Milisers yang baik, Dibawah ini adalah lampiran 'surat terbuka' dari salah satu penulis kolumnis kompasiana.com bernama Della Anna. Surat terbuka ini saya dapat dari kompasiana.com, yang isinya merespons pernyataan anggota DPR - PD bernama Marzuki Alies (MA) sebagai pernyataan spektakuler dan bersifat "kontrofersial", dalam hal 'Ketenagakerjaan' sebagai tenaga asing sektor rumah tangga di Luar negeri.
Juga, saya lampirkaan beberapa komentar atas "surat terbuka" tsb dan karya tulisan dari salah satu TKI-HK bernama Ani Ramadhanie, yang pula dalam tulisannya merespons sikap politik dan pernyataan MA - sang anggota DPR tapi pula cukup aktip menulis di kompasiana.com "Surat Terbuka" dari Della Anna dan tulisan Ani Ramadhanie dibawah ini adalah dari sekian banyak reaksi yang ada di kompasiana.com, berawal pada reaksi pemberitaan di situs Detik.com, 26 februari 2011, berjudul: Marzuki Alie: "TKW PRT buat Citra Indonesia Buruk." Info selanjutnya silahkan click: http://us.detiknews.com/read/2011/02/26/135623/1579983/10/marzuki-alie-tkw-prt-buat-citra-indonesia-buruk Info lainnya, silahkan click: ID Marzuki Ali bisa click:http://id.wikipedia.org/wiki/Marzuki_Alie http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/02/27/jangan-sampai-wartawan-detikcom-versus-kompasianers-seputar-pemberitaan-modis-bersama-marzuki-alie/ Mudah2an postingan ini bermanfaat bagi mereka yang peduli dan menghargai jasa besar kaum pekerja PRT di luar negeri sebagai salah satu penyumbang devisa terpenting buat Indonesia, ini mengingat lebih dari 60% devisa Indonesia sekitar 6,6 miliar dollar AS tahun 2010 berasal dari sekitar 700 ribu TKW-PRT. Selain itu, bagi TKI yang akan berangkat masih pula dikenakan pungutan 15 dollar AS per orang. Salam Sejahtera MiRa - Moderator milis sastra-pembebasan *** Surat Terbuka Della untuk Pak Marzuki AlieOPINI | 02 March 2011 | 18:11 ________________________________ Kepada Yth, Pak Marzuki Alie ditempat.- Pak Marzuki yang budiman, sebelum saya memulai surat saya ini. Saya harapkan kiranya pak Marzuki ada dalam situasi sehat wal’ afiat dan juga lancar dalam tugas-tugas, amin. Sayang sekali yaa pak saya tidak bisa mengikuti acara MODIS dengan Kompas dan Kompasiana serta teman-teman Kompasioners lainnya pada tanggal 26 februari 2011 yang lalu. Sebab kalau saya bisa datang, wah alangkah senangnya bisa bercengkerama meramaikan suasana. Dan sekaligus bertemu dengan pak Marzuki Alie. Surat ini saya sengaja tulis secara terbuka saja untuk pak Marzuki Alie yang budiman ditempat. Sehingga isinya akan transparan bagi kita semua selaku penghuni Kompasiana. Sebab saya pikir topik surat saya berkenaan dengan suatu masalah yang ada kaitannya dengan tugas pak Marzuki Alie sebagai wakil rakyat pada lembaga pemerintahan. Pak Marzuki benar, bahwa untuk mengikuti kemauan 237juta jiwa rakyat Indonesia itu sangat impossible, sebab itu alangkah baiknya semua keinginan tersaring dalam perwakilan-perwakilan rakyat. Baik didaerah dan pusat. Nah, kebetulan sekali nih pak Marzuki. Oleh karena pak Marzuki Alie kini sudah menjadi bagian dari Netizen Kompasiana maka saya melihat jalur ini adalah jalan yang tepat untuk saya pergunakan menyampaikan ide dan pendapat juga bercengkerama dengan bapak dalam bentuk tulisan yang terbuka. Saya pergunakan sebagai wahana penyampaian aspirasi rakyat media Netizen. Della langsung saja yaa pak to the point pada topik permasalahan. Terkejut Della membaca sebuah pemberitaan Marzuki Alie : TKW PRT Buat Citra Indonesia Buruk , sebab menurut pemikiran saya dengan menghentikan pengiriman TKW terutama untuk bagian PRT bukanlah solusi. Kita tidak menuju kepada substansi yang sebenarnya yang merupakan permasalahan mengapa tenaga kerja kita terutama PRT sangat rendah mutunya. Menurut Della substansi sebenarnya yang harus menjadi inti perhatian kita dari beberapakali tragedi yang terjadi sebenarnya “bukan” terletak pada tenaga kerja. Melainkan kepada birokrasi yang mengelola pengiriman TKW ke luar negeri. Inilah dilema atau katakan pokok yang harus kita tinjau secara akurat. Sebab menurut saya kita harus konsekwen untuk menetapkan apakah TKW/PRT ini memang benar-benar tidak bermutu, sementara kita tidak pernah serius mengatasi permasalahan intern dalam birokrasi PJTKI/Penyalur Jasa TKI. Sudah bukan merupakan rahasia umum lagi kalau PJTKI dalam prakteknya sering menyimpang. Baik secara finansial/adminsitratif dan juga secara hukum. Pak Marzuki yang budiman, kalau kita sudah bisa membereskan kepurukan dalam tubuh PJTKI dan meluruskan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum pada Departemen Tenaga Kerja, maka niscaya pak kita bisa menyelamatkan TKW kita khususnya mereka yang berkecimpung dalam pekerjaan sebagai PRT. Saya pernah mengupas tentang masalah ini bahwa usaha Menakertrans untuk memperbaiki kondisi TKW dengan memperbaiki kontrak kerja TKW, meneliti peta rumah majikan, jumlah pengguna dan berapa besar hasil pendapatan majikan. Bukan merupakan rencana yang tepat Menakertrans mengatasi dilema selama ini pada TKW kita. Usaha Menakertrans menurut saya sangat tidak transparan. Oleh karena bukan segi itu yang harus diperbaiki, tetapi lebih kearah segi “si-pemberi kerja” dalam hal ini pihak PJTKI sebagai pihak pertama, dan baru setelah itu pihak kedua sebagai pemberi kerja -majikan. Namun, majikan bisa kita seleksi sejak dari mula oleh pihak PJTKI, karena memang kewajiban pihak pemberi pekerjaan untuk menawarkan paket kerja kepada para tenaga kerja. Ohh yaa pak Marzuki, satu hal yang harus kita ingat. Pemasukkan pendapatan sebagai pendapatan devisa luar negeri dalam sektor jasa adalah yang sangat penting untuk APBN kita bukan. Nah, bisa kita bayangkan kalau pendapatan dari sektor jasa ini akhirnya dihapuskan atau ditiadakan. Kecuali memang pihak pemerintah sudah siap 100% untuk mempersiapkan lapangan kerja baru bagi para TKW sektor PRT. Juga kita tidak boleh lengah bahwasanya tingkat pengangguran dinegara kita masih menempati peringkat yang sangat tinggi, baik ditingkat daerah dan pusat. Hal ini disebabkan lapangan pekerjaan yang tersedia ”belum” bisa disesuaikan dengan kondisi pendidikan - skill dari para pencari pekerja yang notabene masih sekitar 60 - 75% dari golongan menengah - bawah. Jadi pak Marzuki Alie yang budiman ditempat. Penghentian sementara TKW sektor PRT adalah tidak tepat pak. Saya kira Menakertrans kita itu harus lebih luas lagi wawasan beliau dalam menimbang sebuah masalah berkaitan dengan pemasukkan sumber pendapatan negara. Dan demikian beliau harus pula menguasai lapangan perekonomian kita. Kalau Menakertrans hanya melihat dalam satu sisi saja, bahwa ekspor tenaga kerja dalam bidang atau sektor jasa PRT adalah hal yang memalukan dan membawa segi buruk bagi citra bangsa dan negara Indonesia tanpa melakukan perbaikan birokrasi pada PJTKI dan Departemen Tenaga Kerja, wah pak Marzuki, saya sendiri menilai Menakerstrans tidak menguasai bidangnya dengan baik. Bukan dengan cara itu kita memecahkan sebuah problema bangsa. Justru kita pertama-tama harus menilik tatanan birokrasi yang secara tekhnis merupakan pos pertama seorang TKI lolos dalam proses pengiriman ke luar negeri. Ini adalah pemikiran saya dalam memberi reaksi pernyataan pak Marzuki Alie pada sebuah pemberitaan. Della tidak mengatakan bahwa yang pak Marzuki Alie sampaikan didepan para hadirin MODIS itu salah, sebab Della sendiri tidak hadir kok. Tetapi apa yang Della baca pada pemberitaan detiksNews, kiranya bisa dilihat sebagai bagaimana usaha kita menyelamatkan satu sektor dalam bidang jasa sebagai sumber pendapatan negara yang paling penting. Manusia para TKW hanya bertujuan mencari pekerjaan untuk mengatasi situasi dan kondisi ekonomi keluarga dan dirinya. Dan hal ini tentunya logis kalau dilakukan dengan berbagai cara termasuk cara ilegal. Nah, bagaimana kita sebagai pemerintah mengantisipasi cara-cara ilegal ini yaitu dengan menata birokrasi penerima tenaga kerja dengan baik. Membersihkan mereka dari KKN dan penyimpangan-penyimpangan yang memang tidak mudah, karena moral dan mental. Tetapi dengan mengorbankan masa depan pencari kerja TKW dalam bidang jasa sektor PRT adalah tidak tepat sama sekali bila kita mendadak menghentikannya, tanpa melihat permasalahn secara terkait. Meningkatnya kebutuhan hidup, situasi perekonomian dan ditunjang lagi dengan masalah kependudukan lainnya adalah masalah bangsa dan negara. Sebab itu sebagai lembaga pemerintah kita memang dituntut lebih supel dan ekonomis serta konduktif. Semuanya untuk kesejahteraan rakyat kita sendiri. Demikianlah surat terbuka Della untuk pak Marzuki Alie yang budiman, tidak ada kata yang paling tepat bila saya menyampaikan, terimakasih banyak untuk bapak atas perhatiannya. Della berdoa agar pak Marzuki ditengah-tengah kesibukan tugas-tugas selaku ketua DPR RI diberikan oleh Allah SWT kesehatan, kekuatan dan juga ketabahan, amin. Salam hormat, @Della Anna -da02032011venlo- *** Komentar berdasarkan tanggal: Indra 2 March 2011 18:30:27 Sepakat @mbak della. TKI dan TKW penyumbang devisa yg cukup besar. Yg perlu dibenahi dari pihak penyelenggara dalam hal ini PJTKI dan agen agen tenaga kerja lainnya. Perlunya juga rekonsolidasi antara pihak penyelenggara dengan negara tujuan berikut majikan. Perlunya pula pengarahan dan kontrol yg ketat pada agen agen tenaga kerja, untuk selanjutnya dapat mengeksport tenaga kerja yg lebih terdidik dan lebih terampil. Jaminan hukum terhadap para TKI juga perlu dimaksimalkan agar tidak ada lagi TKI yg diperlakukan kurang pantas. Salam # Della Anna 3 March 2011 00:15:38 0 Terimakasih banyak temanku @Indra Benar teman, justru yg harus dibenahi adalah penyelenggara penyalur tenaga kerja=PJTKI. Tidak salah seseorang mencari pekerjaan sebagai PRT meskipun dia minim pengetahuan. Keadaan ekonomilah yg memaksa seseorg menjalani ini semua. Nah, kalau PJTKI sejak dari semula sdh menyeleksi dgn benar, tdk menerima begitu saja dan melakukan test. Pasti lah tdkakan terjadi pelecehan dan tragedi. Selama ini PJTKI itu kan hanya memeras tenaga kerja, mereka tdk melihat hal2 lain sebagai persyaratan dan keamanan, mereka hanya melihat uang. Biarpun TKW /PRT di STOP, tapi kalau birokrasi PJTKI makin marak saja KKN nya, maka percuma deh. Kasihan sekali mereka ini saudara2 kita, yg ingin mencari makan dan bekerja. Terdampar di negeri org utk kembali sulit, apalagi mendptkan pekerjaan, sementara itu uang mereka sdh habis samasekali. Apakah pemerintah care? Sepertinmya tidak. Hanya menyudutkan saja. Terimakasih banyak @Indra, salam selalu # Della Anna 3 March 2011 15:46:36 Uraian teman @Presley, benar. Heran kan kalau pemerintah mudah saja mengambil jalan tengah menyetop “sementara” pengiriman TKI-PRT. Di stop sementara atau selamanya seharusnya pemerintah sdh bisa melihat bahwa policy ini membawa kerugian yg sangat besar dalam pendapatan pemasukan devisa dari LN Sepertinya Menakertrans itu berbicara se-enaknya dia, tdk pernah berpikir panjang, of memang para pejabat kita sekarang seperti itu. Wah payah deh. Pantasan saja KKN nya gak pernah habis2 nya, pantasan saja cara kerja mereka amburadul. Sayang sekali Ini baru masalah TKI mereka sudah seperti itu, bagaimana lagi kalau masalahnya kita akan diserang perang dari negara lain!, panik gak karuan2 mungkin. Terimakasih teman @Presley, salam hangat selalu # Ninalevi Levi 3 March 2011 00:48:13 Sekarang ini memang rasanya kurang tepat sekaligus menstop TKW, walaupun jika bisa memilih saya setuju stop TKW. Sebenarnya pak MA benar TKW memalukan Indonesia, dimana pria di Indonesia, sampai para wanitanya harus banting tulang ke negara lain, untuk pria hal yang memalukan, hidupnya tergantung dari keringat wanita,akhirnya pria-pria Indonesia harganya juga rendah masih bagus ternyata walaupun sedikit masih ada pak MA yang berpikir secara pria.Jika ada TKW yang niatnya untuk merubah saya setuju untuk sedikit waktu bukan untuk sampai berkali-kali atau puluhan tahun terpisah dari keluarga, sebenarnya jika belum rumah tangga tanpa meninggalkan anak dan suami masih bisa di katakan cukup baik walaupun tetap wanita adalah wanita, dimana lebih tinggi memiliki resikonya,jika itu seorang ibu walaupun tujuan untuk membantu rumah tangga namun perlu diingat tujuan perkawinan itu sendiri, apakah hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup dengan uang, suami yang berjauhan dengan istrinya ,anak-anak yang besar tanpa kasih sayang ibu dan kehadiran ibu di ganti dengan uang, itu bukan hal yang baik untuk generasi mendatang. wanita adalah ibu dari kehidupan, ibu yang memasak dengan tangannya akan mendoakan anaknya sukses dan sehat, sebagai istri menyiapkan makanan suami dengan rasa cinta dan doa akan kesuksesan suami dan keluarganya, hal yang tak bisa di gantikan dengan uang. Jika TKI itu pergi dengan keluarganya satu hal namun jika sendiri bukan hal terbaik, terutama bagi yang berkeluarga,jika masih single satu hal , untuk menjadi TKI/TKW tentunya dengan target merubah kehidupan,merubah kehidupan bukan merubah rumah dari sederhana jadi cukup mewah, mempunyai kendaraan, ataulainnya yang sifatnya sementara dimana tak akan pernah puas, tiap tahun ada dan berganti model, hasil TKI ini menjadi modal untuk masa depan, contohnya TKI yang menjadi dosen, TKI yang membuka usaha ,TKI yang bisa mengelolah pertanian tradisional menjadi bertehnologi. Untuk saya perkataan Pak MA kali ini harusnya menyetil semua pihak yang namanya pria Indonesia, dimana pria di Indonesia tak bisa melindungi dan memberi kehidupan bagi wanita Indonesia,sampai sebagian besar TKW harus bekerja di luar Indonesia, dimana secara resiko termasuk tinggi.Hal umum pria mencari nafkah kemana-mana untuk anak dan istri, di negara majupun sama tak ada wanita yang memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga kecuali jika memang single parent, yang ada wanita membantu suami, padahal cukup banyak TKW prt ini yang memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangganya, dan suami ikut serta menghabiskan penghasilan istri dari hasil TKW prt di luar Indonesia, masih baik jika hasil TKW prt ini untuk pendidikkan anak-anak ataupun membeli lahan pertanian,buka usaha,dll sehingga istrinya tak perlu TKW lagi, kenyataan di lapangan lebih besar yang sebenarnya hasil TKW ini habis begitu saja, hanya untuk konsumtif. # Della Anna 3 March 2011 16:03:02 0 Uaraian yang bagus sekali dari teman @Ninalevi-levi, Memang dear, kalau kita menganalisa permasalahan TK kita, maka banyak sekali benang2 yg semrawut kesana sini, semua saling berkaitan bahkan ruwet. Seyogyanya memang demikian, seorang ibu- sebaiknya mengurus rumah tangga atau tidak meninggalkan keluarganya sejauh ini, boleh bekerja tetapi tdk keluar dari lingkaran keluarga sejauh ini. Tetapi itulah dear @Nina, masalah kependudukan di NKRI ini demikian complecated. Kesejahteraan sosial dalam kehidupan masyarakat utk gol. menengah dan bawah demikian merosot tajam dan memilukan. Kita jangan melihat kehidupan mewah para selebritis dan mereka dengan pendpt. tinggi. Sebab bagaimanapun tingkat kemiskinan di negeri ini masih menduduki rangking no. 1 Inilah kendala. Kalau sampai seorang wanita apalagi ibu dari anak2 meninggalkan rumah dan suami + anak2nya bekerja dijauh tempat, itu berarti ALARM, bahwa pendapatan utk menghidupi keluarga tdk mencukupi. Lalu kita bertanya loh kemana tuh para suami mereka? malas sekali !. Ternyata para suami dari gol. menengah bawah ini pun mengalami masalah yg sama, tingkat pendidikan mereka tdk memenuhi persyaratan dari pekerjaan yg mereka ingin kerjakan. Jadilah pengangguran dalam situasi sdh bekeluarga. Mau jadi pembantu ? akh laki2 jadi pembantu rumah tangga. Untuk mau mencakul disawah saja mereka tidak diterima. jadi tukang pukul di toko2 mungkin diterima, atau ngojek atau lain2nya. Tetapi tetap saja pendpt tdk mencukupi. Semua harga sembako mahal. apalagi biaya pendidikan. Slogan bahwa biaya pendidikan itu GRATIS hanyalah BULSHIT dari pemerintah. Bagaimanapun anak2 didik harus membeli buku2. Akhirnya diambil komitment, biarlah istri mengalah mencari nafkah dan suami mengawasi anak2 dan mencari nafkah sebisanya disekitar rumah. Yg menjadi masalah kita juga adalah banyak TKW-PRT yang asalnya dari pekerja PROSTITUSI, karena ingin mendapatkan gaji yg cukup besar daripada dia praktek didaerahnya, akhirnya mereka menjalankan hal ini. Hal hasil beginilah. Lari dari majikan dan meneruskan kembali pekerjaan PROSTITUSI dinegara lain. Banyak cerita tentang hal ini, Juga mengapa PRT yg di ekspor itu kok tdk mengerti pekerjaan dsb. Saya kira segi2 tekhnis seperti; - bahasa - pengalaman menggunakan barang2 elektronik yg canggih atau barang2 modern, masih kurang. Akhirnya terjadi kesalah pahaman antara pihak majikan dan pekerja. Maka tak heran kalau TKW-PRT semua babak belur tubuhnya. Saya heran, mengapa majikan di Arab Saudi tega menyiksa TKW-PRT dari Indonesia sampai demikian, tetapi kepada TKW-PRT dari Malaysia, dari Philipina TIDAK ! Nah, inilah yg harus kita telaah. Satu hal yg jelas orang2 Philipina dan Malaysia itu bisa berbahasa Inggeris, nah PRT kita ? Jadi saya kira Menakertrans, harus melihat kendala yg sangat berkaitan satu dgn lain ini dgn cermat, terutama menata sistim di PJTKI dan Depnaker. Sebab disanalah sebenarnya oknum2 yg sering meloloskan TKW yg tidak berkualitas. Senang bercengkerama dengan teman @Ninalevi, salam hangat selalu dan banyak terimakasih yaa @Nina Della Anna 3 March 2011 15:46:36 Uraian teman @Presley, benar. Heran kan kalau pemerintah mudah saja mengambil jalan tengah menyetop “sementara” pengiriman TKI-PRT. Di stop sementara atau selamanya seharusnya pemerintah sdh bisa melihat bahwa policy ini membawa kerugian yg sangat besar dalam pendapatan pemasukan devisa dari LN Sepertinya Menakertrans itu berbicara se-enaknya dia, tdk pernah berpikir panjang, of memang para pejabat kita sekarang seperti itu. Wah payah deh. Pantasan saja KKN nya gak pernah habis2 nya, pantasan saja cara kerja mereka amburadul. Sayang sekali Ini baru masalah TKI mereka sudah seperti itu, bagaimana lagi kalau masalahnya kita akan diserang perang dari negara lain!, panik gak karuan2 mungkin. Terimakasih teman @Presley, salam hangat selalu # Ninalevi Levi 3 March 2011 00:48:13 1 Sekarang ini memang rasanya kurang tepat sekaligus menstop TKW, walaupun jika bisa memilih saya setuju stop TKW. Sebenarnya pak MA benar TKW memalukan Indonesia, dimana pria di Indonesia, sampai para wanitanya harus banting tulang ke negara lain, untuk pria hal yang memalukan, hidupnya tergantung dari keringat wanita,akhirnya pria-pria Indonesia harganya juga rendah masih bagus ternyata walaupun sedikit masih ada pak MA yang berpikir secara pria.Jika ada TKW yang niatnya untuk merubah saya setuju untuk sedikit waktu bukan untuk sampai berkali-kali atau puluhan tahun terpisah dari keluarga, sebenarnya jika belum rumah tangga tanpa meninggalkan anak dan suami masih bisa di katakan cukup baik walaupun tetap wanita adalah wanita, dimana lebih tinggi memiliki resikonya,jika itu seorang ibu walaupun tujuan untuk membantu rumah tangga namun perlu diingat tujuan perkawinan itu sendiri, apakah hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup dengan uang, suami yang berjauhan dengan istrinya ,anak-anak yang besar tanpa kasih sayang ibu dan kehadiran ibu di ganti dengan uang, itu bukan hal yang baik untuk generasi mendatang. wanita adalah ibu dari kehidupan, ibu yang memasak dengan tangannya akan mendoakan anaknya sukses dan sehat, sebagai istri menyiapkan makanan suami dengan rasa cinta dan doa akan kesuksesan suami dan keluarganya, hal yang tak bisa di gantikan dengan uang. Jika TKI itu pergi dengan keluarganya satu hal namun jika sendiri bukan hal terbaik, terutama bagi yang berkeluarga,jika masih single satu hal , untuk menjadi TKI/TKW tentunya dengan target merubah kehidupan,merubah kehidupan bukan merubah rumah dari sederhana jadi cukup mewah, mempunyai kendaraan, ataulainnya yang sifatnya sementara dimana tak akan pernah puas, tiap tahun ada dan berganti model, hasil TKI ini menjadi modal untuk masa depan, contohnya TKI yang menjadi dosen, TKI yang membuka usaha ,TKI yang bisa mengelolah pertanian tradisional menjadi bertehnologi. Untuk saya perkataan Pak MA kali ini harusnya menyetil semua pihak yang namanya pria Indonesia, dimana pria di Indonesia tak bisa melindungi dan memberi kehidupan bagi wanita Indonesia,sampai sebagian besar TKW harus bekerja di luar Indonesia, dimana secara resiko termasuk tinggi.Hal umum pria mencari nafkah kemana-mana untuk anak dan istri, di negara majupun sama tak ada wanita yang memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga kecuali jika memang single parent, yang ada wanita membantu suami, padahal cukup banyak TKW prt ini yang memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangganya, dan suami ikut serta menghabiskan penghasilan istri dari hasil TKW prt di luar Indonesia, masih baik jika hasil TKW prt ini untuk pendidikkan anak-anak ataupun membeli lahan pertanian,buka usaha,dll sehingga istrinya tak perlu TKW lagi, kenyataan di lapangan lebih besar yang sebenarnya hasil TKW ini habis begitu saja, hanya untuk konsumtif. #pektakuler dan bersifat "kontrofersial" dari , dalam hal 'Ketenagakerjaan' sebagai tenaga asing sektor rumah tangga di Luar negeri. Della Anna 3 March 2011 16:03:02 0 Uaraian yang bagus sekali dari teman @Ninalevi-levi, Memang dear, kalau kita menganalisa permasalahan TK kita, maka banyak sekali benang2 yg semrawut kesana sini, semua saling berkaitan bahkan ruwet. Seyogyanya memang demikian, seorang ibu- sebaiknya mengurus rumah tangga atau tidak meninggalkan keluarganya sejauh ini, boleh bekerja tetapi tdk keluar dari lingkaran keluarga sejauh ini. Tetapi itulah dear @Nina, masalah kependudukan di NKRI ini demikian complecated. Kesejahteraan sosial dalam kehidupan masyarakat utk gol. menengah dan bawah demikian merosot tajam dan memilukan. Kita jangan melihat kehidupan mewah para selebritis dan mereka dengan pendpt. tinggi. Sebab bagaimanapun tingkat kemiskinan di negeri ini masih menduduki rangking no. 1 Inilah kendala. Kalau sampai seorang wanita apalagi ibu dari anak2 meninggalkan rumah dan suami + anak2nya bekerja dijauh tempat, itu berarti ALARM, bahwa pendapatan utk menghidupi keluarga tdk mencukupi. Lalu kita bertanya loh kemana tuh para suami mereka? malas sekali !. Ternyata para suami dari gol. menengah bawah ini pun mengalami masalah yg sama, tingkat pendidikan mereka tdk memenuhi persyaratan dari pekerjaan yg mereka ingin kerjakan. Jadilah pengangguran dalam situasi sdh bekeluarga. Mau jadi pembantu ? akh laki2 jadi pembantu rumah tangga. Untuk mau mencakul disawah saja mereka tidak diterima. jadi tukang pukul di toko2 mungkin diterima, atau ngojek atau lain2nya. Tetapi tetap saja pendpt tdk mencukupi. Semua harga sembako mahal. apalagi biaya pendidikan. Slogan bahwa biaya pendidikan itu GRATIS hanyalah BULSHIT dari pemerintah. Bagaimanapun anak2 didik harus membeli buku2. Akhirnya diambil komitment, biarlah istri mengalah mencari nafkah dan suami mengawasi anak2 dan mencari nafkah sebisanya disekitar rumah. Yg menjadi masalah kita juga adalah banyak TKW-PRT yang asalnya dari pekerja PROSTITUSI, karena ingin mendapatkan gaji yg cukup besar daripada dia praktek didaerahnya, akhirnya mereka menjalankan hal ini. Hal hasil beginilah. Lari dari majikan dan meneruskan kembali pekerjaan PROSTITUSI dinegara lain. Banyak cerita tentang hal ini, Juga mengapa PRT yg di ekspor itu kok tdk mengerti pekerjaan dsb. Saya kira segi2 tekhnis seperti; - bahasa - pengalaman menggunakan barang2 elektronik yg canggih atau barang2 modern, masih kurang. Akhirnya terjadi kesalah pahaman antara pihak majikan dan pekerja. Maka tak heran kalau TKW-PRT semua babak belur tubuhnya. Saya heran, mengapa majikan di Arab Saudi tega menyiksa TKW-PRT dari Indonesia sampai demikian, tetapi kepada TKW-PRT dari Malaysia, dari Philipina TIDAK ! Nah, inilah yg harus kita telaah. Satu hal yg jelas orang2 Philipina dan Malaysia itu bisa berbahasa Inggeris, nah PRT kita ? Jadi saya kira Menakertrans, harus melihat kendala yg sangat berkaitan satu dgn lain ini dgn cermat, terutama menata sistim di PJTKI dan Depnaker. Sebab disanalah sebenarnya oknum2 yg sering meloloskan TKW yg tidak berkualitas. Senang bercengkerama dengan teman @Ninalevi, salam hangat selalu dan banyak terimakasih yaa @Nina *** http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/02/salam-dari-bapak-marzuki-alie-khusus-buat-pekerja-rumah-tangga-di-hong-kong/ Sosbud Ani Ramadhanie Hati seperti gelombang air laut, pasang surut kadang terbawa arus... Salam dari Bapak Marzuki Alie Khusus Buat Pekerja Rumah Tangga di Hong KongREP | 02 March 2011 | 00:43 ________________________________ googledotcom Mungkin tulisan ini sudah tergolong basi, tetapi di tengah rutinitas saya yang sangat padat, saya hanya ingin berbagi. Sungguh sesak rasa di dada saya ketika malam Minggu kemaren saya baca di Detik.com yang menurunkan berita bahwa menurut Bpk. Marzuki Alie, Pekerja Rumah Tangga- Tenaga Kerja Wanita membuat citra Indonesia buruk di luar negeri. Emosi saya langsung memuncak sedangkan air mata jatuh tak tertahankan lagi ketika ada beberapa kalimat yang mengucur deras dan terkesan “vulgar” dalam bagaimana menyampaikannya. Siapa yang tidak tahu dengan Bpk. Marzuki Alie? Selain seorang petinggi Negara, tentu saya tahunya beliau adalah seorang Kompasianer yang sempat “Naik Daun” gara-gara artikel yang ditulis oleh seorang Kompasianer juga sempat heboh dan terbaca lebih dari 30.000 pembaca di Kompasiana. Beberapa kali saya ulangi untuk membaca berita tersebut, tetapi dada saya seakan semakin sesak saja. Kecewa. Itulah reaksi saya ketika itu. Bagaimana mungkin seorang petinggi negara kok ngomongnya sembrono seperti itu? Dan tentu, peristiwa “ Tulisan Heboh” yang juga membawa Marzuki Alie menjadi seorang Kompasianer juga mengekor di kepala saya. Kalau dulu saja sembrono bilang seperti itu, kenapa sekarang tidak mungkin? Tidak tahan rasanya, malam itu saya langsung kirim inbox via Facebook ke- Babeh (helmibudiprasetio) yang Sabtu siang juga mengikuti acara modis bersama kompasiana. Setelah saya bertanya ini-itu, akhirnya saya mendapatkan jawaban dari apa yang pengen saya tahu. Tetapi rasa ingin tahu saya belum puas sampai di situ. Akhirnya saya telfon seorang sahabat kompasianer yang juga sama mengikuti acara Modis bareng Kompasiana, Om Dian Kelana. Setelah saya tanyakan langsung kepada Om Dian, sebenarnya apa yang diperbincangkan oleh Bpk . Marzuki Alie pada saat acara sedang berlangsung? Dan setelahnya, saya mendapatkan jawaban yang bisa membuat hati untuk menurunkan emosi yang sempat memuncak. Tidak dipungkiri karena saya adalah seorang TKW. Menjamurnya dunia tekhnologi, apalagi penggunaan internet yang digunakan oleh para TKW di Hong Kong, membuat kabar dari share link ke link, inbox ke inbox, dari group-group tertutup yang dibuat khusus oleh beberapa kawan organisasi di Hong Kong semakin heboh saja. Berbagai opini, persepsepsi bahkan kecaman sempat mewarnainya. Hingga pada Minggu pagi, saya melihat seorang sahabat POSTING sebuah status di Facebooknya, yang intinya mengakbarkan klarifikasi langsung yang baru saja disampaikan langsung oleh Bpk.Marzuki Alie khusus kepada para TKW di Hong Kong. Yang juga berlanjut oleh perbincangan yang dirangkum menjadi note di bawah ini: Assalamu’alaikum wr.wb. Kawan semua. Sungguh tiada menduga, pagi ini, pk. 9.00 Waktu HK, ada telepon masuk dari Mbak Wulan, kru RRI Pusat. Beliau bermaksud menyambungkan saya dengan Bpk. Marzuki Ali, Ketua DPR RI yang sudah on air dengan Mbak Anis Hidayah, Direktur Migrant Care, atas rekomendasi Bpk. Bambang S.Soedjadi. Intinya, siaran langsung ini adalah upaya klarifikasi dari banyak pihak, termasuk Bpk. Marzuki Ali sendiri, terkait berita panas yang bersumber dari pernyataan beliau. Tentu semua sudah tahu, kan? Terus terang, waktu baca di Kompas, dan media- online lainnya, rasanya seperti tersengat medan listrik. Tapi begitu baca statement-statement dari banyak teman lain, saya nggak seperti biasanya menggebu-gebu untuk menanggapi. Kawan-kawan lain sudah mewakili apa yang saya rasakan. Dari pembicaraan tak lebih dari lima menit tadi, saya sempat mengungkapkan ketidaknyamanan saya sedikit, karena saya yakin, Mbak Anis sudah sangat mewakili kami. Kalau bapaknya saja tidak tahu cara bagaimana menjunjung kehormatan anak-anaknya di mata dunia, lalu bagaimana bangsa lain akan menghormati kita, begitu saya menyampaikan. Saya juga meminta agar Pak Marzuki dan pejabat-pejabat lainnya menyelami kondisi BMI sebelum mengeluarkan pernyataan atau sejenisnya. “Buruknya skill dan kondisi pekerja migran Indonesia, ada sebabnya, Pak. Ada akibat tentu ada sebabnya. Dan Itu yang harus Bapak pahami,” kira-kira begitu tadi saya ngomongnya. Langsung dijawab Pak Marzuki, selama ini beliau juga selalu mengikuti kabar para TKI LN termasuk yang di Hong Kong yang suka nge-dance dan sebagainya. Beliau memuji kondisi BMI Hong Kong yang lebih maju dari yang di negara penempatan lainnya. Menanggapi koment beliau itu, saya sampaikan bahwa kita bisa begini karena ada dukungan, jaminan perlindungan hukum dari pemerintah Hong Kong. Saya masih akan meneruskan bahwa kondisi bagus pekeja rumah tangga di Hong Kong bukan hasil usaha pemerintah Indonesia. Malah kebijakan pemerintah kita menyalahi/ bertentangan dengan aturan hukum Hong Kong. Biaya penempatan, pelanggran majikan, agen dan PJTKI yang dibiarkan, atau malah didukung. Dan banyak sekali yang ingin saya sampaikan. Tapi karena waktu sudah habis, terpaksa hal itu hanya sampai di tenggorokan. Dalam kesempatan itu, berulang kali Pak Marzuki mengharapkan, apa yang dikatakannya dalam acara yang disaksikan oleh banyak orang itu, jangan dipelintir sepotong-potong, karena akan menimbulkan salah paham. Beliau juga menegaskan, sama sekali tidak bermaksud melecehkan pekerja rumah tangga migran Indonesia. Salam beliau untuk pekerja rumah tangga Indonesia di Hong Kong. Salam Susie Utomo ( Ketua FLP-HK 2010-2011) Lebih jauh dalam menanggapi hal ini, saya pribadi tidak ingin membahas perseteruan antara Detik.com dengan Bpk.Marzuki Alie. Ataupun klarifikasi langsung Bpk.Marzuki Alie yang ditujukan kepada TKW DI Hong Kong. Tetapi, saya hanya ingin menyampaikan uneg-uneg di hati ( daripada di simpan dan jadi bisulan hehe :) ) Pergi jauh dari rumah, sanak keluarga dan tanpa ditanyapun, menjadi TKW adalah bukan menjadi sebuah keinginan untuk kami. Jika memang disuruh memilih, sudah tentu kami akan memilih untuk tetap tinggal di tanah air tanpa harus mengungsi di sebuah peraduan yang asing bagi kami. Tetapi apakah kami akan diam saja melihat anak-anak kami butuh makan? Sedangkan penciptaan lapangan kerja di tanah air masih sangat terbatas? Apakah kami akan duduk diam saja di rumah ketika anak-anak kami membutuhkan Sekolah? Sedangkan biaya Sekolah saja mahalnya melambung sampai langit ke-tujuh. jika solusinya adalah penghentian pengiriman tenaga kerja, maka harus dipikirkan pula untuk penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan stabilitas ekonomi yang lebih kondusif sehingga para calon TKW itu berpikir ulang untuk berangkat ke luar negeri. Jika pengiriman tenaga profesional yang lebih diutamakan, maka mau tidak mau, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia harus diperbaiki. Gimana mau jadi tenaga profesional, lha wong mau sekolah saja mahalnya minta ampun? Masalah TKW adalah masalah yang sangat rumit. Dan mungkin kalau saya boleh membandingkan, rumitnya sama saja dengan pembongkaran kasus-kasus korupsi tanah air yang sampai sekarang masih sangat sulit untuk dimusnahkan. Atau memang sengaja tidak akan dimusnahkan? Perlu adanya niat, keseriusan, serta kesatuan misi dari Pemerintah pusat untuk mencari solusinya, bukan hanya gensinya Pak? Catatan sederhana dari sebuah kekecewaan dan harapan Ani-Tsuen Wan HK02032011 http://sastrapembebasan.wordpress.com/ http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/ Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/