Refleksi : Susah atau tak mungkin mendapat petinggi NKRI yang tidak korupsi selain itu kalau ada petinggi mau menjadi pemimpin KPK harus jujur dan berani, sebab banyak orang termasuk sobat dan sahabtnya akan dimasukan ke keranjang penangkapan koruptor, jadi tak perlu tergea-gesa, sabar subur. Para koruptor belum selesai menimbung harta.
Bagi pemimpin KPK jujur nan berani harus juga siap dan tahu diri bahwa sewaktu-waktu bisa diturun dari tahta, sebab musuhnya tidak sedikit dan juga bukan orang-orang lemah syahwat dalam herarki kekuasaan negara. Mereka mengangkat dan mereka pun bisa menurunkan dikau, karena mereka berfungsi sebagai Allah yang menciptakan manusia dan juga berhak memanggil pulang ciptaannya ke liang kubur. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=266352 KEKOSONGAN PIMPINAN KPK Pemberantasan Korupsi Terhambat Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM. Selasa, 16 Nopember 2010 JAKARTA (Suara Karya): Berlarut-larutnya penunjukan Jaksa Agung definitif dan tidak segera dipilihnya dua calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR akan memperburuk citra dan menghambat kinerja pemberantasan korupsi. Hal itu diungkapkan pengajar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Mohammad Fajrul Falaakh, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari dan Ahmad Yani serta Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar, dalam kesempatan terpisah kemarin. Menurut Fajrul, kelambanan menunjuk pejabat Jaksa Agung definitif dan seorang pimpinan KPK akan memengaruhi kinerja pemberantasan korupsi. "Karena keduanya saling menopang dalam pemberantasan korupsi," kata Fajrul. Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) itu menyatakan kelambanan DPR untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap dua calon pimpinan KPK, Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, jelas memengaruhi kinerja dan citra lembaga tersebut. "Walaupun pimpinan KPK itu bersifat kolektif-kolegial, karena kurang satu, maka tentu saja kecepatan penanganan kasusnya akan berkurang," kata Fajrul. Sementara itu, citra lembaga tersebut juga akan makin buruk. Begitu juga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK, ikut menurun. Pada pemilihan pimpinan KPK, Fajrul juga menilai akan memengaruhi citra DPR sendiri, khususnya keseriusannya dalam memberantas korupsi. Alasannya, sebelum ini, DPR menolak keras peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk penunjukan tiga pimpinan KPK yang waktu itu diisi oleh Tumpak Hatorangan Panggabean, Mas Achmad Santosa, dan Waloejo. "Dulu mereka tolak perppu, sekarang dengan dasar hukum yang lebih permanen, mereka juga tidak segera memilih. Karena itu, tidak salah jika ada kecurigaan bahwa ada transaksi politik dalam pemilihan pimpinan KPK," kata Fajrul. Namun, Eva Kusuma Sundari membantah ada transakasi politik atas tidak kunjung dilakukannya uji kepatutan dan kelayakan tersebut. "Tidak ada deal politik. Saya sepakat, Komisi III memprioritaskan uji kepatutan dan kelayakan terhadap Busyro dan Bambang," kata Eva. Percepatan pelaksanaan uji kepatutan dan kelayakan, menurut Eva, dengan mempertimbangkan semakin habisnya waktu yang diberikan kepada DPR untuk melakukannya. Menurut Eva, DPR hanya diberikan waktu selama satu bulan untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan sejak kedua nama tersebut diterima dari pemerintah. Tenggat itu jatuh pada 30 November 2010. Mengenai perdebatan masa kerja pimpinan baru KPK yang akan diuji, Eva berjanji akan membicarakannya dengan rekannya di Komisi III. Saat ini terjadi perdebatan masa kerja pimpinan tersebut. Ada yang sepakat satu tahun saja dan ada yang mengusulkan sekaligus empat tahun masa kerja. Eva termasuk anggota Komisi III yang setuju dengan masa kerja pimpinan baru KPK selama empat tahun. "Dasarnya adalah pertimbangan efisiensi," kata dia. Alasannya, biaya melakukan seleksi calon pimpinan KPK, menurut Eva, sangat besar. "Jika dengan masa kerja yang hanya setahun, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan," kata Eva. Kinerja yang semakin tindak menentu juga terjadi di Kejaksaan Agung. Hanya mengandalkan Darmono sebagai pelaksana tugas (Plt) jaksa agung, menurut anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Yani, akan memperburuk kondisi pemberantasan korupsi pada khususnya, dan penegakan hukum pada umumnya. "Sesungguhnya omong kosong juga bahwa para jaksa agung muda itu independen. Karena, untuk mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) misalnya, harus melalui jaksa agung definitif," kata Yani. Perilaku mereka pun, menurut Yani, tampaknya lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan penegakan hukum secara luas. Contohnya, menurut dia, adalah soal deponeering kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah. Sebelumnya, Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Khusus M Amari mengindikasikan Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengeluarkan deponeering setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) dari pihak kejaksaan atas kasus tersebut. Namun, Darmono saat itu membantahnya. Meski begitu, beberapa hari kemudian, Darmono sendiri yang mengisyaratkan dikeluarkannya Deponeering. "Ternyata deponeering merupakan bentuk ambisi untuk mendapatkan dukungan dari publik. Mereka berlomba-lomba untuk mencari tiket dari presiden dalam rangka menduduki jabatan jaksa agung," kata Yani. Hal senada diungkapkan Fajrul. Menurut dia, hal tersebut semakin menunjukkan pengaruh buruk terhadap kinerja Kejagung pada khususnya, dan Kejaksaan RI pada umumnya. "Artinya, penunjukan Plt jaksa agung justru membuat kinerja institusi itu terkendala, karena Plt terlalu berhati-hati dalam mengambil kebijakan penting seperti deponeering," kata Fajrul. Sementara itu, Zainal berpendapat bahwa jaksa agung mendatang harus benar-benar dapat menegakkan supremasi hukum. "Ibarat kucing, meskipun penampilannya indah dan menarik, tapi tidak bisa menangkap tikus percuma saja. Lebih baik kucing yang biasa saja, tapi mahir menangkap tikus," kata Zainal. Selama ini, kata dia, peranan jaksa agung belum memberikan kontribusi penegakan supremasi hukum secara optimal. Ahli hukum tata negara tersebut mengusulkan calon jaksa agung pengganti Hendarman Supandji minimal harus memiliki tiga kriteria, yakni kapabilitas, akseptabilitas, dan integritas. Menurut dia, untuk menegakkan supremasi hukum tidak cukup hanya pada figur jaksa agung, harus disertai dengan pembenahan sistem dan kultur di Kejagung. Sistem di Kejaksaan Agung, kata Zainal, harus diperbaiki menjadi sistem yang independen, baik pada tataran lembaga maupun fungsi. "Kejaksaan Agung harus benar-benar independen, bebas dari pengaruh politik," kataya. Sedangkan pada aspek kultur, menurut dia, jaksa agung yang nantinya terpilih harus melakukan perubahan-perubahan membangun sistem independen di internal Kejagung. Menurut Zainal, jika tiga pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka peran jaksa agung dan Kejagung dalam menegakkan supremasi hukum akan lebih baik. "Untuk mewujudkan tiga pendekatan tersebut, menurut saya, jaksa agung yang akan datang lebih cenderung dari luar," katanya. (Nefan Kristiono/Sugandi) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/