Balasan: Re: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India

2008-10-22 Terurut Topik Chandra Simanungkalit
Kepentingan negara-negara kapitalis-imperialis atan sekarang disebut neoliberal 
memang sudah lama terjadi di Indonesia dan hal ini terus digencarkan sampai 
sekarang ini..

Indonesia pernah menyatakan perlawanan terhadap kapitalisme serakah ini, namun 
dalam perjalanan sejarah terjadi insiden politik yang mengakibatkan berkuasanya 
kembali agen-agen imperialis di Indonesia.

Persoalannya apa yang terjadi hari ini adalah proses ahistoris. Kondisi ini 
sudah dipredikasikan jauh-jauh sebelumnya pada tahun 1966, dalam pidato 
Soekarno yang terkenal  Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah  atau Jas Merah, 
dalam apa yang disebutnya Nekolim atau Neo Kolonialisme  Imperialisme..

Kapitalisme juga pernah bertekuk lutut dalam gempuran negara-negara yang 
menyatakan melawan terhadap mereka. AS harus mundue dari Vietnam, AS keok 
ketika digulung China, AS tak berdaya di tangan Kuba, sekarang ini kebangkitan 
Venezuela yang berani menasionalisasikan asset AS...

Sejak peristiwa 1965, kiblat Indonesia berubah dimana pemerintahan baru yang 
didukung oleh kapitalisme AS berkuasa selama puluhan tahun, dilanjutkan dengan 
pemerintahan sekarang ini yang masih belum bisa memutus rantai ketergantungan 
terhadap kapitalisme AS..

Indonesia memang sudah terjebak dalam gurita kapitalisme, tapi tidak serta 
merta Indonesia secara total adalah milik AS..

lembaga studi [EMAIL PROTECTED] wrote: Sobats,
 Sejak KMB Denhaag 27 Desember 1949, tepatnya sejak Indonesia menjadi RIS, lalu 
masuk ke UUDS 1950, kembali ke UUD1945, jatuh di tahun 1965/1966, selanjut 
gegap gempita berteriak demokrasi liberal dan pasar bebas, sungguh membuktikan 
INDONESIA di bawah ketiak Washington.
 Mohon sobats baca baik-baik kalimat penutup Indonesia as d new India.
 Berbaai kajian yang muncul di AS sendiri maupun dokumen yang berserakan di 
Jakarta, sebenarnya sudah membuktikan, Indonesia adalah negara bagian AS.
 Maka sejak 1999 hingg hari ini berdasarkan puluhan buku akademik, data, dan 
informasi akurat saya menyebutkan, siapapun pemenang Pemilu 1999, 2004, 2009 
(Pilleg atau Pilpres), jelas Neoliberal penguasanya.
 Tidak usah heran. Terlalu banyak yang  bersedia menjadi kaki tangan penjajah. 
Bagi mereka, yang penting tahta dan harta. Itulah fakta bagaimana para ekonom 
beraliran mekanisme pasar, para ekonom yang menjunjung tinggi pasar bebas, dan 
menjalankan sepenuhnya Konsensus Washington, tetap berkuasa sejak Soeharto 
hingga detik ini.
 Coba lihat bagaimana majalah Time dan The Economist memberitakan krisis pasar 
modal berdampak pada krisis keuangan.
 Perhatikan pula kenapa BI dan Depkeu meminta persetujuan DPR agar menalangi 
IBA (Indover Bank Amsterdam). Patut dicatat, dalam krisis moneter 1997/1998, BI 
telah menolong IBA sebesar USD1,14 bio. Dalam perjalanan, IBA terus bleeding. 
Kondisi IBA yang begini justru membuat nikmatnya IBA menjadi sapi perah. 
Setelah berhasil memisahkan aset busuk dan aset bernilai lewat Indoplus dan 
setelah biaya konsultan asing yang sarat kolusi menyedot dana BI, pejabat BI 
kemudian menolak divestasi. walaupun saat itu ada peminatnya, Crosby. Pemenang 
divestasi ini bahkan bersedia mengembalikan pledge deposit. Tp DGBI tetap 
menolaknya. Sementara sejumlah pialang di Indonesia mencarikan dana ke bank 
plat merah untuk ditempatkan di IBA.  Dan IBA sendiri menggunakan dana bank 
dari Indonesia di pasar uang AS. Hasilnya, dalam krisis pasar modal awal 
Oktober ini, IBA merugi sebesar US$300 mio. 
 Perhatikan lagi dalam-dalam, siapa sebenarnya yang merugikan Indonesia dari 
aspek kebijakan hingga ke aspek bisnis?
 Saya berani menyebut: MAFIA BERKELEY.
  
 Lalu apa hubungannya dengan artikel Newsweek?
 
 Kalimat terakhir majalah Newsweek yang juga dikutip Andi Malarangeng dalam 
Negeri Impian-nya tvOne sekadar membuktikan, siapapun Presiden AS dan siapapun 
parpol berkuasa serta siapapun Presiden Indonesia 2009, INDONESIA tetap 
terjajah melalui kesediaan Mafia Berkeley menjadi kaki tangan mereka.
  
 Maaf, kalau ini faktanya.
 --- On Mon, 10/20/08, Nugroho Dewanto [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 From: Nugroho Dewanto [EMAIL PROTECTED]
 Subject: Re: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India
 To: ppiindia@yahoogroups.com, ppiindia@yahoogroups.com
 Date: Monday, October 20, 2008, 2:15 PM
 
 saya teringat di masa kuliah 15 tahun lalu, prof juwono
 sudarsono pernah mewanti-wanti bahaya menerapkan demokrasi
 di negara berkembang dan masyarakatnya majemuk seperti
 indonesia. kita akan jadi seperti india, tetap miskin dan
 politiknya ribut minta ampun. para aktris bollywood menjadi
 anggota parlemen semata memanfaatkan ketenaran tanpa
 kompetensi, begitu katanya.
 
 kekhawatiran pak juwono ada benarnya, ada pula yang tidak.
 seperti india, kita sekarang memang mengalami panggung
 sinetron pindah ke senayan karena para aktris dan aktor
 menjadi anggota dpr.
 
 tapi indonesia tidak miskin, kita termasuk negara berpendapatan
 menengah di dunia. kita sedikit lebih kaya ketimbang india

Re: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India

2008-10-20 Terurut Topik Nugroho Dewanto
saya teringat di masa kuliah 15 tahun lalu, prof juwono
sudarsono pernah mewanti-wanti bahaya menerapkan demokrasi
di negara berkembang dan masyarakatnya majemuk seperti
indonesia. kita akan jadi seperti india, tetap miskin dan
politiknya ribut minta ampun. para aktris bollywood menjadi
anggota parlemen semata memanfaatkan ketenaran tanpa
kompetensi, begitu katanya.

kekhawatiran pak juwono ada benarnya, ada pula yang tidak.
seperti india, kita sekarang memang mengalami panggung
sinetron pindah ke senayan karena para aktris dan aktor
menjadi anggota dpr.

tapi indonesia tidak miskin, kita termasuk negara berpendapatan
menengah di dunia. kita sedikit lebih kaya ketimbang india.
negeri anak benua itu sendiri sekarang perlahan-lahan menjadi
lebih makmur ketimbang 15 tahun lalu.

kita memang punya banyak kesamaan dengan india:
masyarakat yang majemuk dengan banyak suku dan agama.
serta sistem pemerintahan yang demokratis dan netral agama.

tapi, bila pemberantasan korupsi dan otonomi daerah berhasil,
indonesia akan lebih maju dari india, bahkan cina.

teknologi informasi yang menjadi andalan india, bukan ilmu
yang sulit untuk dipelajari.

dibanding india, indonesia punya dua kelebihan: ada bahasa
indonesia yang menjadi lingua franca dan tak ada persoalan
kasta yang menghambat mobilitas vertikal warga.

india sampai sekarang masih bermasalah karena bahasa hindi
(warganya merasal lebih sederajad satu sama lain bila bicara
dalam bahasa inggris) dan sistem kasta di masyarakat, bukan
karena sistem pemerintahan yang demokratis.

mari tetap semangat!


At 08:16 AM 10/17/2008 +0200, A. Marconi wrote:

Membaca Newsweek ttg Indonesia ini tampak sambungnya dengan politik 
luarnegeri Gedungputih bagi Asia Tenggara, menopang secara pragmatis kaum 
Militer dan ex-Militer (purnawirawan) yang dididik dengan Dana Bantuan 
Militer AS. Menjelang Pemilu 2009 di Indonesia, politik AS mendukung 
dipilihnya calon-calon presiden Indonesia dari purnawirawan 
jendral-jendral TNI-AD, seperti SBY, Wiranto, Prabowo dll.

Be careful with your best economic hope in the era of Indonesian TNI-AD 
political power dominancy. KASAD telah memperingatkan kewaspadaan terhadap 
masyarakat akan bangkitnya kembali mayat PKI yang sudah ditembak mati 
dengan brondongan senapan mesin di tahun 1965 oleh satuan 
KOSTRAD/KOPASUS/RPKAD di bawah komando Letjen Soeharto. Mayat PKI tersebar 
di seluruh kepualuan Indonesia dalam kuburan-kuburan masaal, hingga di 
pulau terpencil Buru. Momok Komunisme masih terus menghantui Indonesia dan 
dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini telah masuk ke gereja-gereja, 
klenteng, masjid dan candi-candi serta pura-pura. Sitkon baru ini 
menyebabkan para jendral generasi baru yang dihasilkan di akademi-akademi 
militer Indonesia kini mengidap penyakit paranoia bahaya latent 
komunisme/PKI sebagai akibat indoktrinasi politik dan ideologi 
anti-komunis era cold-war. Oleh sebab itu impian Indonesia berstatus 
raksasa ekonomi Asia Tenggara apa mungkin direalisasi?

- Original Message -
From: Pan Mohamad Faiz
To: mailto:ppi-india%40yahoogroups.com[EMAIL PROTECTED] ; 
mailto:ppiindia%40yahoogroups.comppiindia@yahoogroups.com
Cc: mailto:qisai%40yahoo.com[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, October 17, 2008 4:28 AM
Subject: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India

Dear all,

Cross posting tentang pemberitaan Indonesia terkait dengan India di 
Majalah Newsweek. Semoga bisa menjadi perhatian untuk kita bersama, para 
mahasiswa, alumnus, pemerintah, dan professional Indonesia di dan dari India.

Best Regards,
PMF

Alumnus University of Delhi

=
LAMPIRAN
=
Indonesia As the New India

This stable democracy with a hot market economy resembles another Asian 
giant in the 1990s.

By George Wehrfritz and Solenn Honorine | NEWSWEEK

Published Oct 11, 2008

 From the magazine issue dated Oct 20, 2008

Link page 1: 
http://www.newsweek.com/id/163572http://www.newsweek.com/id/163572

Link page 2: 
http://www.newsweek.com/id/163572/page/2http://www.newsweek.com/id/163572/page/2
 


__
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.comhttp://mail.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India

2008-10-20 Terurut Topik lembaga studi
Sobats,
Sejak KMB Denhaag 27 Desember 1949, tepatnya sejak Indonesia menjadi RIS, lalu 
masuk ke UUDS 1950, kembali ke UUD1945, jatuh di tahun 1965/1966, selanjut 
gegap gempita berteriak demokrasi liberal dan pasar bebas, sungguh membuktikan 
INDONESIA di bawah ketiak Washington.
Mohon sobats baca baik-baik kalimat penutup Indonesia as d new India.
Berbaai kajian yang muncul di AS sendiri maupun dokumen yang berserakan di 
Jakarta, sebenarnya sudah membuktikan, Indonesia adalah negara bagian AS.
Maka sejak 1999 hingg hari ini berdasarkan puluhan buku akademik, data, dan 
informasi akurat saya menyebutkan, siapapun pemenang Pemilu 1999, 2004, 2009 
(Pilleg atau Pilpres), jelas Neoliberal penguasanya.
Tidak usah heran. Terlalu banyak yang  bersedia menjadi kaki tangan penjajah. 
Bagi mereka, yang penting tahta dan harta. Itulah fakta bagaimana para ekonom 
beraliran mekanisme pasar, para ekonom yang menjunjung tinggi pasar bebas, dan 
menjalankan sepenuhnya Konsensus Washington, tetap berkuasa sejak Soeharto 
hingga detik ini.
Coba lihat bagaimana majalah Time dan The Economist memberitakan krisis pasar 
modal berdampak pada krisis keuangan.
Perhatikan pula kenapa BI dan Depkeu meminta persetujuan DPR agar menalangi IBA 
(Indover Bank Amsterdam). Patut dicatat, dalam krisis moneter 1997/1998, BI 
telah menolong IBA sebesar USD1,14 bio. Dalam perjalanan, IBA terus bleeding. 
Kondisi IBA yang begini justru membuat nikmatnya IBA menjadi sapi perah. 
Setelah berhasil memisahkan aset busuk dan aset bernilai lewat Indoplus dan 
setelah biaya konsultan asing yang sarat kolusi menyedot dana BI, pejabat BI 
kemudian menolak divestasi. walaupun saat itu ada peminatnya, Crosby. Pemenang 
divestasi ini bahkan bersedia mengembalikan pledge deposit. Tp DGBI tetap 
menolaknya. Sementara sejumlah pialang di Indonesia mencarikan dana ke bank 
plat merah untuk ditempatkan di IBA.  Dan IBA sendiri menggunakan dana bank 
dari Indonesia di pasar uang AS. Hasilnya, dalam krisis pasar modal awal 
Oktober ini, IBA merugi sebesar US$300 mio. 
Perhatikan lagi dalam-dalam, siapa sebenarnya yang merugikan Indonesia dari 
aspek kebijakan hingga ke aspek bisnis?
Saya berani menyebut: MAFIA BERKELEY.
 
Lalu apa hubungannya dengan artikel Newsweek?

Kalimat terakhir majalah Newsweek yang juga dikutip Andi Malarangeng dalam 
Negeri Impian-nya tvOne sekadar membuktikan, siapapun Presiden AS dan siapapun 
parpol berkuasa serta siapapun Presiden Indonesia 2009, INDONESIA tetap 
terjajah melalui kesediaan Mafia Berkeley menjadi kaki tangan mereka.
 
Maaf, kalau ini faktanya.
--- On Mon, 10/20/08, Nugroho Dewanto [EMAIL PROTECTED] wrote:

From: Nugroho Dewanto [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India
To: ppiindia@yahoogroups.com, ppiindia@yahoogroups.com
Date: Monday, October 20, 2008, 2:15 PM






saya teringat di masa kuliah 15 tahun lalu, prof juwono
sudarsono pernah mewanti-wanti bahaya menerapkan demokrasi
di negara berkembang dan masyarakatnya majemuk seperti
indonesia. kita akan jadi seperti india, tetap miskin dan
politiknya ribut minta ampun. para aktris bollywood menjadi
anggota parlemen semata memanfaatkan ketenaran tanpa
kompetensi, begitu katanya.

kekhawatiran pak juwono ada benarnya, ada pula yang tidak.
seperti india, kita sekarang memang mengalami panggung
sinetron pindah ke senayan karena para aktris dan aktor
menjadi anggota dpr.

tapi indonesia tidak miskin, kita termasuk negara berpendapatan
menengah di dunia. kita sedikit lebih kaya ketimbang india.
negeri anak benua itu sendiri sekarang perlahan-lahan menjadi
lebih makmur ketimbang 15 tahun lalu.

kita memang punya banyak kesamaan dengan india:
masyarakat yang majemuk dengan banyak suku dan agama.
serta sistem pemerintahan yang demokratis dan netral agama.

tapi, bila pemberantasan korupsi dan otonomi daerah berhasil,
indonesia akan lebih maju dari india, bahkan cina.

teknologi informasi yang menjadi andalan india, bukan ilmu
yang sulit untuk dipelajari.

dibanding india, indonesia punya dua kelebihan: ada bahasa
indonesia yang menjadi lingua franca dan tak ada persoalan
kasta yang menghambat mobilitas vertikal warga.

india sampai sekarang masih bermasalah karena bahasa hindi
(warganya merasal lebih sederajad satu sama lain bila bicara
dalam bahasa inggris) dan sistem kasta di masyarakat, bukan
karena sistem pemerintahan yang demokratis.

mari tetap semangat!

At 08:16 AM 10/17/2008 +0200, A. Marconi wrote:

Membaca Newsweek ttg Indonesia ini tampak sambungnya dengan politik 
luarnegeri Gedungputih bagi Asia Tenggara, menopang secara pragmatis kaum 
Militer dan ex-Militer (purnawirawan) yang dididik dengan Dana Bantuan 
Militer AS. Menjelang Pemilu 2009 di Indonesia, politik AS mendukung 
dipilihnya calon-calon presiden Indonesia dari purnawirawan 
jendral-jendral TNI-AD, seperti SBY, Wiranto, Prabowo dll.

Be careful with your best economic hope in the era of Indonesian TNI-AD 
political power dominancy. KASAD telah

Re: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India

2008-10-17 Terurut Topik A. Marconi
Membaca Newsweek ttg Indonesia ini tampak sambungnya dengan politik luarnegeri 
Gedungputih bagi Asia Tenggara, menopang secara pragmatis kaum Militer dan 
ex-Militer (purnawirawan) yang dididik dengan Dana Bantuan Militer AS. 
Menjelang Pemilu 2009 di Indonesia, politik AS mendukung dipilihnya calon-calon 
presiden Indonesia dari purnawirawan jendral-jendral TNI-AD, seperti SBY, 
Wiranto, Prabowo dll.

Be careful with your best economic hope in the era of Indonesian TNI-AD 
political power dominancy. KASAD telah memperingatkan kewaspadaan terhadap 
masyarakat akan bangkitnya kembali mayat PKI yang sudah ditembak mati dengan 
brondongan senapan mesin di tahun 1965 oleh satuan KOSTRAD/KOPASUS/RPKAD di 
bawah komando Letjen Soeharto. Mayat PKI tersebar di seluruh kepualuan 
Indonesia dalam kuburan-kuburan masaal, hingga di pulau terpencil Buru. Momok 
Komunisme masih terus menghantui Indonesia dan dalam era globalisasi ekonomi 
sekarang ini telah masuk ke gereja-gereja, klenteng, masjid dan candi-candi 
serta pura-pura. Sitkon baru ini menyebabkan para jendral generasi baru yang 
dihasilkan di akademi-akademi militer Indonesia kini mengidap penyakit paranoia 
bahaya latent komunisme/PKI sebagai akibat indoktrinasi politik dan ideologi 
anti-komunis era cold-war. Oleh sebab itu impian Indonesia berstatus raksasa 
ekonomi Asia Tenggara apa mungkin direalisasi? 




  - Original Message - 
  From: Pan Mohamad Faiz 
  To: [EMAIL PROTECTED] ; ppiindia@yahoogroups.com 
  Cc: [EMAIL PROTECTED] 
  Sent: Friday, October 17, 2008 4:28 AM
  Subject: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India


  Dear all,
   
  Cross posting tentang pemberitaan Indonesia terkait dengan India di Majalah 
Newsweek. Semoga bisa menjadi perhatian untuk kita bersama, para mahasiswa, 
alumnus, pemerintah, dan professional Indonesia di dan dari India.
   
  Best Regards,
  PMF
   
  Alumnus University of Delhi
   
  =
  LAMPIRAN
  =
  Indonesia As the New India

  This stable democracy with a hot market economy resembles another Asian giant 
in the 1990s.

   
  By George Wehrfritz and Solenn Honorine | NEWSWEEK

  Published Oct 11, 2008 
   
  From the magazine issue dated Oct 20, 2008
   
  Link page 1: http://www.newsweek.com/id/163572
   
  Link page 2: http://www.newsweek.com/id/163572/page/2 

  __
  Do You Yahoo!?
  Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around 
  http://mail.yahoo.com 

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]



[ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India

2008-10-16 Terurut Topik Pan Mohamad Faiz
Dear all,
 
Cross posting tentang pemberitaan Indonesia terkait dengan India di Majalah 
Newsweek. Semoga bisa menjadi perhatian untuk kita bersama, para mahasiswa, 
alumnus, pemerintah, dan professional Indonesia di dan dari India.
 
Best Regards,
PMF
 
Alumnus University of Delhi
 
=
LAMPIRAN
=
Indonesia As the New India

This stable democracy with a hot market economy resembles another Asian giant 
in the 1990s.

 
By George Wehrfritz and Solenn Honorine | NEWSWEEK

Published Oct 11, 2008 
 
From the magazine issue dated Oct 20, 2008
 
Link page 1: http://www.newsweek.com/id/163572
 
Link page 2: http://www.newsweek.com/id/163572/page/2 

__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]