[ppiindia] Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional Dalam Pendidikan
http://www.antara.co.id/seenws/?id=39666 Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional Dalam Pendidikan Jakarta (ANTARA News) - Dulu ada perasaan di Jawa semua pintar, tapi kan di Jawa tak semua tinggal di Cikini, dan tak semua sekolahnya baik. Kkenapa mesti dibedakan dengan di Ambon dan NTT. Akibatnya terjadi pembodohan nasional, kata Wakil Presiden M. Jusuf Kalla. Hal itu, menurut Wapres dalam Rapat Kerja Nasional di kantornya, lantaran tidak adanya ketegasan dalam penentuan keluluan atau kenaikan kelas, sehingga mengakibatkan terjadinya pembodohan nasional dan terdesain secara resmi bahwa siswa sekolah luar Jawa harus lebih bodoh daripada di Jawa. Ia pun mencontohkan, pada zaman dulu jika angka kelulusan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta enam, maka di luar Jawa, seperti Bengkulu dan sebagainya angka empat akan didongkrak dua poin sehingga menjadi enam. Artinya, terdesain secara resmi bahwa anda di daerah harus lebih bodoh, dan boleh lebih bodoh daripada di DKI. Di sinilah telah terjadi pembodohan-pembodohan, karena kita punya pengalaman mengasihani daerah dalam arti kata memperbodoh daerah, setiap kita kasihani daerah secara prinsip, artinya kita kasih bodoh daerah, katanya. Akibatnya, tambah Wapres, saat ini terjadi kesulitan bagi siswa-siswa luar Jawa untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit, seperti Universitas Indonesia (UI) dan Istitut Teknologi Bandung (ITB), bahkan ke Akademi Militer (Akmil) serta Akademi Kepolisian (Akpol). Bahkan, sekarang ini sulit mencari jenderal dari Timur, seperti Ambon, Papua dan sebagainya sudah susah. Di situlah NKRI ini akan mulai pecah apabila SDM-nya berbeda-beda, karena ekonomi akan rendah, karena suatu daerah SDM-nya rendah, kata Wapres. Oleh karena itulah, menurut Wapres, pemerintah saat ini mengambil sikap tegas dalam pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) yang dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan melalui standar nasional. Pemerintah pusat di era otonomi daerah saat ini hanya tinggal melaksanakan tiga fungsi, yakni mejalankan norma, prosedur dan melakukan standar nasional. Kenapa ujian nasional? Karena, pemerintah harus punya standar nasional, negara harus punya standar, tegas Wapres. Dulu, kata Wapres, semua murid akan lulus, dan akan naik kelas, sehingga membuat siswa tidak mau belajar keras lantaran toh semua akan lulus, sehingga kebijakan tersebut harus dihentikan. Hentikan itu semua, kita harus tegas dalam pendidikan, yang lulus ya lulus, yang nggak lulus ya nggak lulus, kalau tidak kita akan kalah terus, kata Kalla. Kebijakan tersebut, tambahnya, dilakukan agar anak didik terbiasa untuk mau belajar lebih keras, dan peserta didik saat ini harus diperkuat rasa malu untuk tidak lulus atau tidak naik, sehingga membuatnya menjadi lebih keras belajar. Wapres juga membandingkan angka kelulusan yang ada di Malaysia yang berada pada angka enam dan di Singapura lebih tinggi pada angka delapan, sedangkan untuk Indonesia saat ini baru mencapai 4,3. Kita selama sekian puluh tahun, terjadi kayak orang lompat tinggi, kalau ada orang tak bisa lompat, maka galahnya yang diturunkan, jadi makin turun. Di Singapura galahnya yang dinaikkan terus pelan-pelan, kata Wapres, sambil memeragakan tangannya naik turun. Karena itu pula, Wapres menambahkan, kebijakan UAN akan tetap dilakukan dengan tegas tanpa ada perbedaan-perbedaan di setiap daerah. (*) COPYRIGHT © 2006 ANTARA 8 Agustus 2006 16:2 Kirim Cetak [Non-text portions of this message have been removed] *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[ppiindia] Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional dalam Pendidikan
refleksi:Apakah yang dikatakan Wakil presiden bahwa sekarang tidak terjadi pembodohan bila dibandingkan dengan masa dulu adalah benar? HARIAN ANALISA Edisi Rabu, 9 Agustus 2006 Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional dalam Pendidikan Jakarta, (Analisa) Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengatakan, tidak adanya ketegasan dalam penentuan kelulusan atau kenaikan kelas pada masa lalu mengakibatkan terjadinya pembodohan nasional dan terdesain secara resmi bahwa siswa sekolah luar Jawa harus lebih bodoh daripada di Jawa. Dulu ada perasaan di Jawa semua pintar, tapi kan di Jawa tak semua tinggal di Cikini dan tak semua sekolahnya baik, kenapa mesti dibedakan dengan di Ambon dan NTT. Akibatnya terjadi pembodohan nasional, kata Wapres M Jusuf Kalla saat pidato pada Rakornas Pendidikan di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (8/8). Wapres mencontohkan pada zaman dulu, jika angka kelulusan di DKI Jakarta enam, maka di luar Jawa seperti Bengkulu dan sebagainya angka empat akan didongkrak dua point sehingga menjadi enam. Artinya terdesain secara resmi bahwa anda di daerah harus lebih bodoh, dan boleh lebih bodoh daripada di DKI. Di sinilah telah terjadi pembodohan-pembodohan, karena kita punya pengalaman mengasihani daerah dalam artikata memperbodoh daerah, setiap kita kasihani daerah secara prinsip artinya kita kasih bodoh daerah, kata Jusuf Kalla. Akibatnya, tambah Wapres, saat ini terjadi kesulitan bagi siswa-siswa luar Jawa untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit seperti Universitas Indonesia (UI) dan Istitute Teknologi Bandung (ITB) bahkan termasuk untuk Akmil atau Akpol. Bahkan sekarang ini sulit mencari jenderal dari Timur, seperti Ambon, Papua dan sebaginya sudah susah. Di situlah NKRI ini akan mulai pecah apabila SDM-nya berbeda-beda. Karena ekonomi akan rendah karena suatu daerah SDM-nya rendah, kata Wapres serius. Karena itulah, tambah Wapres, pemerintah sekarang mengambil sikap tegas dalam pelaksanaan ujian akhir nasional (UAN). Menurut Wapres, UAN dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan melalui standar nasional. Menurut Wapres, pemerintah pusat di era otonomi daerah saat ini hanya tinggal melaksanakan tiga fungsi yakni menjalankan norma, prosedur dan melakukan standar nasional. Kenapa ujian nasional, karena pemerintah harus punya standar nasional, negara harus punya standar, kata Wapres. Dulu, tambah Wapres, semua murid akan lulus, dan akan naik kelas karena itu membuat siswa tidak mau belajar keras karena toh semua akan lulus. Karena itulah, tambah Wapres, kebijakan tersebut harus dihentikan. Hentikan itu semua, kita harus tegas dalam pendidikan, yang lulus ya... lulus, yang nggak lulus ya... nggak lulus,... kalau tidak kita akan kalah terus, kata Kalla. Kebijakan tersebut, tambahnya, dilakukan agar anak didik terbiasa untuk mau belajar lebih keras. Menurut Wapres, peserta didik saat ini harus diperkuat rasa malu untuk tidak lulus atau tidak naik, sehingga membuat siswa jadi lebih keras belajar. Wapres juga membandingkan angka kelulusan yang ada di Malaysia yang berada pada angka enam dan di Singapura lebih tinggi pada angka delapan. Sedangkan untuk Indonesia saat ini, tambahnya baru mencapai 4,3. Kita selama sekian puluh tahun, terjadi kayak orang lompat tinggi, kalau ada orang tak bisa lompat, maka galahnya yang diturunkan, jadi makin turun. Di Singapura galahnya yang dinaikkan terus pelan-pelan, kata Wapres sambil memperagakan tangannya naik turun. Karena itu, tambahnya, kebijakan UAN akan tetap dilakukan dengan tegas tanpa ada perbedaan-perbedaan di setiap daerah. (Ant) [Non-text portions of this message have been removed] *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ppiindia] Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional dalam Pendidikan
Mantap Daeng Yusuf, Maju terus, Gambare...he..he..he Taruna Ambon [EMAIL PROTECTED] wrote: refleksi: Apakah yang dikatakan Wakil presiden bahwa sekarang tidak terjadi pembodohan bila dibandingkan dengan masa dulu adalah benar? HARIAN ANALISA Edisi Rabu, 9 Agustus 2006 Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional dalam Pendidikan Jakarta, (Analisa) Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengatakan, tidak adanya ketegasan dalam penentuan kelulusan atau kenaikan kelas pada masa lalu mengakibatkan terjadinya pembodohan nasional dan terdesain secara resmi bahwa siswa sekolah luar Jawa harus lebih bodoh daripada di Jawa. Dulu ada perasaan di Jawa semua pintar, tapi kan di Jawa tak semua tinggal di Cikini dan tak semua sekolahnya baik, kenapa mesti dibedakan dengan di Ambon dan NTT. Akibatnya terjadi pembodohan nasional, kata Wapres M Jusuf Kalla saat pidato pada Rakornas Pendidikan di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (8/8). Wapres mencontohkan pada zaman dulu, jika angka kelulusan di DKI Jakarta enam, maka di luar Jawa seperti Bengkulu dan sebagainya angka empat akan didongkrak dua point sehingga menjadi enam. Artinya terdesain secara resmi bahwa anda di daerah harus lebih bodoh, dan boleh lebih bodoh daripada di DKI. Di sinilah telah terjadi pembodohan-pembodohan, karena kita punya pengalaman mengasihani daerah dalam artikata memperbodoh daerah, setiap kita kasihani daerah secara prinsip artinya kita kasih bodoh daerah, kata Jusuf Kalla. Akibatnya, tambah Wapres, saat ini terjadi kesulitan bagi siswa-siswa luar Jawa untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit seperti Universitas Indonesia (UI) dan Istitute Teknologi Bandung (ITB) bahkan termasuk untuk Akmil atau Akpol. Bahkan sekarang ini sulit mencari jenderal dari Timur, seperti Ambon, Papua dan sebaginya sudah susah. Di situlah NKRI ini akan mulai pecah apabila SDM-nya berbeda-beda. Karena ekonomi akan rendah karena suatu daerah SDM-nya rendah, kata Wapres serius. Karena itulah, tambah Wapres, pemerintah sekarang mengambil sikap tegas dalam pelaksanaan ujian akhir nasional (UAN). Menurut Wapres, UAN dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan melalui standar nasional. Menurut Wapres, pemerintah pusat di era otonomi daerah saat ini hanya tinggal melaksanakan tiga fungsi yakni menjalankan norma, prosedur dan melakukan standar nasional. Kenapa ujian nasional, karena pemerintah harus punya standar nasional, negara harus punya standar, kata Wapres. Dulu, tambah Wapres, semua murid akan lulus, dan akan naik kelas karena itu membuat siswa tidak mau belajar keras karena toh semua akan lulus. Karena itulah, tambah Wapres, kebijakan tersebut harus dihentikan. Hentikan itu semua, kita harus tegas dalam pendidikan, yang lulus ya... lulus, yang nggak lulus ya... nggak lulus,... kalau tidak kita akan kalah terus, kata Kalla. Kebijakan tersebut, tambahnya, dilakukan agar anak didik terbiasa untuk mau belajar lebih keras. Menurut Wapres, peserta didik saat ini harus diperkuat rasa malu untuk tidak lulus atau tidak naik, sehingga membuat siswa jadi lebih keras belajar. Wapres juga membandingkan angka kelulusan yang ada di Malaysia yang berada pada angka enam dan di Singapura lebih tinggi pada angka delapan. Sedangkan untuk Indonesia saat ini, tambahnya baru mencapai 4,3. Kita selama sekian puluh tahun, terjadi kayak orang lompat tinggi, kalau ada orang tak bisa lompat, maka galahnya yang diturunkan, jadi makin turun. Di Singapura galahnya yang dinaikkan terus pelan-pelan, kata Wapres sambil memperagakan tangannya naik turun. Karena itu, tambahnya, kebijakan UAN akan tetap dilakukan dengan tegas tanpa ada perbedaan-perbedaan di setiap daerah. (Ant) [Non-text portions of this message have been removed] Taruna Ikrar, MD Founder CFIS (Center For Interregional Study) Address: Departement of Cardiology Faculty of Medicine, Niigata University, Asahimachi 1-754, Niigata 51-8510, JAPAN Phone: +81-(25)-227-2183, Fax: +81-(25)-227-0774 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ * To
Re: [ppiindia] Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional dalam Pendidikan
Mantaf memang mas Ikrar pak Wapres kita. Kali ini dia menyentuh hal yg benar dan mengomentari secara benar pula. He deserves keplok saudarasaudara... Dan begitulah seharusnya. Kita dukung (dengan keplok) pejabat publik manakala mereka melakukan sesuatu yang benar. Sementara itu kita siap pula memaki mereka kalau mereka melakukan kesalahan atau bahkan sekedar tidak perform. yk On 8/9/06, Taruna Ikrar [EMAIL PROTECTED] wrote: Mantap Daeng Yusuf, Maju terus, Gambare...he..he..he Taruna Ambon [EMAIL PROTECTED] sea%40swipnet.se wrote: refleksi: Apakah yang dikatakan Wakil presiden bahwa sekarang tidak terjadi pembodohan bila dibandingkan dengan masa dulu adalah benar? HARIAN ANALISA Edisi Rabu, 9 Agustus 2006 Wapres: Dulu Terjadi Pembodohan Nasional dalam Pendidikan Jakarta, (Analisa) Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengatakan, tidak adanya ketegasan dalam penentuan kelulusan atau kenaikan kelas pada masa lalu mengakibatkan terjadinya pembodohan nasional dan terdesain secara resmi bahwa siswa sekolah luar Jawa harus lebih bodoh daripada di Jawa. Dulu ada perasaan di Jawa semua pintar, tapi kan di Jawa tak semua tinggal di Cikini dan tak semua sekolahnya baik, kenapa mesti dibedakan dengan di Ambon dan NTT. Akibatnya terjadi pembodohan nasional, kata Wapres M Jusuf Kalla saat pidato pada Rakornas Pendidikan di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (8/8). Wapres mencontohkan pada zaman dulu, jika angka kelulusan di DKI Jakarta enam, maka di luar Jawa seperti Bengkulu dan sebagainya angka empat akan didongkrak dua point sehingga menjadi enam. Artinya terdesain secara resmi bahwa anda di daerah harus lebih bodoh, dan boleh lebih bodoh daripada di DKI. Di sinilah telah terjadi pembodohan-pembodohan, karena kita punya pengalaman mengasihani daerah dalam artikata memperbodoh daerah, setiap kita kasihani daerah secara prinsip artinya kita kasih bodoh daerah, kata Jusuf Kalla. Akibatnya, tambah Wapres, saat ini terjadi kesulitan bagi siswa-siswa luar Jawa untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit seperti Universitas Indonesia (UI) dan Istitute Teknologi Bandung (ITB) bahkan termasuk untuk Akmil atau Akpol. Bahkan sekarang ini sulit mencari jenderal dari Timur, seperti Ambon, Papua dan sebaginya sudah susah. Di situlah NKRI ini akan mulai pecah apabila SDM-nya berbeda-beda. Karena ekonomi akan rendah karena suatu daerah SDM-nya rendah, kata Wapres serius. Karena itulah, tambah Wapres, pemerintah sekarang mengambil sikap tegas dalam pelaksanaan ujian akhir nasional (UAN). Menurut Wapres, UAN dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan melalui standar nasional. Menurut Wapres, pemerintah pusat di era otonomi daerah saat ini hanya tinggal melaksanakan tiga fungsi yakni menjalankan norma, prosedur dan melakukan standar nasional. Kenapa ujian nasional, karena pemerintah harus punya standar nasional, negara harus punya standar, kata Wapres. Dulu, tambah Wapres, semua murid akan lulus, dan akan naik kelas karena itu membuat siswa tidak mau belajar keras karena toh semua akan lulus. Karena itulah, tambah Wapres, kebijakan tersebut harus dihentikan. Hentikan itu semua, kita harus tegas dalam pendidikan, yang lulus ya... lulus, yang nggak lulus ya... nggak lulus,... kalau tidak kita akan kalah terus, kata Kalla. Kebijakan tersebut, tambahnya, dilakukan agar anak didik terbiasa untuk mau belajar lebih keras. Menurut Wapres, peserta didik saat ini harus diperkuat rasa malu untuk tidak lulus atau tidak naik, sehingga membuat siswa jadi lebih keras belajar. Wapres juga membandingkan angka kelulusan yang ada di Malaysia yang berada pada angka enam dan di Singapura lebih tinggi pada angka delapan. Sedangkan untuk Indonesia saat ini, tambahnya baru mencapai 4,3. Kita selama sekian puluh tahun, terjadi kayak orang lompat tinggi, kalau ada orang tak bisa lompat, maka galahnya yang diturunkan, jadi makin turun. Di Singapura galahnya yang dinaikkan terus pelan-pelan, kata Wapres sambil memperagakan tangannya naik turun. Karena itu, tambahnya, kebijakan UAN akan tetap dilakukan dengan tegas tanpa ada perbedaan-perbedaan di setiap daerah. (Ant) [Non-text portions of this message have been removed] Taruna Ikrar, MD Founder CFIS (Center For Interregional Study) Address: Departement of Cardiology Faculty of Medicine, Niigata University, Asahimachi 1-754, Niigata 51-8510, JAPAN Phone: +81-(25)-227-2183, Fax: +81-(25)-227-0774 . [Non-text portions of this message have been removed] *** Berdikusi dg Santun Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *** __ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg