Luar biasa, saya kagum atau tepatnya ngiri dalam tanda petik, kepada sampeyan berdua yang bisa nonton pertujukan akbar DP. Saya yang saat itu adalah remaja di dusun tentu tidak punya kesempatan mewah seprti itu. Biarlah saya menikmati cerita sampeyan mengenai pertujukan DP, sambil berhayal betapa riuhnya keadaan saat itu, dari mulai perang rambutan dengan gadis2 cantik sampai pertunjukan kursi terbang,dan saya harus nyengir juga jika membayangkan nonton rock pake duduk di kursi kayak orang kondangan. Karena saya tidak bisa menimbrung tentang pertunukan DP biarlah saya ngomentari yang lain saja. Biar tidak ngrecoki obrolan santai mengenai DP, threadnya saya bikin baru saja
Back to yang tak terpahami. Pak Zepellin seperti yang di tulis Jasper bahwa yang tak terpahami menampakan dirinya melalui Ciffer, kekosongan istilah yang sampeyan pilih,atau kalo saya boleh bilang sama dengan sasmita (bahasa jawa), maka dengan demikian sebenarnya Ciffer atau Sasmita adalah bahasa ilahiyah, atau sabda tuhan sabda tuhan ini tentunya bahasa umum yang bisa di dengar oleh setiap orang dari suku bangsa apa saja. Agar sabda tuhan bisa di mengerti maka sabda tuhan ini diterjemahkan kedalam bahasa yang dimnegerti manusia secara umum Ketika sabda tuhan di baca oleh seniman maka sabda tuhan itu di terjemahkan sebagai tari srimpi yang serba gemulai, juga bisa beurpa syair, puisi dll ketika sabda tuhan diterjemahkan oleh arsitek terjemahaanya bisa berupa Bangunan candi, dll. Ketika sabda tuhan diterjemahkan oleh nabi kedalam bahasa manusia terjemahannya bisa berupa kitab suci Oleh karena itu, merunut pada alur pikir ini, maka kitab suci agama apapun sesungguhnya bukanlah sabda tuhan, tapi hanyalah terjemahan dari sabda tuhan, sabda tuhan yang asli tetap berupa Ciffer, Kekosongan atau Sasmita. Karena kitab suci hanya terjemahan maka subyektifitas si penerjemah (dalam hal ini adalah nabi) ikut menjadi bagian dari terjemahan itu, maka dari itu kearifan local, legenda legenda, Syair suair dimana nabi tsb tinggal sering kali menjadi bagian dari kitab suci tersebut. Lebih lebih karena Ciffer, Kekosongan, Sasmita bisa dibaca oleh setiap orang termasuk, Sastrawan, pujangga, penyair dan nabi, maka pada dasarnya setiap orang bisa menjadi penyair. Bisa menjadi sastrawan bahkan bisa menjadi nabi. Kesimpulan bahwa setiap orang bisa menjadi nabi terkesan sangat angkuh dan jumawa, namun demikianlah konsekwensi logis dari alur pikri ini. Kalo begitu apakah kita tidak membutuhkan Musa, Yesus, Muhammad, Sidarta Gautama, Krisna dll? Jika diibratkan mendaki gunung, mereka adalah para ranger, para pendaki yang telah mendaki gunung ilahiyah, kemudian mereka menuliskan pengalaman perjalanannya, bisa saja pengalaman mereka berbeda beda, sebab orang pertama mendaki dari lereng barat, pendaki kedua mendaki dari lereng timur, yang lainya mungkin dari lereng selatan atau utara. Karena mereka mendaki dari jalur yang berbeda, pastilah apa yang dialami sepanjang perjalanan bisa berbeda, namun jika sudah sampai dipuncak mereka akan mendirikan tenda di dataran yang sama, mereka bisa menikmati bersama secangkir kopi dan singkong bakar ketika matahari belum lagi muncul dan pagi masih diselimuti halimun yang memutih. Dan kita para pendaki yang belakangan boleh saja membaca pengalaman mereka. Tapi yang pasti kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya secangkir kopi di atas gunung ditengah kabut yang membeku, jika kita hanya sibuk membaca pengalaman mereka. Jadi yang harus dikerjakan adalah mendaki gunung baik karena kita mengikuti jakur perjalan mereka, atau karena mencari jalan sendiri, dirikan kemah, seduhlah kopi. Disaat itu barulah kita menikmati apa yang mereka nikmati. Pada dasarnya mendaki gunung mengikuti jalur para ranger ( baca memilih hidup beragama) atau mendaki gunung dengan mencari jalan sendiri ( baca tidak beragama) adalah kehidupan pribadi dan pilihan pribadi sebagai jawaban atas ekistensi dirinya. Memilih beragama tidak lebih mulia dan yang tidak beragamapun tidak kurang mulia. Sayangnya peta perjalanan yang mereka tuliskan sering kali dimutlakan oleh para pembacanya sebagai satu satunya jalan yang benar, lebih dari itu peta perjalanan itu (baca agama) sering di anggap sebagai kebenaran, bukan jalan menuju kebenaran. Ditambah lagi oleh para oportunis, agama sering kali di bajak, disandera demi kepentingnya atau kepentingan golonganya, baik itu kepentingan ekonomi maupun kepentingan politik. Diperparah dengan secara sengaja memasukan unsur unsur tahayul kedalam agama, oleh karena itu tugas utama para Mujahid, para Suhada adalah membebaskan agama dari penyanderaan. Itulah saya rasa tugas yang paling sulit. Pak Zepellin, segitu dulu yah, saya akan senang sekali jika sampeyan mengomentari atau menambahkan bagaimana mengisi "kekosongan", bagaimana meng-ada, bagaimana membaca sasmita, sebagai ujud eksistensi manusia. Matur nuwun Rahayu ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/