http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=199525 Senin, 28 Nov 2005,
Khairiansyah dan Pemberantasan Korupsi Emerson Yuntho * Perjalanan hidup Khairiansyah Salman, mantan auditor BPK yang bersama KPK membongkar kasus suap dan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada November 2005, tidak ubahnya seperti kincir angin. Itu terjadi setelah dia terpilih sebagai penerima Integrity Award 2005 dari Transparency International, sebuah organisasi gerakan antikorupsi dunia yang bermarkas di Berlin, Jerman, pada 11 November 2005. Namun, selang sepuluh hari kemudian pada 21 November 2005, masyarakat kembali dikagetkan berita Khairiansyah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Dana Abadi Umat (DAU) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Dalam salinan surat tanda terima barang bukti Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat III disebutkan, saat memeriksa kasus DAU, Khairiansyah menerima uang Rp 39.842.500. Dana itu diterima 22 Oktober 2002-26 April 2004 dalam bentuk uang Lebaran, transpor, dan uang saku. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat selanjutnya menetapkan Khairiansyah sebagai tersangka bersama beberapa auditor BPK yang lain. Yakni, Tohari, Hariyanto, dan Mukrom As'ad. Kejaksaan Agung juga mengirimkan surat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah-tangkal (cekal) Khairiansyah. Bagi upaya pemberantasan korupsi, penetapan Khairiansyah sebagai tersangka kasus korupsi oleh kejakasan dapat menjadi berita baik sekaligus berita buruk. Berita baik adalah adanya kesamaan di hadapan hukum (equaty before the law) dalam penanganan kasus korupsi. Hal itu dapat diartikan bahwa setiap orang -tanpa memperhatikan tingkatan, kedudukan, ataupun jasa yang telah diberikan- harus patuh dan menjalani proses hukum apabila diduga terlibat dalam kasus korupsi. Idealnya, tidak ada kekebalan hukum bagi seseorang yang terbukti melakukan korupsi. Dalam kasus Khairiansyah, meski dinilai telah memiliki jasa yang luar biasa dalam upaya membongkar suap dan korupsi di KPU, bukan berarti dia kebal atas dosa-dosanya di masa lalu atau dugaan korupsi yang dilakukan sebelumnya. Proses hukum tetap harus dijalani Khairiansyah. Proses hukum itu akan menunjukkan apakah Khairiansyah terbukti terlibat ataukah tidak dalam kasus korupsi suap DAU. Berita buruknya adalah tidak adanya perlindungan hukum bagi seorang saksi atau pelapor kasus korupsi. Status tersangka yang diterima Khairiansyah sebagai pengungkap kasus suap dan korupsi di KPU pada akhirnya membuat orang berpikir ulang untuk menjadi saksi/pelapor kasus korupsi. Tidak dapat dimungkiri, upaya kejaksaan menetapkan Khairiansyah sebagai tersangka kasus korupsi dapat menjadi preseden buruk bagi upaya membongkar praktik korupsi di Indonesia. Justru tindakan itu menjadi shock therapy bagi calon pelapor atau saksi dalam kasus korupsi. Tanpa adanya jaminan status hukum, dalam arti tidak akan dituntut dalam kasus yang sama maupun kasus yang lain, sangat sulit membongkar tuntas suatu praktik kasus korupsi. Biasanya, pelapor yang memberikan informasi atau kesaksian juga terlibat dalam kasus korupsi tersebut. Tidak adanya jaminan perlindungan bagi seorang saksi atau pelapor kasus korupsi sering terjadi di Indonesia. Praktik pengungkapan kasus biasanya mendapatkan perlawanan yang cukup sengit dari pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik korupsi. Selama ini, pihak-pihak yang merasa dirugikan karena kasus korupsinya terungkap menggunakan ancaman kekerasan, intimidasi, atau mengadukan pencemaran nama baik ke kepolisian untuk membuat jera saksi atau pelapor kasus korupsi. Ada beberapa hal yang penting untuk disikapi dari kasus yang saat ini tengah dialami Khairiansyah. Pertama, pentingnya suatu perlindungan bagi saksi dan atau pelapor kasus korupsi. Saat ini, belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan saksi. Pengaturan tentang perlindungan terhadap saksi masih terpisah-pisah dalam beberapa peraturan perundang-undangan sesuai dengan masalah masing-masing. UU Pemberantasan Korupsi dan UU KPK masih sangat minim mengatur mengenai perlindungan saksi. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang juga mengatur tentang saksi -termasuk saksi korban - tidak cukup memberikan perlindungan jika dibandingkan dengan perlindungan terhadap hak-hak tersangka ataupun terdakwa. KUHAP lebih melihat bahwa saksi hanya sebagai bagian dari alat bukti dan kurang mengatur tentang saksi sebagai pihak yang perlu dilindungi dan terutama korban dipulihkan hak-haknya. Lemahnya pengaturan dan perlindungan tentang saksi dan korban secara yuridis tersebut menjadikan saksi enggan untuk bersaksi. Persoalan utama banyaknya saksi yang tidak bersedia menjadi saksi ataupun tidak berani mengungkapkan kesaksian yang sebenarnya disebabkan tidak ada jaminan yang memadai, terutama jaminan atas perlindungan tertentu ataupun mekanisme tertentu untuk bersaksi. Saksi -termasuk pelapor- bahkan sering mengalami kriminalisasi atau tuntutan hukum atas kesaksian atau laporan yang diberikannya. Saksi akhirnya menjadi tersangka atau bahkan terpidana. Selama tidak adanya aturan hukum yang memberikan jaminan bagi saksi atau pelapor, suatu kasus korupsi sangat sulit terungkap. Sayang, RUU Perlindungan Saksi sejak 2002 hingga saat ini belum juga dibahas DPR RI. Dalam kasus korupsi, dalam catatan ICW, sedikitnya 12 orang saksi pelapor kasus korupsi justru diadukan pencemaran nama baik oleh pihak terlapor. Kedua, pembenahan di tubuh BPK. Bukan rahasia umum dan merupakan praktik yang selama ini terjadi bahwa apabila BPK akan mengaudit suatu instansi atau proyek, segala kebutuhan dan transpor ditanggung pihak yang akan diaudit. Pola itu telah berjalan selama bertahun-tahun di BPK yang pada akhirnya membuka peluang adanya upaya kolusi antara auditor BPK dan pihak yang diperiksa. Dampak negatif yang ditimbulkan dari upaya kolusi adalah hasil pemeriksaan menjadi sangat tidak objektif dan cenderung mengikuti kemauan si penyuap. Yaitu, jika ditemukan kejanggalan, hal itu dianggap sebagai suatu kesalahan administrasi. Seharusnya, kasus Khairinasyah dan korupsi DAU di Departemen Agama oleh pimpinan BPK dijadikan momentum untuk pembenahan sistem dan pembersihan oknum BPK yang dapat meminimalisasi korupsi dan kolusi oleh jajaran di bawahnya. * Emerson Yuntho , anggota badan pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/