KuKejar ALLAH dengan SEPEDA

Hari meranggas petang, para pekerja mulai meninggalkan tempat kerjanya.
Bis-bis kota dan metro mini sarat penumpang berhenti dibanyak halte dan
persimpangan. Wajah-wajah lelah terlihat menuruni tangga bis kota. Sukardi,
siap menghadang wajah-wajah lelah ini di perempatan Rawa Badak, Tanjung
Priok.

Pria bertubuh tinggi besar, berkulit gelap dengan sorot mata tajam, Serta
dilengkapi topi "baretta" yang menahan teriknya matahari Jakarta, menantikan
mereka di atas sadel sepedanya. Ia telah pernah bekerja pada sebuah pabrik
kaca milik investor Jepang di bilangan Pulo Gadung,  Jakarta.
Pekerjaan itu digelutinya selama empat tahun.  Namun kini ia harus
meninggalkan pekerjaannya itu, karena ia pernah absen beberapa lama,
karena sakit yang dideritanya. Karena itulah ia di-PHK. Perusahaan tak
maurugi, tak mau pula menanggung biaya kesehatan ... maka PHK-lah jalan
keluarnya.

Pak Sukardi siap menerima kenyataan ini, karena keyakinannya telah tertempa
oleh nilai Islam yang diyakininya. "Saya yakin,rejeki mah Allah yang ngatur
..."
Berangkat dari keyakinan yang tulus itu, serta menyadari keterbatasannya
yang tidak lulus sekolah dasar, ia banting stir ke usaha yang tak pernah ia
impikan sebelumnya: menjadi pengemudi ojek! Keyakinan dan usaha itu memang
membuahkan hasilnya, "Setiap hari paling sedikit saya bisa mengantongi tujuh
ribu perak. Alhamdulillah, bisa untuk makan dan membiayai  anak-anak..."

Ia mempunyai empat orang anak. Yang paling besar di SLTA, dua orang di SLTP,
yang paling kecil masih di SD. "Sekarang ini, kalau kita nggak
Kuat mendidik anak dengan agama, gawat! Banyak sekali gangguannya. Kita
Sering dengar ada anak gadis hamil duluan sbelum nikah. Nauzu biLlah min
zalik!

Itu kesalahan orang tuanya yang tidak mendidik dengan pelajaran agama."
Kiranya Pak Sukardi benar, arus kejahiliyahan memang tengah merayap di
sela-sela kehidupan kita. Arus itu melilit dan meracuni semua lapisan sosial
dengan segala perwujudannya.

Tidak hanya meracuni si kaya, tapi juga si miskin. Pak Sukardi tak ingin
terlindas arus itu. "Saya tanamkan Islam pada anak-anak melalui pengajian
dan halaqoh di Masjid, dan saya "ngasih" contoh pada mereka. Misalnya kalau
sholat subuh, kita bangunkan mereka, kita ajak ke masjid ..." "Habis, kita
hidup ini untuk apa sih kalau bukan untuk ibadan karena memang diciptakan
jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Allah SWT.

Jadi semua hidup kita ini untuk ibadah. Bekerja ibadah, belajar ibadah,
pokoknya semua lah! Untuk apa hidup di dunia ini kalau cuman
bergelimang harta tanpa tujuan yang jelas?

Dan kekurangan material bukanlah halangan untuk memilih tujuan hidup yang
benardan pasti!" Keyakinan itulah yang agaknya terpatri kuat dalam jiwa
tukang ojek kita ini. Maka ketika azan memanggil, ia tak menyia-nyiakan
waktu untuk tetap berada dalam tujuan utama hidupnya. Ia bergegas pulang ke
rumah menunaikan kewajibannya di masjid dekat rumahnya.

"Kalau ngedenger azan terus kita belum sholat, rasanya nggak enak, kayak
punya utang saja. Hati gelisah, pengennya mau pulang melulu ...padahal lagi
ada penumpang."

"Kenapa mesti pulang segala Pak? Bukankah masjid di sekitar Tanjung Priok
ini banyak, di setiap jalan ada masjid?"
"Bukan begitu ... celana saya kotor, baju juga bau keringet ...Masak mau
"ngadep" Alloh, pakai celana dan baju kotor? Sedangkan kalau mau ngadep Pak
Lurah aja, kita rapih, ya nggak?"

Pak Sukardi sudah menganggap, ibadah baginya merupakan kebutuhan. Ia merasa
punya beban jika kewajiban terhadap Alloh belum ditunaikan. Tidak hanya itu
saja, ia bahkan berusaha mendirikan kewajiban tersebut dengan cara yang
terbaik. "Pernah ada teman saya yang "ngetawa'in" dan ngejek saya, karena
saya pakai payung waktu "narik" di siang bolong. Waktu itu bulan Ramadhan.
Saya diamkan saja. Habis, dari pada saya batal puasa karena kepanasan?"
ceritanya tentang pengalamannya menarik ojek di bulan suci Ramadhan.

"Saya menyayangkan teman-teman saya yang tidak puasa di bulan Ramadhan.
Padahal kita bisa ngatur waktu untuk menjaga dan mempertahankan puasa
kita. Misalnya kalu narik dibulan Ramadhan, sebaiknya dari pagi sampai
sekitar jam sebelasanlah, jangan lebih. Habis itu kita pulang, sholat Zuhur,
tidur dirumah sampai Ashar. Habis Ashar kita bisa narik lagi sampai malem.
Itu'kan nggak terlalu menguras tenaga? Kita bisa tetap puasa, udah gitu
dapet rejeki lagi.

Ia selalu menyelipkan da'wah nilai-nilai Islam barang sepatah dua patah
kata. "Kita ini harus mengajak manusia ke jalan Alloh.  Kita ummat
Islam semua ini, adalah da'i.  Balighu'anni walau ayah. Sampaikan dariku
walau hanya satu ayat, begitukata Nabi Muhammad." ketika ditanya tentang
aktifitas keislamannya, dan dari mana ia memperoleh bahan-bahan yang
up-to-date untuk berda'wah, ia mengatakan: " Saya tiap malem Selasa, selalu
ngaji di Masjid Al-Mukaromah di Jalan Mangga. Saya pergi sama anak saya yang
di SMA, pakai sepeda ini. Alhamdulillah, sepeda ini disamping bisa untuk
nyari duit, juga bisa dipakai untuk pergi ngaji ....menimba ilmu sekaligus
mendekatkan diri kepada Allah SWT"


Hari-hari pak Sukardi adalah sepeda dan da'wah, keringat dan ibadah.
Sebuah fenomena yang menyejukkan yang  dapat kita saksikan di tengah
gemuruhnya "pemurtadan" dan pendangkalan aqidah dimana-mana. ***


==========
Sumber  - Sabili No.8/IV Jumadil Awwal 1412

____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke