http://www.suarapembaruan.com/News/2005/07/26/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
WashWatch

Seandainya Tidak ada Skandinavia!
 

Christianto Wibisono 

BENNY JA dengan percaya diri mengorbitkan Presiden Yudhoyono-Wapres Kalla 
sebagai calon pemenang Hadiah Nobel 2005 karena terobosan perdamaian Aceh 
Sabtu, 16 Juli. Sementara seorang pendukung GAM yang bermukim di Swedia dalam 
website-nya menguraikan 13 butir kemenangan GAM, di balik persetujuan 6 pasal 
yang perinciannya baru akan diumumkan 15 Agustus 2005. 

Salah satu arsitek Orde Baru, Harry Tjan Silalahi, khusus menulis di Kompas 
berjudul "Parpol Lokal, Siapa Takut?" yang didukung oleh J Kristiadi. Intinya, 
mempertanyakan sikap keras sebagian elite yang ngotot menolak parpol lokal. 
Padahal, inti reformasi demokrasi adalah desentralisasi, dekonsentrasi, dan 
otonomi. 

Pemrakarsa perdamaian Aceh adalah mantan Presiden Finlandia ke-11 (1994-2000), 
Martti Ahtisaari berwadah NGO Crisis Management Initiative (CMI). Di Finlandia, 
pada tahun 1975 ditandatangani Helsinki Accord dengan missi menekan Uni Soviet 
untuk melonggarkan kontrol terhadap warga negara Soviet yang ingin beremigrasi 
keluar Soviet. Kalau tidak, bantuan dan investasi Barat tidak akan mengalir ke 
Uni Soviet. 

Helsinki Accord adalah salah satu paku pengubur Uni Soviet dan komunisme. 
Norwegia menjadi pemrakarsa perdamaian Israel-Palestina dengan Konferensi Oslo 
1993 yang akan menghasilkan hadiah Nobel Perdamaian 1994 untuk Arafat, Rabin 
dan Peres. Para pemimpin GAM berstatus WN Swedia dan bermukim di negara itu 
serta memperoleh fasilitas jaminan sosial yang memadai. Bahkan, mereka 
memperoleh ganti rugi, gara-gara pernah diinterogasi dan ditangkap atas desakan 
pemerintah RI. 

Ketiga negara itu bersama Denmark dan Islandia, yang dikenal sebagai 
Skandinavia, adalah negara Eropa yang tidak pernah menjadi kolonialis. Namun, 
mempunyai rasa kemanusiaan besar, melampaui tanggung jawab sejarah. Tapi 
pembunuh PM Swedia, Olof Palme (1927-1986), sampai detik ini tidak bisa 
diketemukan. Sedang pembunuh Menlu Swedia, Anna Lindh (1957-2003), Mijailo 
Mijailovic emigran dari Serbia, hanya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. 

* 

PENCIPTA Hadiah Nobel, Alfred Nobel (1833-1896), adalah orang Swedia walaupun 
menghimpun kekayaan dari dinamit atau senjata pemunah massal (WMD-weapons of 
mass destruction). 

Sekjen PBB yang pertama berkebangsaan Norwegia, Trygve Lie (1946-1952). Sekjen 
PBB kedua, Dag Hammarskold (1953-1961) dari Swedia gugur di Congo. Konflik di 
Congo waktu itu memuncak karena Uni Soviet menjagoi PM Patrice Lumumba, sedang 
mantan kolonialis Belgia menjagoi mafia lawan politiknya, Kasavubu, Moise 
Tshombe dan Mobutu yang akhirnya akan tampil jadi diktator Congo dan mengganti 
nama negara itu menjadi Zaire. 

Setelah Mobutu digulingkan, nama Zaire dikembalikan jadi Congo. Dag 
Hammarskjold tewas dalam pesawat yang jatuh setelah PM Khruschov menuntut agar 
Sekjen PBB diganti tiga orang Troika. Semacam presidium komunis, dengan tiga 
wakil dari blok Barat, blok Komunis dan dunia Ketiga. Sekjen PBB ketiga ialah U 
Thant (1961-1971) dari Birma yang akan mengalami nasib tidak disukai oleh junta 
militer Birma, Jenderal Ne Win. Yang seperti Soeharto, tidak ingin orang 
sebangsa lebih unggul di mata dunia. 

Seandainya tidak ada negara-negara Skandinavia maka tidak ada Hadiah Nobel. 
Juga GAM tidak akan punya peluang untuk hidup menikmati jaminan sosial dari 
negara kapitalis liberal sambil menggerakkan pemberontakan di Aceh. Kalau tidak 
ada Finlandia, siapa yang akan menjadi Martti Ahtisaari. 

Sebuah organisasi di Swiss, Henri Dunant Center, pernah memprakarsai gencatan 
senjata RI-GAM yang ternyata berlarut-larut dan gagal. Kalau tidak ada prakarsa 
Oslo, maka Arafat, Rabin dan Peres pasti tidak akan pernah dapat hadiah Nobel 
1994 karena belum pernah mau berdamai. 

* 

SEANDAINYA rezim Skandinavia itu kapitalis liberal rasis dan bernapas Yahudi 
Kristen, tentu tidak akan ada suaka politik untuk Teuku Hasan di Tiro. 
Seandainya Skandinavia itu berwatak bule imperialis, kolonialis, mereka tentu 
tidak punya kepedulian atas nasib Dunia Ketiga, HAM dan demokrasi di pelbagai 
penjuru dunia. 

Seandainya Skandinavia itu melestarikan watak leluhur Viking yang dulu pernah 
menjadi momok bagi bangsa bangsa Eropa daratan. Karena terkenal sebagai bajak 
laut bar bar yang hanya bisa memperkosa dan menjarah bangsa lain yang lemah dan 
kalah. Maka, tidak akan ada riwayat Hadiah Nobel Perdamaian dan Hadiah Nobel 
lainnya. 

Seandainya Skandinavia tidak ada, apakah negara-negara Arab dan Timur Tengah 
punya iktikad baik dan kepedulian untuk membantu menyelesaikan masalah Aceh? 
Atau benar-benar punya kepedulian dan keprihatinan untuk menyelesaikan masalah 
Palestina secara damai atas dasar saling menghidupi timbal balik antara Israel 
dan Palestina, Yahudi dan Arab? 

Seandainya tidak ada Skandinavia, apakah Iran atau Irak atau Mesir atau Saudi 
Arabia punya kepedulian untuk mendamaikan Aceh? Seandainya tidak ada 
Skandinavia, apakah bisa Yudhoyono Kalla melakukan terobosan Aceh untuk 
memperoleh Nobel? 

Pernyataan tentang seandainya Skandinavia tidak ada bisa juga berlaku untuk 
negara dan kekuatan lain di dunia yang kita kenal sepak terjangnya. Pendapat 
umum dunia masih tetap lebih pro kepada terorisme dan anti-Barat, anti-AS, 
anti-Bush, anti-demokrasi, dan anti-HAM. 

Semua merasa punya arogansi untuk mempertahankan ciri khas etnis, ras, agama, 
dan budaya sebagai cara menolak intervensi asing atau Barat. Tapi semua negara 
Dunia Ketiga umumnya terpuruk dalam perang saudara, perang dengan tetangga, 
pembunuhan politik, genocide, democide, pembantaian dan penjarahan sesama 
bangsa atau kelompok minoritas ras etnis dan agama. 

Seluruh Dunia Ketiga paling asyik menepuk dada sebagai anti-asing, anti-Barat, 
anti-demokrasi. Tapi mereka semua sulit membebaskan diri dari keterpurukan dan 
keterbelakangan. Karena model yang mereka ambil adalah despot abad ketujuh 
primitif, yang terbelakang, hanya bisa saling bantai dan saling jarah untuk 
merebut kekuasaan secara sadis dan tidak bermoral. 

Skandinavia eksis karena dunia membutuhkan fenomena unik kekuatan moral 
imparsial yang mengutamakan kemanusiaan, keadilan dan kebenaran serta 
kejujuran. Jika kebaikan hati ini sampai dihancurkan oleh perang global melawan 
teror, dunia dan umat manusia jelas sedang menuju jurang kehancuran moral, bumi 
hangus politik dan kiamat global yang tidak terselamatkan. 

Karena, moral yang menyamakan demokrasi dengan terorisme, yang menyetarakan 
teroris dengan korban teror, hanya akan menghasilkan rezim teroris global yang 
jelas tidak akan punya harkat dan kepedulian manusiawi seperti Skandinavia. 

Skandinavia merupakan kemenangan moral demokrasi dan HAM atas ideologi 
terorisme. Tapi jika sampai ideologi terorisme menang di Eropa karena Wali Kota 
London, Ken Livingstone, seorang atheis anarkis nihilis, justru membenarkan 
terorisme. Barangkali itulah saatnya dunia harus pamitan dari kehidupan dan 
kemanusiaan. 

Baru sehari setelah wali kota komunis itu berpidato membela teroris, bom 
meledak lagi 21 Juli, dan besoknya polisi terpaksa menembak mati buronan 
teroris. Perang teror sudah pindah dari Irak ke Eropa. Dunia memasuki akhir 
zaman, kiamat global karena dengan moralitas najis seperti Ken Livingstone, 
manusia tak berdosa dibenarkan untuk dibom oleh teroris. 

Yang akan menghancurkan peradaban dan kemanusiaan bukan sekadar karya tangan 
Osama bin Laden, melainkan rekayasa otak kotor Ken Livingstone dan Noam 
Chomsky. OBL sekadar eksekutor, sedangkan filosofnya justru bule tulen seperti 
Ken Livingstone dan Noam Chomsky. 

Teroris tidak akan habis hanya karena bunuh diri atau ditembak. Mereka akan 
terus lahir baru karena fatwa sesat Ken Livingstone, Noam Chomsky, BBC, dan 
media massa pro teroris nihilis yang menguasai London, New York, Los Angeles. 

Thomas Friedman dalam The New York Times, 22 Juli menganjurkan agar para 
pembela dan penganjur teroris diperlakukan dan dihukum sama seperti teroris. 
Sebab mereka justru merupakan sumber teroris yang jauh lebih berbahaya dari 
teroris yang sudah mati bersama korban. 

Aktor intelektual terus melahirkan kloning teroris baru yang selalu dibenarkan 
oleh fatwa sesat penganjur dan pembenar terorisme. Sabtu kemarin yang menjadi 
korban adalah sesama Muslim di Sharm Al Shaikh, Mesir. Masih adakah waktu untuk 
menyembah, memaklumi, memahami dan mendukung terorisme atas nama solidaritas 
agama atau kelas komunis atheis sebelum dunia dikiamatkan oleh teroris 
bernuklir? * 


Last modified: 26/7/05 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke