[list_indonesia] Re: [ppiindia] Re: [ekonomi-nasional] Deklarasi Menentang Iklan Freedom Institute soal BBM
** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Betul , kalau harga BBM naik, tak mungkin harga lain-lain bahan tidak bertambah mahal. Patokan ini sudah menjadi hukum umum mekanisme pasar, atau yang dikenal dengan istilah sehari-hari sebagai reaksi berantai kenaikan harga. Jadi sekalipun dikatakan bahwa kelebihan keuntungan yang didapat dari laba BBM disalurkan ke bidang pendidikan dan kesehatan, agaknya hanya akan menjadi komestik sepuhan bibir, sebab seperti kita semua mengetahui untuk bisa belajar baik, perut mesti kenyang dengan makanan bergizi sebagai dasar untuk berbadan sehat. Kalau harga bahan kebutuhan sehari-hari naik dan upah tak berubah , bisa berarti beban kehidupan masyarakat terististimewa lapisan bawah yang adalah mayoritas dalam struktur kepenundukan tetap tak berubah menjadi lebih ringan untuk dipikul. Jadi cerita pengusasa tentang diperbesar subsidi bidang pendidikan dan kesehatan tak banyak efek yang menentukan untuk perbaikan hidup, karena langkah langkah pokok yang harus ditempuh tidak dijalankan. Yang dimaskdukan dengan langkah pokok ialah harus ada reformassi politik pendidikan dan bidang kesehtan yang mengabdi kepentingan rakyat banyak. Sebagai contoh bisa saya kemukakan observasi saya, yaitu misalnya di bidang kesehatan, penyakit X menimpa dua orang warganegara RI, yaitu si A dan B. A adalah politikus, pengusasa berkedudukan tinggi, dan B adalah serdadu kerocok atau orang biasa seperti tukang becak, pekerja pabrik, pegawai kantor, pak tani, pak nelayan, tukang sapu jalan, tak pandang apakah agamanya Islam, Kristen, Budddha, Hindu dan Al Kafirum, semua satu golongan marginal Bagi si A ini kalau pengobatan dalam negeri tak mampu melayani, dia bisa dikirim untuk berobat di luarnegeri. Tetapi, bagi B sudah pasti malang, seperti orang yang dijatuhi hukuman mati. Kemampuan kantongnya untuk mendapat pengobatan yang selayaknya terbatas atau tidak bisa didapat. Jadi tunggu waktu pamitan dengan keluarga tercinta. Pikir punya pikir, sekalipun pemerintah sekarang ini adalah hasil pemilihan yang dikatakan demokratis, tetapi politik ekonomi, sosial dan kebudayaannya agaknya sangat kabur. Pemilihan umum yang demokratis, harus disusul dengan langkah demokratisasi yang kongkrit demi keuntungan perbaikan tingkat hidup masyarakat mayoritas untuk keluar dari cengkraman mata rantai kemiskinan dan keterbelakangan. Kalau hal ini tidak dijalankan berarti esok hari yang cerah tak kunjung datang, kabut gelap mendominasi horisont. Bagi yang mau tambah atau kurangi atau membuat koreksi terhadap coretan ini, dipersilahkan dengan segala hormat. Wassalam - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED]; ppiindia@yahoogroups.com Sent: Thursday, March 03, 2005 6:52 AM Subject: [ppiindia] Re: [ekonomi-nasional] Deklarasi Menentang Iklan Freedom Institute soal BBM Chatib Basri itu ekonom ya? Kalau harga BBM naik, otomatis semua harga barang akan naik, karena semua diangkut/didistribusikan dgn BBM (kendaraaan/bukan jalan kaki). Harga pupuk dan pestisida juga naik. Kalau dipaksa tetap, kasihan petani tambah miskin, padahal petani jumlahnya masih mayoritas. Kalau sudah begini, mayoritas rakyat kita lebih miskin kan? Mudah2an para intelek atau pengamat ekonomi kita masih punya hati nurani. --- [EMAIL PROTECTED] wrote: Nah tuh kamu-kamu yang suka bikin kebijakan publik hanya dengan kacamata ekonomi dan matematika ekonomi, jadilah orang yang rendah hati, yang mengerti dari sudut yang lebih luas. Kalau tidak bisa bertindak bijaksana, maulah mengerti bahwa ada banyak aspek dan sudut pandang untuk melihat sesuatu itu sebagai benar atau tidak. Tidak boleh mengambil sesuatu berdasarkan klaim satu ilmu saja, seperti iklan tersebut, sekaligus tulisan Chatib Basti di berbagai koran, dan yang terbaru di majalah tempo, yang aduhai.. Kesimpulan saya, dari tulisan si Chatib,... supaya inflasi tidak tinggi, sehingga kemiskinan tidak naik lagi, maka turunkan atau minimal stabilkan harga beras, karena expenses paling besar orang miskin sebenarnya pada aspek food ini khususnya beras. Kalau harga beras turun, atau tidak ikut-ikutan naik karena pengaruh BBM, maka otomatis daya beli orang miskin tidak terpengaruh atau terganggu. Itulah sebabnya menurut dia kenaikan harga BBM tidak punya pengaruh terhadap orang miskin. Ya ampun Menurunkan jumlah orang atau menekan orang miskin dengan mematikan orang miskin. Apakah begitu maksudnya? Apa dia lupa masih banyak orang miskin dewasa ini yang tetap menggantungkan pendapatannya dari menjual padi/gabah? Kalau pun ada off-farm activities, itu tak seberapa sebenarnya, dan jika mereka masuk ke situ, maka semua logika inflasi karena kenaikkan BBM akan mengimbas mereka juga? Tentu saja masih banyak hal yang didiskusikan tentang ini. Tetapi satu kritik pedas seperti di bawah ini mungkin perlu supaya para
Re: [ppiindia] Re: [ekonomi-nasional] Deklarasi Menentang Iklan Freedom Institute soal BBM
Sdr Nizami yang budiman, Betul , kalau harga BBM naik, tak mungkin harga lain-lain bahan tidak akan bertambah mahal. Patokan ini sudah menjadi hukum umum mekanisme pasar, atau juga yang dikenal dengan istilah sehari-hari sebagai reaksi berantai kenaikan harga. Jadi sekalipun dikatakan bahwa subsidi BBM diabaikan dan sebagai pengantinya susidi ini disalurkan ke bidang pendidikan dan kesehatan, hematku ini hanya komestik sepuhan bibir mereah, sebab seperti kita semua mengetahui untuk bisa belajar baik, perut mesti kenyang dengan makanan bergizi sebagai dasar untuk berbadan sehat. Kalau harga bahan kebutuhan sehari-hari naik dan upah tak berubah, bisa berarti beban kehidupan masyarakat terististimewa lapisan bawah yang adalah mayoritas dalam struktur kepenundukan tetap tak berubah menjadi lebih ringan untuk dipikul. Jadi cerita pengusasa negara tentang diperbesar subsidi bidang pendidikan dan kesehatan hanya akan memberikan efek sementara, dalam jangka panjang tidak membawa perbaikan hidup, karena langkah langkah pokok yang harus ditempuh tidak dijalankan. Yang dimaskdukan dengan langkah pokok ialah adanya reformassi politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan yang mengabdi kepentingan rakyat banyak. Sebagai contoh bisa saya kemukakan observasi saya, yaitu misalnya di bidang kesehatan, penyakit X menimpa dua orang warganegara RI, yaitu si A dan B. A adalah politikus, pengusasa, pejabat berkedudukan tinggi, dan B adalah serdadu prajurit kerocok atau orang biasa seperti tukang becak, pekerja pabrik, pegawai kantor, pak tani, pak nelayan, tukang sapu jalan, tak pandang bulu apakah agamanya Islam sembayan 5 kali sehari, atau Kristen yang puji-puji Tuhan tiap hari minggu, atau yang beragama Budddha, Hindu bakar-bakar kemenyan dan kaum Al Kafirum, semua ini satu rumpun adalah golongan marginal. Kalau A ini sakit dan pengobatan dalam negeri tak mampu memberi pelayanan untuk dia menjadi sehat, dia bisa dikirim untuk berobat di luarnegeri. Tetapi, bagi B sudah pasti malang, malang seperti orang yang dijatuhi hukuman mati. Kemampuan kantongnya membatasi pengobatan yang selayaknya sangat terbatas atau jelas tidak bisa mendapat falisitas. Kalau penyakitnya itu parah, maka konsekuensinya hanya tunggu waktu pamitan dengan keluarga tercinta. See you somewhere in the sky. Membicarakan hal diatas ini teringat saya pada sebuah ucapan pakar ekonomi USA bernama Kenneth Galbraith, yaitu tentang Horse Shit Doctrine [doktrin tai kuda]. Doktrin ini melukiskan burung gelatik [sparrow] hanya bisa mencicip sisa-sisa gandum yang tak terkunyak oleh kuda. Burung gelatik ini tentunya diasosiasikan kepada rakyat miskin atau yang dimiskinkan. Mungkin tak keliru bila dikatakan bahwa perkembangan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan di Indonesia selama ini dipandui oleh Horse Shit Dokrtine. Pikir punya pikir, sekalipun pemerintah sekarang ini adalah hasil dari pemilihan yang dikatakan demokratis, tetapi politik ekonomi, sosial dan kebudayaannya sangat kabur. Pemilihan umum yang demokratis, harus disusul dengan langkah demokratisasi yang kongkrit demi keuntungan perbaikan tingkat hidup masyarakat mayoritas untuk keluar dari cengkraman rantai kemiskinan dan keterbelakangan. Bagi yang mau tambah atau kurangi atau membuat koreksi terhadap coretan ini, dipersilahkan dengan segala hormat. Wassalam - Original Message - From: A Nizami [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com; [EMAIL PROTECTED]; ppiindia@yahoogroups.com Sent: Thursday, March 03, 2005 6:52 AM Subject: [ppiindia] Re: [ekonomi-nasional] Deklarasi Menentang Iklan Freedom Institute soal BBM Chatib Basri itu ekonom ya? Kalau harga BBM naik, otomatis semua harga barang akan naik, karena semua diangkut/didistribusikan dgn BBM (kendaraaan/bukan jalan kaki). Harga pupuk dan pestisida juga naik. Kalau dipaksa tetap, kasihan petani tambah miskin, padahal petani jumlahnya masih mayoritas. Kalau sudah begini, mayoritas rakyat kita lebih miskin kan? Mudah2an para intelek atau pengamat ekonomi kita masih punya hati nurani. --- [EMAIL PROTECTED] wrote: Nah tuh kamu-kamu yang suka bikin kebijakan publik hanya dengan kacamata ekonomi dan matematika ekonomi, jadilah orang yang rendah hati, yang mengerti dari sudut yang lebih luas. Kalau tidak bisa bertindak bijaksana, maulah mengerti bahwa ada banyak aspek dan sudut pandang untuk melihat sesuatu itu sebagai benar atau tidak. Tidak boleh mengambil sesuatu berdasarkan klaim satu ilmu saja, seperti iklan tersebut, sekaligus tulisan Chatib Basti di berbagai koran, dan yang terbaru di majalah tempo, yang aduhai.. Kesimpulan saya, dari tulisan si Chatib,... supaya inflasi tidak tinggi, sehingga kemiskinan tidak naik lagi, maka turunkan atau minimal stabilkan harga beras, karena expenses paling besar orang miskin sebenarnya pada aspek food ini khususnya beras. Kalau harga beras turun, atau tidak ikut-ikutan naik
[ppiindia] Re: [ekonomi-nasional] Deklarasi Menentang Iklan Freedom Institute soal BBM
Chatib Basri itu ekonom ya? Kalau harga BBM naik, otomatis semua harga barang akan naik, karena semua diangkut/didistribusikan dgn BBM (kendaraaan/bukan jalan kaki). Harga pupuk dan pestisida juga naik. Kalau dipaksa tetap, kasihan petani tambah miskin, padahal petani jumlahnya masih mayoritas. Kalau sudah begini, mayoritas rakyat kita lebih miskin kan? Mudah2an para intelek atau pengamat ekonomi kita masih punya hati nurani. --- [EMAIL PROTECTED] wrote: Nah tuh kamu-kamu yang suka bikin kebijakan publik hanya dengan kacamata ekonomi dan matematika ekonomi, jadilah orang yang rendah hati, yang mengerti dari sudut yang lebih luas. Kalau tidak bisa bertindak bijaksana, maulah mengerti bahwa ada banyak aspek dan sudut pandang untuk melihat sesuatu itu sebagai benar atau tidak. Tidak boleh mengambil sesuatu berdasarkan klaim satu ilmu saja, seperti iklan tersebut, sekaligus tulisan Chatib Basti di berbagai koran, dan yang terbaru di majalah tempo, yang aduhai.. Kesimpulan saya, dari tulisan si Chatib,... supaya inflasi tidak tinggi, sehingga kemiskinan tidak naik lagi, maka turunkan atau minimal stabilkan harga beras, karena expenses paling besar orang miskin sebenarnya pada aspek food ini khususnya beras. Kalau harga beras turun, atau tidak ikut-ikutan naik karena pengaruh BBM, maka otomatis daya beli orang miskin tidak terpengaruh atau terganggu. Itulah sebabnya menurut dia kenaikan harga BBM tidak punya pengaruh terhadap orang miskin. Ya ampun Menurunkan jumlah orang atau menekan orang miskin dengan mematikan orang miskin. Apakah begitu maksudnya? Apa dia lupa masih banyak orang miskin dewasa ini yang tetap menggantungkan pendapatannya dari menjual padi/gabah? Kalau pun ada off-farm activities, itu tak seberapa sebenarnya, dan jika mereka masuk ke situ, maka semua logika inflasi karena kenaikkan BBM akan mengimbas mereka juga? Tentu saja masih banyak hal yang didiskusikan tentang ini. Tetapi satu kritik pedas seperti di bawah ini mungkin perlu supaya para ekonom lebih hati-hati. yoh Satrio Arismunandar satrioarismunandarTo: [EMAIL PROTECTED], AIPI AIPI @yahoo.com [EMAIL PROTECTED], ppiindia ppiindia@yahoogroups.com, Begundal Salemba [EMAIL PROTECTED], 03/02/05 01:08 PM rinhas [EMAIL PROTECTED], has [EMAIL PROTECTED], Please respond to Prekasha Yoedha, Dhia [EMAIL PROTECTED], technomedia ekonomi-nasional [EMAIL PROTECTED], pjtv [EMAIL PROTECTED], :10 Kb pantau [EMAIL PROTECTED], jurnalisme [EMAIL PROTECTED], ekonomi-nasional@yahoogroups.com, warta-lingk [EMAIL PROTECTED] cc: Subject: [ekonomi-nasional] Deklarasi Menentang Iklan Freedom Institute soal BBM Pengantar Pada hari Sabtu, 27 Februari 2005, telah terbit iklan satu halaman penuh di Harian Kompas dengan judul, Mengapa kami mendukung pengurangan subsidi BBM? Banyak alasan untuk patut menyatakan penyesalan atas iklan tersebut. Antara lain, dari arahan isinya, dorongannya untuk melahirkan kebijakan publik yang tidak bijak, dan juga karena terdapatnya sekumpulan nama yang selama ini dikenal sebagai tokoh-tokoh bijak, intelektual, dan aktivis berpangaruh luas. Mengiringi rasa penyelasan tersebut, kami mengeluarkan pernyataan tertulis yang dibacakan di Café Venezia, Taman Ismail Marzuki, Sabtu, 27 Februari 2005, pukul 16.30 wib. Berikut adalah pernyataan yang kami bacakan. Terima kasih, Andrinof A. Chaniago email: [EMAIL PROTECTED] PERNYATAAN MENENTANG IKLAN MENDUKUNG PENGURANGAN SUBSIDI BBM Kami setuju bahwa pemerataan subsidi adalah kebijakan yang tepat bagi masyarakat Indonesia keseluruhan saat ini. Kami juga setuju bahwa harga yang harus dibayar oleh masyarakat terhadap suatu