Re: [Pramuka] berita kompas, 1 Agustus 2007

2007-08-01 Terurut Topik iwan sams
Wah kasihan ya anak-anak ini,

Saya teringat tahun 1984 silam, tiga tahun usai Jambore Nasional 1981 di 
Cibubur dan menjelang Jambore Nasional 1986, juga di Cibubur. Saya waktu itu 
masih duduk di kelas 3 SMP.

Sebagai anak pramuka penggalang yang jauh dari Jakarta, saya begitu bersemangat 
mengikuti arahan dari Kwartir Cabang Pramuka tentang peluang menjadi Pramuka 
Garuda. Soalnya waktu itu mau ada seleksi menjadi anggota kontingen Indonesia 
yang akan ke Jambore Dunia.

Maklumlah. Usai Jamnas 81 saya begitu aktif beraktivitas di kegiatan Pramuka. 
Kebetulan di sebuah Gugus Depan yang berpangkalan di Kantor Polres. Selain 
satuan penggalang, disitu juga ada satuan penegak yang berafiliasi dengan Saka 
Bhayangkara. Juga ada sejumlah barung Siaga. 

Harapan itu pupus bersamaan dengan tidak jelasnya waktu seleksi Pramuka Garuda, 
belum lagi usia yang terus merambat karena pada tahun yang sama saya mesti 
melanjutkan sekolah ke SMA, dan itu berarti saya harus mengakhiri masa 
ke-Penggalang- an saya dan masuk pada periode Penegak. 

Dan sekarang, sudah lebih dari 20 tahun berlalu. Kok rasanya manajemen di 
lingkungan Gerakan Pramuka nggak semakin membaik ya ? Malah jadi kacau balau 
begitu. 

Kasihan adik-adik itu. Padahal berangkat ke Jambore Dunia adalah kebanggaan 
luar biasa dan hanya bisa diperoleh sekali seumur hidup. Mau nunggu Jambore 
Dunia berikutnya? Seperti juga aku, saat itu mungkin semua sudah berlalu. Momen 
seperti ini tak akan bisa terulang lagi.

Oh Pramuka ku .. 


  - Original Message - 
  From: Rahman 
  To: [EMAIL PROTECTED] ; Milis Pramuka 
  Sent: Wednesday, August 01, 2007 9:10 AM
  Subject: [Pramuka] berita kompas, 1 Agustus 2007



  Peserta Jambore Menuntut Ganti Rugi 

  Jakarta, kompas - Peserta World Scout Jamboree Ke-21, yang gagal berangkat ke 
London, menuntut pengembalian uang kepesertaan yang telah mereka setorkan dan 
kerugian immaterial akibat kegagalan keberangkatan itu. Selain itu, mereka juga 
menuntut agar mereka dipulangkan kembali ke daerah asal dengan biaya dari 
panitia. 

  Pernyataan ini disampaikan Abdul Muli, orangtua Andini, peserta dari DKI; dan 
Hans Heipon, pembina pramuka dari Serui, Papua. Kerugian materi memang besar, 
tapi yang paling besar adalah mental anak-anak. Mereka sangat kecewa dan malu 
karena tak jadi berangkat, kata Muli. 

  Sementara Tirto Diprojo, orangtua dari Vanda, peserta dari Yogyakarta, 
mengakui, panitia Kwartir Nasional (Kwarnas) sangat bertanggung jawab terhadap 
kejadian itu, namun panitia tidak profesional dan melakukan persiapan yang 
tidak matang. Informasi dari Kedutaan (Inggris) yang saya dapatkan, mereka 
mengajukan visa pada 13 Juli dan baru mengetahui ada yang tidak beres pada 27 
Juli. Padahal, bila ada administrasi yang tidak cocok, pihak kedutaan pasti 
memberi tahu secepatnya. 

  Mereka telat mengulang permohonan visa karena mengira jika visa ditolak, baru 
boleh mengajukan ulang enam bulan lagi. Padahal, kalau cuma kesalahan 
administrasi, bisa diajukan ulang secepatnya, kata Tirto. 

  Saat ini ada 12 peserta jambore dan tujuh siswa peninjau jambore yang masih 
menunggu di Taman Rekreasi Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. Mereka ragu 
apakah mereka bisa berangkat atau tidak. 

  Herry Supianto (14), peserta dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, mengaku 
sangat risau. Saya mau pulang karena semua rombongan saya sudah berangkat. 
Tetapi, bagaimana caranya pulang ke Tanjung Pinang, ungkap Herry, anak yatim 
itu. 

  Hingga kini Herry mengaku tidak mengaktifkan ponselnya karena takut dihubungi 
oleh neneknya. Kalau dia tahu saya tidak berangkat, nanti nenek saya 
khawatir, ujarnya. (ARN) 

  [Non-text portions of this message have been removed]



   


--


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.476 / Virus Database: 269.11.0/929 - Release Date: 7/31/2007 
5:26 PM


[Non-text portions of this message have been removed]



[Pramuka] berita kompas, 1 Agustus 2007

2007-07-31 Terurut Topik Rahman
 
Peserta Jambore Menuntut Ganti Rugi 


Jakarta, kompas - Peserta World Scout Jamboree Ke-21, yang gagal berangkat ke 
London, menuntut pengembalian uang kepesertaan yang telah mereka setorkan dan 
kerugian immaterial akibat kegagalan keberangkatan itu. Selain itu, mereka juga 
menuntut agar mereka dipulangkan kembali ke daerah asal dengan biaya dari 
panitia. 

Pernyataan ini disampaikan Abdul Muli, orangtua Andini, peserta dari DKI; dan 
Hans Heipon, pembina pramuka dari Serui, Papua. Kerugian materi memang besar, 
tapi yang paling besar adalah mental anak-anak. Mereka sangat kecewa dan malu 
karena tak jadi berangkat, kata Muli. 

Sementara Tirto Diprojo, orangtua dari Vanda, peserta dari Yogyakarta, 
mengakui, panitia Kwartir Nasional (Kwarnas) sangat bertanggung jawab terhadap 
kejadian itu, namun panitia tidak profesional dan melakukan persiapan yang 
tidak matang. Informasi dari Kedutaan (Inggris) yang saya dapatkan, mereka 
mengajukan visa pada 13 Juli dan baru mengetahui ada yang tidak beres pada 27 
Juli. Padahal, bila ada administrasi yang tidak cocok, pihak kedutaan pasti 
memberi tahu secepatnya. 

Mereka telat mengulang permohonan visa karena mengira jika visa ditolak, baru 
boleh mengajukan ulang enam bulan lagi. Padahal, kalau cuma kesalahan 
administrasi, bisa diajukan ulang secepatnya, kata Tirto. 

Saat ini ada 12 peserta jambore dan tujuh siswa peninjau jambore yang masih 
menunggu di Taman Rekreasi Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. Mereka ragu 
apakah mereka bisa berangkat atau tidak. 

Herry Supianto (14), peserta dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, mengaku 
sangat risau. Saya mau pulang karena semua rombongan saya sudah berangkat. 
Tetapi, bagaimana caranya pulang ke Tanjung Pinang, ungkap Herry, anak yatim 
itu. 

Hingga kini Herry mengaku tidak mengaktifkan ponselnya karena takut dihubungi 
oleh neneknya. Kalau dia tahu saya tidak berangkat, nanti nenek saya 
khawatir, ujarnya. (ARN) 



[Non-text portions of this message have been removed]