http://www.suarapembaruan.com/News/2005/10/18/index.html


SUARA PEMBARUAN DAILY 

Keluar dari Belenggu Kemiskinan
Oleh Susidarto 

MENARIK, mencermati tajuk rencana Harian Suara Pembaruan (8/10) yang berjudul 
"Dana Kompensasi Salah Sasaran". Inti persoalan, pemberian dana kompensasi 
dalam bentuk tunai semacam ini jelas tidak mendidik. Rakyat miskin dibuat jadi 
konsumtif. Mestinya, bukan ikan yang diberi, tetapi kailnya. 

Akibatnya jelas, banyak terjadi distorsi penyaluran, mereka yang tidak berhak 
justru menerima, sementara yang miskin justru gigit jari alias tersingkirkan. 
Dalam banyak kasus, program kompensasi dalam bentuk tunai ini banyak menuai 
kritikan tajam dan berpotensi menyulut keresahan sosial dan memunculkan 
ketidakadilan. 

Dalam program kompensasi pengurangan subsidi (PKPS)-BBM ini, pemerintah 
memberikan bantuan kepada golongan masyarakat miskin. Dalam konteks ini, 
masyarakat kategori pra-sejahtera akan dibantu dengan dana tunai sebesar Rp 
100.000 per keluarga per bulan. 

Targetnya sebanyak 15,5 juta keluarga miskin di Indonesia akan menerima program 
karitas ini. Dengan demikian, untuk setahun ke depan, pemerintah akan 
mengeluarkan anggaran tidak kurang Rp 18,6 triliun. Khusus tahun 2005 ini, 
pemerintah akan mengeluarkan dana sekitar Rp 4,8 triliun (3 bulan berjalan). 

Program pemberian uang tunai semacam ini tampaknya memang bagus, yakni langsung 
menyentuh kebutuhan hidup masyarakat miskin sehari-hari. Namun, yang dibutuhkan 
masyarakat miskin, marjinal sesungguhnya bukan pemberian/bantuan kompensasi 
dalam bentuk uang tunai yang cenderung langsung habis untuk kegiatan konsumtif. 

Mekanisme semacam ini tidak pernah mendidik orang untuk maju, kreatif, mandiri 
dan inovatif. Bentuk bantuan semacam ini justru membuat orang terlena, 
terbelenggu dan terninabobokkan dengan situasi yang karitatif, sehingga 
bermental "pengemis" dan memunculkan sindroma ketergantungan akut. 


Program Jangka Panjang 

Jangan beri ikan, namun berilah kail (pancing), adalah petuah kuno yang sangat 
kuat pesannya namun relevan untuk diaplikasikan pada konteks program kompensasi 
BBM sekarang ini. Dalam konteks ini, pemerintah semestinya tidak hanya 
bertindak bagai sinterklas yang hanya sekadar bagi-bagi hadiah (uang), yang 
hanya bersifat sementara (jangka pendek) dan karitatif. 

Pemerintah, semestinya harus mulai memikirkan untuk memberikan bantuan kepada 
rakyat miskin dalam bentuk program jangka panjang, yang menyelesaikan berbagai 
persoalan yang selama ini dihadapi masyarakat miskin. 

Sebuah program yang tentunya tidak sekadar kosmetik atau pemanis penampilan 
(pemerintah) semata untuk menutup berbagai kekurangan dimata rakyatnya, namun 
sebuah program benar-benar solutif, yang memberikan jalan keluar dari persoalan 
yang sekian lama menghimpit masyarakat miskin-marjinal. 

Bantuan kompensasi dalam bentuk uang tunai, jelas tidak membuat masyarakat 
miskin keluar dari lingkaran kemiskinannya. Nah, yang dibutuhkan masyarakat 
justru program jangka panjang yang bisa memberdayakan masyarakat sehingga mampu 
keluar dari kemiskinan akut dan sistemik. 

Dalam konteks semacam ini, pemerintah ditantang mampu mengurangi angka 
pengangguran, yang konon jumlahnya sudah membengkak hingga 50 juta angkatan 
kerja lebih. Kalau hanya diberi uang Rp 100 ribu sebulan untuk setiap keluarga, 
mungkin hanya akan dihabiskan dalam tempo singkat, setelah itu mereka akan 
miskin lagi. 

Program-program nyata pengurangan pengangguran sungguh ditunggu oleh mereka 
yang selama ini kalah bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Di sini, pemerintah 
hendaknya mampu menciptakan lapangan kerja seluas mungkin dengan mengajak 
berbagai pihak terkait. 

Tak hanya itu, pemerintah selayaknya mampu memberikan iklim yang kondusif bagi 
"usaha-bisnis" petani atau nelayan, yang selama ini identik dengan kemiskinan. 
Potret masyarakat Pulau Enggano (Sumatera) misalnya, yang selama sulit untuk 
memasarkan ikan hasil tangkapan nelayan akibat kurangnya sarana transportasi 
sehingga busuk, boleh menjadi potret keprihatinan kita tentang buruknya 
infrastruktur kita. 

Atau, potret masyarakat perdesaan (daerah terpencil) lain yang kesulitan untuk 
memasarkan hasil pertanian berupa sayur mayur, sehingga "terpaksa" layu dan 
busuk, merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. 

Ketiadaan sarana transportasi dan komunikasi, memaksa produk perikanan, 
pertanian atau produk lain yang dihasilkan masyarakat miskin tidak memiliki 
nilai tambah sama sekali. Akhirnya, produk pertanian atau perikanan harus 
dibuang (layu, busuk atau kadaluwarsa) karena sudah lama tidak ada pedagang 
yang membelinya. 

Mereka "terasing" dari pasar yang membutuhkan, sehingga tidak mampu memasarkan 
hasil produknya. Nah, dalam konteks ini, mampukah pemerintah memberikan sarana 
transportasi dan komunikasi yang memadai, sehingga para petani dan nelayan bisa 
memasarkan hasil pertaniannya dengan lebih baik lagi? 

Fenomena di atas merupakan puncak gunung es, yang mungkin mewakili ribuan 
bahkan jutaan kasus lain serupa di daerah lainnya. Tak hanya itu tentunya, 
pemerintah juga ditantang untuk mampu menciptakan iklim dan mekanisme 
persaingan usaha yang kondusif, sehingga mendukung usaha bisnis masyarakat 
kelas bawah. 

Petani cabai, bawang merah, padi atau komoditas pertanian strategis/unggulan 
lain yang senantiasa mengalami kerugian akibat melimpahnya panen sehingga harga 
jatuh, merupakan agenda yang harus segera diselesaikan. Pemerintah seharusnya 
berupaya untuk menyetabilkan harga komoditas produksi masyarakat miskin pada 
saat panen raya, sehingga para petani tidak mengalami kerugian besar. 


Keluar dari Kemiskinan 

Inti persoalannya adalah bagaimana caranya agar pemerintah membuat program 
kompensasi BBM yang bisa membawa masyarakat miskin keluar dari kotak 
kemiskinannya, sehingga memiliki hari depan yang lebih cerah lagi. 

Tentu caranya bukan dengan memberikan dana tunai yang dalam sekejap akan habis. 
Pemerintah harus mampu menciptakan berbagai sarana pendukung (membangun 
infrastruktur) dan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya agar rakyat miskin 
bisa menikmatinya. Itulah agenda yang selayaknya menjadi prioritas pemerintahan 
sekarang ini. 

Bentuk kompensasi jangka panjang lainnya yang bisa dilakukan pemerintah adalah 
dengan memberikan kemudahan pengobatan atau bentuk-bentuk sarana pendukung 
kesehatan, yang selama ini terasa sangat mahal. Biaya pengobatan dan rawat inap 
gratis bagi warga tidak mampu merupakan agenda yang sangat penting. 

Masalah pendidikan serta seabrek masalah mendasar lain, perlu pula mendapatkan 
perhatian serius dari pemerintah. Masalah terakhir yang penting pula untuk 
diselesaikan adalah memberikan iklim yang kondusif, sehingga tidak terjadi 
lonjakan harga komoditas dan jasa-jasa tertentu pascakenaikan harga BBM. 

Pemerintah, dalam hal ini bisa bekerja sama dengan asosiasi pedagang atau 
penghasil komoditas tertentu, sehingga setiap kenaikan harga akan dapat 
dikontrol dengan baik, tidak asal-asalan, seperti yang sering terjadi selama 
ini. Itulah beberapa bentuk upaya yang semestinya dilakukan pemerintah di balik 
pencabutan/pengurangan subsidi BBM. 

Intinya adalah, pemerintah perlu bekerja lebih keras lagi untuk menekan angka 
pengangguran dan kemiskinan. Oleh sebab itu, program kompensasi semestinya 
tidak hanya bersifat kosmetik (tambal sulam) namun harus solutif memecahkan 
persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa ini. 

Mental masyarakat miskin tidak dirusak dengan pemberian dana tunai yang 
cenderung menciptakan mental ketergantungan dan mental pengemis. Pemerintah 
harus membangun masyarakat yang bermental kerja keras dengan menciptakan 
berbagai iklim kerja yang kondusif. 

Hanya dengan cara semacam ini, angka kemiskinan yang demikian tingginya akan 
dapat ditekan sedemikian rupa, sehingga akan ada parade musik yang lagu yang 
melantunkan bait: sayonara kemiskinan dan selamat datang masyarakat yang 
sejahtera. Bukankah itu dambaan dan impian kita bersama belakangan ini? * 


Penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi 



--------------------------------------------------------------------------------

Last modified: 18/10/05

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke