MAKHLUK HIDUP
ALLAH menciptakan kita sebagai makhluk yang hidup. Pada saat penciptaan kita, ALLAH tidak memberikan batasan kepada kita untuk menjadi makhluk hidup yang dibatasi, melainkan justru direncanakan seperti gambar dan rupa ALLAH. Kelihatannya ALLAH ingin hidup berdampingan secara setara dengan kita, seperti kakak dengan adiknya atau seperti ayah dengan anaknya. >> Kejadian 1:26 Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Demikian pula ketika ALLAH menciptakan Lucifer, yang sekarang ini menjadi setan atau iblis, ALLAH juga menciptakan malaikat yang setara dengan ALLAH; >> Yehezkiel 28:12 "Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. 28:13 Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu. 28:14 Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya- cahaya. 28:15 Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. Alkitab memberikan gambaran yang amat jelas betapa ALLAH itu pingin sekali ngobrol dan bertukar-pikiran yang secara setara dengan kita. ALLAH ingin kita ini berkembang dalam kecerdasan yang menyamaiNYA, seperti anak yang menginjak dewasa yang sudah bisa dijadikan teman ngobrol ayahnya; Ketika hendak menghukum kota Sodom dan Gomora, ALLAH membicarakan rencana-rencanaNYA kepada Abraham, dan Abraham boleh memberikan masukan-masukan yang dipertimbangkanNYA, bukan diremehkanNYA; >> Kejadian 18:17 Berpikirlah TUHAN: "Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini? 18:18 Bukankah sesungguhnya Abraham akan menjadi bangsa yang besar serta berkuasa, dan oleh dia segala bangsa di atas bumi akan mendapat berkat? Musa juga beberapa kali menasehati ALLAH agar ALLAH tidak terlalu keras terhadap bangsa Israel, dan nasehatnya didengarkan dengan baik. Lebih dari itu, ALLAH ternyata juga mempunyai sifat-sifat emosional yang sama seperti kita; DIA bisa sedih, bisa gembira, bisa marah, bisa murka, bisa menyesal dan bisa memaafkan/mengampuni kita. Betapa luar-biasanya kita ini, dijadikan makhluk yang setara dengan ALLAH. >> Mazmur 8:4 (8-5) apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? 8:5 (8-6) Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Perkara yang serupa dengan Mazmur 8:4-5, adalah Yusuf di Mesir; Yusuf bagi orang Mesir adalah orang asing dan statusnya budak. Sudah begitu rendahnya, masih harus ditambah dengan status: narapidana oleh sebab fitnahan dari istri Potifar. Tapi TUHAN memuliakan Yusuf hingga mencapai jabatan yang setara dengan Firaun; >> Kejadian 41:40 Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Kata Firaun kepada Yusuf: “Hanya takhtalah yang melebihkan Firaun dari Yusuf.” – Luar biasa sekali. Di Taman Eden; batas kesetaraan ALLAH dari Adam hanyalah buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Selain dari itu tidak ada. Adam bebas melakukan apa saja. Benarkah didalam buah pengetahuan yang baik dan yang jahat itu ada khasiatnya, atau ada suatu rahasia Keilahian? Jelas tidak ada! Sebab pengetahuan itu didapatkan dari pengalaman, bukan dari memakan buah-buahan. Buah itu bukanlah buah yang enak atau luarbiasa bagi ALLAH, melainkan justru mungkin buah yang paling buruk dari yang ada di Taman Eden itu. Sebab ALLAH itu baik. Tidak mungkin ALLAH menyembunyikan sesuatu yang baik untuk anak-anakNYA sendiri. Dan jika didalam buah itu ada sesuatu rahasia yang tidak boleh diketahui Adam, pasti ALLAH mempunyai tempat penyimpanan yang baik, atau akan dilakukan penjagaan ketat, bukannya ditantangkan secara terbuka di tengah-tengah Taman Eden. Tapi melalui buah itu ALLAH dan sekalian alam bisa mengerti tentang kepribadian Adam; jika buah itu masih utuh, pertanda Adam masih setia[masih baik]. Tapi jika buah itu hilang, berarti Adam sudah murtad. Sama seperti tanda selaput dara pada perempuan sebagai penanda keperawanannya. Jadi, dari buah itu bisa didapatkan pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang jahat pada diri Adam. Karena itu diberi nama: buah pengetahuan yang baik dan yang jahat. Sama seperti kalau anda bertamu ke rumah orang, tuan rumah hanya menyediakan ruang tamu untuk anda. Tidak mungkin anda bisa masuk ke ruang-ruang yang lainnya. Tuan rumah juga hanya menyediakan minuman secangkir Teh, nggak mungkin anda akan menggeledah isi lemari esnya. Tuan rumah hanya akan menjamu anda dengan makanan ringan, nggak mungkin anda dikasih ayam panggang. Apa maksudnya? Supaya dalam kesetaraan dengan tuan rumah itu, anda masih bisa ingat bahwa anda hanyalah tamu, bukan sanak keluarga tuan rumah. Begitu pula halnya dengan buah pengetahuan yang di Taman Eden itu; itu bukanlah buah yang berharga, justru “harus” buah yang tidak ada harganya, supaya Adam sadar bahwa dirinya hanyalah debu, bukan ALLAH. Itulah cara ALLAH didalam membentangkan jarak derajat antara diriNYA dengan makhluk ciptaanNYA. Selain dari masalah itu, Adam adalah allah yang setara dengan ALLAH. ALLAH tidak membatasi Adam dalam masalah kecerdasan atau pengetahuan. Justru dibiarkan berkembang supaya melalui pengalaman hidupnya Adam bisa mencapai kesempurnaan yang menyamai ALLAH. ALLAH hanya membikin sekat dalam masalah kekuasaan saja. Bahwa DIA lebih berkuasa dari ciptaanNYA. Jika kita berbicara masalah perkembangan kecerdasan, itu adalah masalah pencarian[explore]. Takkan ada kecerdasan jika tidak melalui penjelajahan dan kebebasan dalam pencarian. Disinilah akan terjadinya benturan yang tak bisa dihindarkan antara hukum dengan perkembangan kecerdasan. Hukum berbicara: “Jangan”, sementara kecerdasan didorong dengan pertanyaan: “Mengapa jangan?” “Mengapa saya tidak boleh memetik buah itu?” - Semakin dilarang semakin menimbulkan selera untuk mengetahuinya. Dia akan berburu terus sampai didapatkan jawaban yang memuaskannya. Inilah titik dosa itu. Titik dimana terjadinya benturan antara larangan dengan keingintahuan. Ini adalah suatu resiko yang tidak bisa ALLAH hindari, ketika ALLAH menciptakan makhluk hidup, baik malaikat maupun manusia, untuk dijadikan segambar dengan diriNYA. Bahwa makhluk-makhluk hidup itu akan dirangsang memperkembangkan dirinya untuk menjadi allah-allah. Mereka sudah pasti akan memiliki jiwa pemberontakan; tidak bisa dan tidak mungkin tidak. Kecuali mereka TAHU DIRI. Hanya pengertian TAHU DIRI inilah yang menjadi pengendali kita untuk tidak menjadi seperti ALLAH. Tentu saja itu merupakan suatu kebodohan, apabila kita mengerem kecerdasan kita. Semestinya kita bisa mencapai angka 10, namun kita membatasinya hanya dengan 9 saja. Inilah yang ALLAH ajarkan kepada kita, yaitu memberikan sepersepuluh penghasilan kita, atau sehari dari waktu 7 hari yang ALLAH berikan. Persembahan-persembahan ini menjadi bukti pengakuan kita akan kekuasaan ALLAH. Bukti ketaatan kita. >> 1Korintus 2:14 Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Ketaatan kita kepada ALLAH adalah suatu kebodohan bagi pemandangan orang-orang yang ingin menjadi seperti ALLAH. Tapi merupakan suatu kecerdasan bagi pemandangan ALLAH; sebab kita mempunyai pengetahuan KEALLAHAN dengan baik. >> 1Korintus 3:19 Karena hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: "Ia yang menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya."