Konflik di Daerah Pemekaran, Oleh Suharizal By padangekspres, Jumat, 07-Mei-2004, 03:14:11 WIB
Pernyataan Wakil Gubernur Sumbar bahwa Pemprov mengancam akan mengambil alih kembali kewenangan yang telah diberikan Gubernur kepada Kabupaten induk dan kabupaten pemekaran (Padang Ekspres, 28/4) merupakan pernyataan yang sangat dangkal dalam memahami 'peta konflik' di daerah pemekaran, khususnya Kabupaten Pasaman Barat dan Solok Selatan. Pernyataan Wagub ini dipicu dengan persoalan aset sarang burung walet di Pasaman dan aset PDAM di Solok Selatan. Lebih jauh lagi, pernyataan ini kembali memperkuat opini publik menyangkut kegagalan Pemprov dalam memfasilitasi pengembangan daerah pemekaran sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dhamasraya, Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat. Akar konflik Pada Pasal 19 ayat (1) Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Bupati Pasaman menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan penyerahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat hal-hal sebagai berikut; (a) Pegawai yang karena tugasnya diperlukan oleh pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, (b) Barang milik/kekayaan daerah yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh pemerintah Kabupaten Pasaman yang berada dalam wilayah Kabupaten Pasaman Barat, (c) Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Pasaman yang kedudukan, kegiatan dan lokasinya berada di Kabupaten Pasaman Barat, (d) Utang piutang Kabupaten Pasaman yang digunakan untuk Kabupaten Pasaman Barat ; dan (e) Dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Pasaman Barat. Kemudian pada Pasal 19 ayat (2) ditegaskan bahwa Pelaksanaan penyerahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Gubernur Sumatera Barat dan diselesaikan dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak pelantikan Penjabat Bupati di tiga daerah pemekaran tersebut. Sampai hari ini belum ada peryataan resmi dari Gubernur Sumbar menyangkut belum dilaksanakannya penyerahan P3D sebagai sebuah perhelatan yang sangat mendasar bagi daerah pemekaran di masa mendatang. Akar persoalan dari konflik di daerah pemekaran yang sekarang sedang terjadi bukan terletak di Kabupaten induk atapun di Kabupaten pemekaran. Akar persoalan yang membuahkan berbagai macam konflik dan perdebatan yang berkepanjangan disebabkan karena proses yuridis berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 yang belum pernah dilalui. Salah satunya adalah perhelatan yang diamanatkan oleh Pasal 19 Undang-undang tersebut. Dalam perkembangannya, aturan hukum yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari penerapan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 telah mengalami distorsi dan inkonstitusional (batal demi hukum) serta bertentangan dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 dan berbagai produk hukum. Salah satu bentuk produk hukum inkonstitutional yang dikeluarkan daerah pemekaran adalah Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor 02/KPTS/BUP-2004 tanggal 6 Februari 2004 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Pasaman Barat. Keputusan ini sudah ditanda tangani oleh Penjabat Bupati Pasaman Barat tanpa adanya persetujuan dari Menteri Dalam Negeri dan Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Keharusan pertimbangan dan persetujuan dari Mendagri dan Menpan ini diatur dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang berbunyi Penetapan Perangkat Daerah Propinsi, Kabupaten, dan Kota yang baru dibentuk dan belum mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilakukan dengan Keputusan Penjabat Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Contoh lain adalah Keputusan Bupati Pasaman Barat Nomor 821.12/Kepeg/Bup-2004 tanggal 6 Maret 2004 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. Keputusan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, dan juga jelas-jelas bertentang dengan Pasal 13 Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 yang berbunyi Kewenangan Kabupaten Pasaman Barat mencakup kewenangan tugas, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus bidang pemerintahan yang diserahkan sejalan kepada kabupaten induk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi, sangatlah beralasan bila enam orang Camat yang dimutasikan oleh Drs. Zamri mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dasarnya mereka mengajukan gugatan TUN karena pemindahan (mutasi) Pegawai Negeri Sipil belum menjadi kewenangan dari Drs. Zamri karena mereka masih berstatus PNS pada kabupaten induk (Pasaman). Policy dari Gubernur Tindakan dari Bupati Pasaman melaporkan beberapa orang pejabat teras di Kabupaten Pasaman Barat ke Polres Pasaman karena diduga melakukan 'perampasan' aset daerah sarang burung walet yang berada di daerah Talu adalah salah satu bentuk 'pertikaian' yang terjadi karena lambatnya Gubernur memfasilitasi penyerahan P3D. Bila dikaji lebih mendalam, tindakan Bupati Pasaman tersebut memiliki dasar yang kuat. Selain belum diserahkannya P3D dari Kabupaten Pasaman kepada Kabupaten Pasaman Barat, pengelolaan dan pembagian aset sarang burung walet tersebut diatur dalam sebuah Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pasaman. Perda tersebut sudah ada jauh sebelum Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 berlaku. Bila Gubernur Sumbar masih bersikap 'wait and see' dalam mengambil kebijakan untuk menyerahkan P3D kepada daerah pemekaran, konflik dan berbagai pertentangan yang terjadi sekarang akan mengarah kepada persoalan yang lebih krusial. Ibarat bom waktu, bila tidak cepat dijinakan sewaktu-waktu konflik di daerah pemekaran akan meledak dan semua pihak tentu akan dirugikan. Pempov semestinya belajar banyak dari persoalan perubahan batas wilayah Bukittinggi-Agam yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 84 Tahun 1999. Keterlambatan Gubernur dalam memfasilitasi proses penyerahan sebagian wilayah Agam ke daerah Bukittinggi menjadi salah satu pemicu pertikaian dan pertentangan yang sangat mengkhawartirkan. Jadi sangatlah beralasan bila Gubernur secepatnya melakukan beberapa perhelatan yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003. Bila ada beberapa kekhawatiran dari Gubernur, perhelatan tersebut bisa dilakukan secara bertahap sampai dengan terbentuknya Bupati dan Wakil Bupati serta DPRD yang defenitif di daerah pemekaran. *Penulis adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univ. Andalas Padang Ekspres Online : http://www.padangekspres.com/ Versi online: http://www.padangekspres.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=2634 2 ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net ____________________________________________________