[proletar] Pasir...

2012-10-11 Terurut Topik cha6966
Seorang Indonesia bernama Tarno hendak melintasi pos perbatasan Malaysia – 
Indonesia, di Kalimantan. Dia dengan bersepeda dan membawa dua tas besar di 
pundaknya.

Tentara Malaysia segera memerintahkan dia berhenti, “Pinggirkan sepedamu itu 
encik. Saya ingin bertanya, apa isi kedua tas itu?” “Pasir,” jawab Tarno.

Tentara Malaysia tidak percaya begitu saja. Mereka membongkar kedua tas itu dan 
benar mereka menemukan pasir didalamnya. Akhirnya mereka melepaskan Tarno dan 
membiarkan dia melintasi perbatasan menuju wilayah Malaysia.

Keesokan harinya, kejadian yang sama berulang kembali. Tentara Malaysia 
menghentikan Tarno yg mengendarai sepeda dan bertanya, “Apa yang kamu bawa?” 

Tarno menjawab, “Pasir.” Tentara-tentara itu memeriksa dengan teliti kedua tas 
itu dan tetap menemukan benda yang sama... pasir.

Kejadian yang sama berulang kali terjadi hingga lima tahun lamanya. 

Akhirnya, Tarno tidak muncul lagi dan tentara Malaysia itu menjumpainya sedang 
bersantai ria di sebuah resort diluar kota Kuala Lumpur.

“Hei, encik yang suka bawa pasir,” tegur tentara Malaysia itu. 
“Saya menduga kamu selama ini membohongi kami saat melintas perbatasan. Tapi 
saya selalu menemukan pasir di dalam tasmu. Selama lima tahun, saya sepertinya 
menjadi gila, tidak bisa makan atau tidur memikirkan apa yang kamu selundupkan. 
Baiklah, ini di antara kita berdua saja! Saya mau tanya, apa sih yang kamu 
selundupkan tiap hari selama lima tahun ini?”

Tarno menjawab dengan kalem, “SEPEDA!”

┣┫Ū=D┣┫Ū=))┣┫Ū=D :p

Orang Indonesia mau dilawan pintarnya sama orang Malaysia...

Charles Asiku
cha6...@gmail.com
cha6...@yahoo.com
pin: 21EF6D92
Surabaya




Powered by Telkomsel BlackBerry®



Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage:  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
proletar-dig...@yahoogroups.com 
proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[proletar] Pasir Isap kian Menelan Bangsa!

2011-06-25 Terurut Topik sunny
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2011062500281514

  Sabtu, 25 Juni 2011 
 
  BURAS 
 
 
 
Pasir Isap kian Menelan Bangsa! 

   
  H. Bambang Eka Wijaya



  "BANGSA ini dalam pusaran krisis pasir isap yang kian menelannya akibat 
dari hari ke hari selalu muncul masalah dengan kesulitan baru yang tak 
terselesaikan tuntas!" ujar Umar. "Pasalnya, masalah yang datang silih berganti 
itu coba diselesaikan secara ad hoc, darurat, bukan dengan kelembagaan 
permanen!"

  "Memang! Seperti krisis TKI dihukum pancung di Arab Saudi, sekarang 
dibentuk tim khusus untuk cari penyelesaian!" timpal Amir. "Padahal, ada 
berbagai lembaga negara dan pemerintah yang secara formal punya fungsi dan 
tanggung jawab mengurusi TKI sejak di dalam negeri sampai perlindungan di 
tempat kerjanya! Tapi fungsi dan tanggung jawab itu selama ini tak dilaksanakan 
semestinya, sehingga ketika terjadi masalah perlu dibentuk badan ad hoc untuk 
mengisi kekosongan fungsi tersebut!"

  "Itu dia! Akibatnya lembaga-lembaga negara dan pemerintah itu tak 
berfungsi lagi, keberadaannya sekadar mengisi komposisi strutural!" tukas Umar. 
"Tanpa peduli, ketika badan ad hoc itu tak tuntas menyelesaikan tugasnya lalu 
tak kelihatan, lembaga formal struktural itu tetap mandul!"

  "Padahal, untuk fungsi melindungi setiap TKI itu, selain kewajiban formal 
konstitusional, juga ada kewajiban komersial berupa (imbal jasa) asuransi yang 
disetor PJTKI saat penempatan, Rp400 ribu setiap TKI, melengkapi uang 
rekomendasi izin kerja di luar negeri yang ditarik Depnakertrans 15 dolar 
AS/TKI!" tambah Amir.

  "Dengan kewajiban TKI dilunasi di depan saat diproses Depnakertrans 
sebelum berangkat itu, sekadar kantor atau biro konsorsium perusahaan asuransi 
tersebut di luar negeri tak ada, sehingga jika klien butuh PJTKI membantu 
menguruskan susah bukan kepalang! Kalau PJTKI saja mengurus asuransi sukar, 
apalagi TKI-tempatnya saja tak tahu di mana!"

  "Begitulah kenyataannya, jelas terlihat mindset lembaga-lembaga negara 
dan pemerintah tak lebih dari semata-mata menjadikan TKI sebagai mangsa 
pemerasan mereka!" tegas Umar. "Itulah sebabnya, saat timbul masalah akibat 
absennya fungsi dan tanggung jawab mereka, tak bisa mereka atasi hingga harus 
dibentuk tim ad hoc! Masalahnya, mereka memang tak mampu menjalankan fungsi dan 
tanggung jawabnya karena bisanya memang cuma memeras TKI!"

  "Seperti itulah gambaran masalah demi masalah yang beruntun tak 
terselesaikan hingga menyeret bangsa kian dalam di pusaran pasir isap!" timpal 
Amir. "Krisisnya mengimbas ke daerah, dari PHK massal akibat penghentian impor 
sapi bakalan Australia, sampai pembatasan BBM bersubsidi!" ***
 


[Non-text portions of this message have been removed]





Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage:  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
proletar-dig...@yahoogroups.com 
proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[proletar] Pasir dan "Ketidakberdayaan"

2007-03-22 Terurut Topik Sunny
http://www.harianbatampos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=16517&Itemid=75

  Pasir dan "Ketidakberdayaan"  
  Kamis, 22 Maret 2007  
  Oleh: Robert Bala*)

  Bagian Pertama dari Dua Tulisan 

  Memasuki Singapura, selalu muncul rasa kagum. Negara yang begitu dekat 
dengan Batam itu patut dikagumi. Kesamaan geografis tidak menjadikannya sama. 
Sebaliknya terbentang perbedaan kemegahan dan kemewahan yang membedakannya. 
Karena itu mengikuti tradisi Paus yang selalu mencium tanah dimana Ia kunjungi, 
setiap orang pun yang barusan menginjakkan kakinya, pasti tergiur untuk mencium 
keanggunan Negeri Jiran itu. 


  Namun ada perasaan lain. Tanah dan air yang Singapura ternyata memiliki 
"aroma" kendonesiaan. Jelasnya, ia tak bedanya dengan Indonesia. Nama Singapura 
seakan hanya tempelan di atas tanah (pasir dan granit) Indonesia. Air  yang 
begitu limpah pun dapat dinikmati di setiap pojok kota pun adalah berkah yang 
diterima dari Indonesia dan Malaysia. Bedanya, Indonesia lebih murah hati. Air 
yang begitu berharga, diberi nyaris tanpa harga. 


  Lantas, apa yang sebenarnya yang ingin dipermasalahkan? Apakah sekedar 
tendensi halus invasi teritori Indonesia? Ataukah ada problem yang lebih 
mendasar menyangkut arogansi ekologis? 


  "Pulau Hidup" 
  Setiap orang tahu, pulau adalah benda mati. Bila ia terpaksa mengalami 
perubahan, maka penyusutan akibat abrasi laut, penebangan hutan untuk 
pemukiman, dan pembangunan di atasnya, lebih sering terjadi. Sebuah daerah 
bahkan terancam tenggelam oleh proses alamiah. Apalagi mencairnya es di kutup, 
dapat semakin meninggikan air laut hingga daratan pun semakin sempit. 


  Tapi hal itu tidak terjadi dengan Singapura. Hanya dalam 40 tahun 
terakhir, pulau yang dulunya hanya 581,5 km2, disulap hingga menjadi 699 km2. 
Itu berarti telah terjadi "pembengkakan" hampir 117,5 km2. Malah diperkirakan 
pada tahun 2010, ia telah menjadi 774 km2. Sebuah penambahan spektakuler. 
Hampir 30% dari luas aslinya. 


  Perubahan itu mencengangkan. Selain ia bertentangan dengan kodrat alam, 
perluasan itu  memunculkan pertanyaan. Adakah "pembesaran diri" itu terjadi 
tanpa mengorbankan daerah lain? Jelasnya, apakah perluasan yang nota bene 
membutuhkan pasir dan granit tidak mengorbankan daerah lain yang terpaksa 
dikeruk atas nama "keindahan Singapura?" Atau, apakah "pembengkakan" itu adalah 
akibat logis dari tetangganya, Indonesia, yang bukan saja acuh terhadap 
keberadaan pulau-pulau terluarnya, tetapi malah pulau-pulau terdalam pun nyaris 
tidak terurus? 


  Pertanyaan seperti ini terjawab ketika kita terpanah melihat keriputnya 
alam geografis kita. Delapan pulau kecil kini berdiri "tinggal kenangan" 
setelah isinya dikeruk demi membangun pulau baru yang dibabtis dengan nama 
Jorong di Singapura. Pulau terluar Nipah yang dijadikan batas terluar Indonesia 
dengan Singapura, bukan mustahil akan menghilang. Dengan demikian standar baru 
semestinya dicari setelah "menghilangnya" Nipah. Kandungan pasir yang begitu 
limpah di negeri ini, begitu mudah 'diseret' ke negeri tetangga. Bahkan kawasan 
laut Riau menjadi zona paling empuk dalam pengerukan pasir. Puluhan kapal 
pengeruk pasir bebas melintas sambil membawa pasir demi membangun negerinya. 


  Invasi Teritori? 
  Melihat "perubahan mendadak" Singapura yang kian membesar, isu kedaulatan 
negara dengan cepat digulirkan. Tidak sedikit petinggi negeri ini, baik Menlu, 
Menteri Kelautan, atau Menteri Perdagangan, dengan cepat berbicara tentang 
invasi teritori yang bisa saja suatu saat menjadi sebuah boomerang bagi 
Indonesia. "Menambang Pulau, Menjual Kehormatan", atau "Jangan Jual Tanah Air" 
(Kompas, 17/03) merupakan tidak sedikit isyu yang disebarkan petinggi negeri 
demi mengawasi trik halus Singapura. 


  Pertanyaannya: begitu pentingkah isyu kedaulatan negara itu disebarkan? 
Memang, sebuah negara dengan nasionalisme tinggi, bakal terpanah melihat 
teritorinya tengah dipermainkan oleh negara tetangga. Apalagi negara itu 
"sekecil" Singapura. 


  Dalam tataran ide, sebenarnya isyu itu tidak terlalu menggigit. Tidak 
sedikit rakyat yang bahkan mendiami pulau terdalam negeri ini merasakan bahwa 
keberadaanya nyaris mendapatkan perhatian. Lalu, apa yang dapat terjadi dengan 
pulau-pulau terluar yang baru menjadi perhatian ketika terjadi masalah 
perbatasan? 
  Sikap seperti inilah yang akhirnya melahirkan pelbagai upaya menambang 
pasir dan terus mengirimnya ke Singapura dengan strategi licik. Granit yang 
masih leluasa diekspor dapat disulap bagian atasnya, sementara pada dasarnya 
tersembunyi pasir "murah meriah" dari Indonesia. 


  Pada sisi lain, Singapura, melalui menlunya George Yeo sudah berjanji 
untuk "tidak meninjau" batas wilayah pascaperluasan. Bagi Singapura, 
pengklaiman itu tidak menjadi bidikan. Yang terpenting adalah menjadikan 
Singapura semakin cantik. Apalagi dalam era globalisasi yang semakin menisbikan 
batas antar

[proletar] Pasir Island belongs to Australia: foreign ministry

2006-12-21 Terurut Topik Ambon
REFLEKSI: Sejarah Liputan dan Sipadan diteruskan?

http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=25048

Pasir Island belongs to Australia: foreign ministry

Jakarta (ANTARA News) - The status and ownership of Pasir Island has been 
decided to be under the sovereignty of Australia since a long time ago and the 
Indonesian government has acknowledged this fact, a foreign ministry spokesman 
said.

"It is difficult for us to accept a claim based on history that Pasir Island 
belongs to Indonesia as the local people of Rote island have been cultivating 
the island since 500 years ago," Arif Havas Oegroseno, director for political 
relations, security and international territory affairs of the Ministry of 
Foreign Affairs, said here on Thursday.

The opinion was put forward by Arif in response to a statement made by the head 
of the Environment Research and Natural Resources Center of the Kupang Nusa 
Cendana University (Undana), Yusuf Leonard Henuk.

Yusuf stated that Indonesia could take the case of Pasir Island to the 
International Court of Justice because it has not yet legally become part of 
Australia.

Arif said if a claim for an island or territory was based on history, the 
Chinese could claim that Java and Sumatra belonged to them because in times of 
yore the Chinese emperor once sent envoys to the Indonesian islands.

In the international law, an ownership claim based on historic, traditional and 
geographic proximity arguments was unacceptable because all of them can be 
subjective, he said.

Arif said that the international law would recognize a claim based on an 
effective legal evidence such as that of the Supadan-Ligitan, the Miangas and 
the Batek islands.

On the Pasir Island which is Located some 320 km north of Australian Western 
coast and some 140 km south of the Indonesian Rote island, Arif said that the 
Dutch never claimed sovereignty over it but acknowledged that it belonged to 
Britain.

"In 1878, the Dutch never had administration on the island and never had 
claimed over it because it belonged to Britain," he said. (*)


Copyright © 2006 ANTARA

December 21, 2006


[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage:  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/