dari Majalah Tarbawi, Muharram 1425H.
Keadilan, Warna Utama Islam: Dari Kisah Baju Besi Ali
Ini memang hanya kisah tentang selembar baju besi yang hilang dari tangan
pemiliknya, lalu pindah ke tangan orang lain. Pemilik baju itu Ali bin Abi
Thalib, sang kalifah, sedang pemilik baru yang mengaku memiliki baju itu
adalah seorang Yahudi. Baju itu sendiri hilang, ketika Ali terlibat dalam
sebuah peperangan. Tetapi Ali tak pernah lupa dengan ciri-ciri bajunya.
Ketika dilihatnya baju itu ada di tangan seorang Yahudi, ia segera
memintanya. Ini bajuku, kembalikanlah, pinta Ali. Tidak, ini adalah
bajuku. Ia ada di tanganku dan kekuasaanku. jawab Yahudi itu.
Ali sangat yakin itu bajunya. Tapi Yahudi itu tetap dengan pendiriannya. Ia
tidak akan memberikan baju itu. Akhirnya orang Yahudi itu meminta untuk
dihadapkan kepada hakim. Mereka sepakat untuk meminta diadili oleh seorang
hakim muslim. Maka dipilihlah Syuraih, sang hakim yang sangat terkenal.
Kesepakatan menuju pengadilan, bagi orang Yahudi itu adalah sebuah
pengharapan. Siapa tahu ia bisa mendapatkan baju itu. Ia tahu, bahwa di
jaman itu, keadilan adalah warna utama agama Islam, ruh, dan nafas besar
para pemeluknya.
Ali datang ke persidangan sebagaimana rakyat biasa. Tak ada pengawalan, tak
ada perlakuan istimewa. Ia memang Amirul Mukminin, tetapi pantang baginya
melakukan kolusi dengan hakim yang menangani perkaranya.
Setalah Ali dan orang Yahudi itu duduk di depan persidangan, Hakim Syuraih
bertanya kepada Ali, Apa yang saudara kehendaki, Wahai Amirul Mukminin?
Ali menjawab, Itu soal baju besiku yang jatuh dari untaku, yang kemudian
diambil oleh orang ini. Lalu Syuraih bertanya kepada orang Yahudi itu, Apa
yang hendak engkau katakan ? Ia menjawab, Ini benar-benar baju besiku dan
sekarang berada di tanganku.
Untuk menguatkan tuntutan Ali, Syuraih meminta dihadirkan dua orang saksi.
Dan dua saksti itu harus benar-benar pernah menyaksikan, bila baju besi itu
benar-benar milik Ali. Maka, Ali pun mengajukan dua orang saksi:
pembantunya, Qunbur, dan putranya sendiri, Hasan bin Ali.
Syuraih menerima kesaksian Qunbur, tetapi ia tidak mau menerima kesaksian
Hasan. Kesaksian Qunbur saya benarkan, tetapi kesaksian Hasan bin Ali tidak
dapat saya terima karena ia adalah putra saudara sendiri. Tidak diterima
kesaksian putra untuk perkara ayahnya.
Ali bin Abi Thalib lalu berkata, Tidakkah engkau mendengar bahwa RasuluLlah
saw pernah bersabda, 'Hasan dan Husein adalah pemimpin di surga ?
Dengan suara yg lembut tap penuh wibawa Syuraih menjawab, Ya, memang
benar. Kemudian Ali bertanya lagi dengan tanpa menunjukkan kejengkelan
sedikit pun pada Sang Hakim. Masihkah tidak dapat diterima kesaksian
pempimpin pemuda di surga ini ?
Syuraih tetap dengan pendiriannya. Ia tidak dapat menerima kesaksian Hasan
bin Ali. Akhirnya Syuraih memutuskan bahwa baju besi itu adalah milik orang
yahudi itu. Ia telah memenangkan orang itu atas Amirul Mukminin, sebab
bukti-buktinya menunjukkan demikian.
Ali tidak angkat bicara lagi. Ia terima keputusan hakim dengan lapang hati.
Ia menyadari bahwa ia tidak dapat menghadirkan saksi yang mendukung
tuntutannya. Sementara, orang Yahudi itu melihat dengan mata kepala sendiri
bagaimana Ali bisa menerima keputusan dengan lapang hati. Padahal ia tahu,
baju besi itu milik Ali. Melihat adegan yang mengharukan itu, orang Yahudi
itu pun lalu berkata kepada majelis persidangan, Sesungguhnya, baju besi
ini benar-benar kepunyaan amirul mukminin. Aku memungutnya sewaktu dalam
sebuah peperangan.
Ali sempat terkejut. Tapi orang itu meneruskan u capannya dengan dua kalimat
Syahadat, Asyhadu alla ilaaha illaLlah, wa asyhadu anna Muhammad
RasuluLlah. Dari peristiwa yang baru saja dialaminya itulah, secepat itu ia
mendapatkan hidayah Allah SWT. Lalu dengan kesadaran ia masuk Islam. Ia
benar-benar menemukan pusaran pengharapan.
Tatkala Ali mendengar orang Yahudi itu telah membaca syahadat, dengan segera
pula ia menyatakan, Kalau begitu, baju besi itu kuhadiahkan kepadamu.
Selain itu, Ali juga menghadiahi Yahudi itu uang sebanyak sembilan ratus
dirham.
Alangkah indahnya islam. Tapi alangkah indahnya orang-orang yang memeluknya,
menjalankannya dengan baik.Seperti Ali yang tunduk pada hukum, atau Syuraih
yang tegas untuk dan demi hukum. Lalu alangkah bahagianya orang Yahudi itu,
melihat keindahan Islam, keadilan Islam, melihat pula orang-orang mulia yang
menjalankan Islam sepenuh hidupnya, lalu ia tertarik dan akhirnya
mendapatkan hidayah dan masuk Islam.
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net