terdapat potensi kerentanan apabila terjadi flight to quality 
atau capital outflow yang mengakibatkan bank-bank menengah-kecil akan mengalami 
kesulitan likuditas. 
 
Bahkan, terdapat 18 bank yang berpotensi mengalami kesulitan
likuiditas bila hal tersebut terjadi. Di sisi lain, ada lima bank yang
memiliki karakteristik mirip Bank Century diduga akan mengalami
kesulitan likuiditas.
 
Kepanikan seperti itu membuat bank-bank cenderung menahan
likuiditas, baik rupiah maupun valuta asing (valas), untuk keperluan
likuiditasnya masing-masing. 
 
Kondisi seperti ini akan membahayakan bank-bank yang tidak memiliki kekuatan 
likuiditas yang cukup. 
 
Lebih mengerikan lagi, jika kemudian muncul rumor atau berita negatif mengenai 
kegagalan bank dalam settlement kliring/real time gross settlement (RTGS), hal 
ini akan dengan cepat memicu terjadinya kepanikan di kalangan masyarakat dan 
berpotensi menimbulkan bank run. 





Disebut-sebut, dari 23 bank tersebut ada Rp30 triliun yang
berpotensi fligt to quality. Dari jumlah itu, ada sekitar Rp18 triliun
yang akan menjadi beban LPS jika dilakukan penutupan. 
 
Kedua, dampak terhadap pasar keuangan. Ketika itu, situasi pasar keuangan masih 
relatif labil dalam menyerap berita-berita negatif. 
 
Waktu itu terdapat potensi sentimen negatif di pasar keuangan,
terutama dalam kondisi pasar yang sangat rentan terhadap berita-berita
yang dapat merusak kepercayaan terhadap pasar keuangan.
 
Ketiga, dampak kepercayaan publik atau psikologis pasar.
Penutupan bank dapat menambah ketidakpastian pada pasar domestik dan
diyakini dapat berakibat fatal pada psikologi pasar yang sedang
sensitif. 
 
Pada waktu itu rumor kalah kliring dan situasi rawan fligt to quality sedang 
terjadi dengan isu-isu bank kekurangan likuiditas dan negera-negara tetangga 
menerapkan kebijkan penjaminan 100%. 
 
Psikologi pasar inilah yang bisa memorak-porandakan sistem keuangan, kendati 
bank tersebut berukuran kecil.
 
Keempat, berdampak pada bank lain. Jujur, harus diakui,
jika dilihat dari peran bank memang tidak signifikan dalam hal
fungsinya sebagai lembaga intermediasi atau pemberian kredit, ukuran
bank, substitutability, dan keterkaitan dengan bank atau lembaga keuangan lain. 
 
Namun, dari sisi jumlah nasabah dan jaringan kantor cabang, bank ini
termasuk memiliki jumlah nasabah yang cukup besar (65.000 nasabah) dan
jaringan cukup luas di seluruh Indonesia dengan 65 kantor. 
 
Itu artinya, dalam kondisi pasar yang normal, jika bank ini ditutup,
diperkirakan relatif tidak akan menimbulkan dampak sistemik bagi bank
lain. 
 
Namun, dalam kondisi pasar yang saat itu cenderung rentan terhadap 
berita-berita negatif, penutupan bank berpotensi menimbulkan contagion effect 
berupa upaya rush terhadap bank-bank lain, terutama peer banks atau bank yang 
lebih kecil.
 
Situasinya ketika itu sedang terjadi penurunan kepercayaan
masyarakat akibat psikologi pasar yang tidak menentu. Bahkan, akan
menimbulkan kekacauan yang lebih besar dan dapat menyeret bank-bank
lain.
 
Kelima, kondisi sektor riil dan sistem keuangan. Saat itu,
menurut data-data, kondisi sistem keuangan mengalami tekanan sejalan
dengan kondisi ekonomi dan keuangan global yang terus memburuk. 
 
Hal yang sama juga terjadinya penurunan cadangan devisa dan tekanan
terhadap nilai tukar rupiah. Namun, karena perannya pada pemberian
kredit terhadap sektor riil tidak signifikan, kegagalan bank ini
memiliki dampak yang relatif terbatas terhadap sektor riil
 
Nah, jika memperhatikan kenyataan pada November 2008, permasalahan
yang terjadi pada Bank Century berpotensi menimbulkan dampak sistemik,
terutama melalui jalur psikologi pasar, sistem pembayaran, dan pasar
keuangan. Psikologi pasar bisa merembet ke bank-bank yang lebih besar
sehingga menimbulkan kekacauan (rush). 
 
Itu artinya, kondisi saat pengambilalihan perlu diperhatikan. Tidak
bisa dilihat dari kacamata sekarang ini. Hanya, sialnya, dalam situasi
yang sistemik dengan psikologi pasar yang tak menentu, celakanya
terjadi pada Bank Century, yang sebelum diambil alih dikelola dengan
penuh moral hazard. 
 
Penulis yakin, hal yang sama juga akan dilakukan jika terjadi pada
bank lain karena memang situasi pada setahun lalu sangat rawan rush.
Psikologi masyarakat sangat rentan akan terjadinya bank run. 
 
Sebab, penyelamatan Bank Century atau sebuah bank gagal bukan
semata-mata menyelamatkan satu bank, melainkan menyelamatkan industri
perbankan.
 
Jangan sampai, politisasi terhadap penyehatan bank akan membuat
pengambil keputusan takut mengambil keputusan jika ada bank yang
ukurannya lebih besar mengalami kegagalan.
 
Jika demikian, akan terjadi kiamat perbankan yang akan menghancurkan
sistem perbankan. Harapannya, politisasi terhadap penyehatan perbankan
ini tidak akan memakan biaya krisis yang lebih besar lagi.  
 
Jangan sampai di masa-masa mendatang jika ada bank gagal yang
ukurannya lebih besar dibiarkan hanya karena ketakutan disalahkan dan
diseret-seret setelah menetapkan sebagai bank gagal. Jika demikian,
tentunya akan merusak sistem perbankan. (*)



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke