Ketika indonesia baru saja melangkah ke masa
transisi (1999-2003) setelah lengsernya
pemerintahan pak Harto, ketika kerusuhan
masih terjadi di mana-mana, ada sebagian
orang Indonesia yang berfikir pesimis, dan
sempat berkomentar:

"bangsa Indonesia memang belum layak menjadi
bangsa yang merdeka ..."

Bahkan mendiang Soedarpo, tokoh nasional yang
pernah menjadi anggota delegasi Indonesia dalam
perundingan Linggarjati (1947), yang baru 
meninggal tahun 2097 yang lalu, pernah
mengungkapkan komentar yang sama seperti
di atas pada saat-saat kritis pasca reformasi.

<http://tinyurl.com/3w78pl>

***

Dari kacamata pihak Belanda sendiri, sudah
jelas bahwa negeri ini memang memandang
Indonesia/Hindia Belanda di tahun 1940
an itu merupakan miliknya yang 'sah',
yang lalu direbut oleh Jepang waktu PD-II.
Setelah Jepang kalah perang pada bulan
Agustus 1945, tentu saja Belanda meng-
asumsikan, wilayah ex-Hindia Belanda
ini secara "otomatis" akan dikembalikan
ke mereka, dan mengabaikan Proklamasi
17 Agustusnya Soekarno-Hatta. Maka pecahlah
perang di Soerabaya dan kota-kota lain di
Indonesia.

{
** Baru bbrp. tahun ini saja, pemerintah
** Belanda secara *lisan* melalui Kedubesnya
** menyampaikan pengakuan bahwa apa yang
** dilakukannya setelah tahun 1945 itu
** merupakan "mistakes" ...
}

***

btw.,

ada sebuah paper yang ditulis sebuah tim
peneliti Sospol/Sejarah Universitas Leiden,
yang a.l. menyebutkan: sebetulnya pemerintah
Hindia Belanda di tahun 1940 an itu sudah
mencanangkan program "pembangunan jangka
panjang" bagi Hindia Belanda, sehingga
wilayah ini diharapkan akan mencapai
level sebuah negara 'maju' 30 tahun
kemudian (1970-an); dan mungkin baru setelah
itu akan "diberi kemerdekaan" ( claim adanya
"plan" seperti ini mungkin saja benar kalau
melihat contoh Suriname, yang oleh Belanda
diberi kemerdekaan pada tahun 1975 ).

***

Untuk menilai, apakah keputusan Soekarno cs.
untuk merderka di tahun 1945 dulu itu merupakan 
keputusan yang "benar" atau tidak, ya mungkin 
bisa dilakukan dengan membandingkan apa yang
dicapai Indonesia merdeka saat ini dengan
negara lain, suatu negara MP (MP = Model
Pembanding) yg juga pernah menjadi koloni
Belanda, tidak pernah memberontak, dan
baru diberi kemerdekaan oleh Belanda
di tahun 1970-an.

Nah, masalahnya yg. bisa dijadikan sebagai
negara "MP" di sini adalah: Suriname.
Membandingkan Indonesia dan Suriname
rasanya seperti membandingkan buah kelapa
dan buah duku ... :-)

Memang kalau kita bandingkan tingkat 'kemajuan'
kedua negara ini dengan menggunakan parameter
versi PBB: HDI (Human Development Index)
selama beberapa tahun berturut-2, hingga
tahun ini, ranking HDI Suriname selalu
berada di atas Indonesia :-).

Misalnya, pada laporan hasil peniliaian HDI
UNDP tahun 2004,

-> Indonesia mendapat nilai: 0.711 (ranking 108)
-> Suriname mendapat nilai: 0.759 (ranking 89)

<http://hdr.undp.org/en/media/hdr06-complete.pdf>

Dan 'kekalahan' ranking kita thd. Suriname
bukan hanya di salah satu aspek HDI (misalnya
GDP/capita), tetapi pada 3 dari 4 aspek yang
dinilai rangkingnya di dalam HDI:

(1) Life expectancy: (Suriname: 69.3 thn, INA: 67.2 thn)
(2) Edu/School enrollment: (Suriname: 72%, INA: 68%)
(3) GDP/capita, PPP: (Suriname: $4,000 , INA: $3,609 )

***

Kalo kita coba 'cari-cari kelemahan' daripada Suriname
ya pasti ketemu juga sih :-), misalnya:

-> ekonomi negara ini masih sangat bergantung pada
kekayaan alam, utamanya tambang (alumina/bauxite
dan emas)

-> pemerintah masih sangat dominan memerankan sbg
pihak pemberi kerja (employer)

Dengan kata lain: Suriname ini merupakan sebuah
'negara mini': penduduknya sedikit - sekitar
0.5 juta jiwa --  tapi dikaruniai kekayaan alam 
yang cukup melimpah; ada miripnya dengan Brunei, 
meskipun tidak semakmur Brunei.

***

Jadi ... , Suriname yang selama ini umumnya kita
golongkan sebagai salah satu "Banana Republic" di
kawasan Karibia sana, sebenarnya tingkat "kesejahteraan"
nya agak lebih tinggi dari kita, paling tidak menurut
kerangka penilaian HDI. Tetapi kalau bicara parameter
'kesejahteraan lainnya', misalnya lembaga pendidikan
tinggi/universitas, mutu SDM, daya saing industri,
ya saya yakin, Suriname memang masih menjadi "Banana
Republic".

***

Indikator lain sebagai "Banana Republic" mungkin bisa
dilihat dari guntingan koran di bawah ini :-)

Ceritanya baru-baru ini, setelah kunjungan Menteri
Pertahanan Belanda ke Suriname, kalangan pers negeri
tersebut diliputi tanda tanya ketika mendengar adanya
"program latihan pasukan Marinir Kerajaan Belanda
(Dutch Royal Marine)" di hutan-hutan Suriname. Mereka
berspekulasi bahwa Belanda ingin membangun "pangkalan
militer" di bekas negeri jajahannya ini. Hal ini
dibantah oleh pihak Belanda, dengan mengundang tokoh-2
masyarakat Suriname & beberapa Dubes, termasuk dari
KBRI di Suriname utk mengunjungi "kamp" latihan militer
pasukan marinir Belanda di tengah-2 hutan Suriname.

Yang juga menarik dari membaca guntingan berita tsb.,
salah satu "pejabat/perwira tinggi" militer Suriname
yang juga ikut mengomentari soal ini bernama: Mayor
Jenderal Martopawiro, koq ya persis nama tetangga
saya di Solo, pak Martopawiro yang jualan rokok ... :-)

***

Point-nya, mo mendirikan pangkalan ato tidak, rasanya
tidak mungkin-lah hal seperti itu: Pasukan Marinir Belanda
membuat camp latihan di tengah-tengah hutan di Kalimantan
sana :-), ya itulah mungkin bedanya Suriname dan Indonesia :-)

contoh sampel dokumentasi latihan Dutch Royal Marine
bisa dilihat di:

<http://www.youtube.com/watch?v=kdR4HWZT8yc>

( nasib yang sama juga dialami Guyana, tetangganya Suriname.
Perancis menjadikan wilayah bekas jajahannya itu sebagai
camp untuk latihan tentara elitnya: Legiun Asing Perancis )

Gw tentu mengharapkan Indonesia lebih maju dari Suriname,
tetapi tidak berarti mengharapkan Suriname "lebih sengsara"
dari Indonesia. Soalnya di sana kan juga cukup banyak
komunitas "indonesia/jawa" yang dulu dibawa Belanda ke sana
sebagai TKI kontrak-an, 16% dari populasi Suriname. Pasti 
banyak orang Jawa di Suriname yang kalo di analisis DNA 
nya masih merupakan kerabat daripada gw. :-))

---( ihsan hm )---------------------------------


<http://tinyurl.com/4tsrqe>

**********************************************************
**
** To begin with, you must be dirty, stinking and
** sleeping in a very uncomfortable place," said
** Sgt. Maj. Cobussen, 47, who directs the jungle
** warfare course of the Royal Netherlands Marine
** Corps. "Suriname is the perfect place to achieve
** these conditions, getting us into nice activities
** like patrolling, ambushing and six days of live
** firing."

** Such activities may sound nice to Dutch marines,
** but in Suriname they still arouse suspicions about
** the intentions of the former colonial power. After
** a visit this year by Eimert van Middlekoop, the
** Dutch defense minister, newspapers in the capital,
** Paramaribo, speculated, erroneously, that the
** Netherlands was planning to establish a military
** base in the country.

...................

** Between puffs on a cigarette, Maj. R. J. Martopawiro
** of the Surinamese Army mused upon the jungle warfare
** course as something of an odd legacy of the strong
** ties Suriname once had with the Netherlands.

** "When it comes down to it," Major Martopawiro said,
** "we really don't pay a great deal of attention to
** the Dutch anymore."
**
************************************************************






Kirim email ke