Padang Ekspres Online - -:: www.padangekspres.com ::-NAN PADEK Minggu, 21-Desember
365 Hari Perjalanan Kesenian Sumatera Barat (Dari Pangkal Sampai ke Ujung Tahun 2003) By padangekspres Tidak dapat dipungkiri, jika memetakan genre kesenian di Sumatera Barat —tanpa memungkiri geliat kesenian di STSI Padang Panjang, sanggar-sanggar, sekolah-sekolah seni dan non seni lainnya— maka pusek jalo punpunan ikannya adalah Taman Budaya Sumatera Barat, Jalan Diponegoro, Nomor 31, Padang. Hampir setiap bulan di taman yang selalu bermusik debur ombak itu, dilakukan beragam kegiatan kesenian. Mulai dari seni tari, teater, sastra, musik, dan lukis. Maka, jika ingin mencari suasana lain di kehirukan kota Padang, tak ada salahnya berkunjung ke Taman Budaya. Lokasinya tak terlalu jauh dari pusat kota. Hanya berjarak sekitar satu kilometer dari mantan Terminal Lintas Andalas. Cukup enteng jika dihampiri dengan jalan kaki, menyusuri Jalan Pemuda, terus ke Jalan Diponegoro, bakar sebatang rokok, dan baru separuh lintingan tembakau itu dimakan api, diri sudah sampai di Taman Budaya. Sedangkan bagi yang ingin menggunakan Angkot (Angkutan Kota), anda perlu dua kali naik-turun mobil bagi yang naik di Terminal Goan Hoat. Naik pertama —naik Angkot ke arah Indarung atau Aur Duri— untuk turun di Jalan Proklamasi, dan di Jalan Proklamasi naik lagi ke Angkot merah yang datang dari Indarung atau Gadut. Cukup repot, memang. Makanya, bagi yang ingin prkatis, dari manapun anda menaiki Angkot di Kota Padang, umumnya akan melewati mantan Terminal Andalas, turun disitu, dan berjalan kakilah. Baru saja diri melewati gerbang Taman Budaya, telinga akan disambut oleh lengking bansi atau gelentang talempong —orang-orang latihan musik tradisi. Disambut sorak hap-hap-hap, guru tari memimpin muridnya belajar menari. Atau disambut teriakan kata-kata dari mulut orang-orang sedang berlatih pembacaan puisi atau latihan dialog teater. “Kegiatan latihan, terutama bagi sanggar-sanggar yang bermukim di sini, geliat kesenian memang hampir setiap hari,” jelas Jusnimar, kepala Taman Budaya. Ya, memang begitu. Ke empat ruang latihan yang disediakan, memang hampir setiap hari berisi. Mulai dari anggota sanggar anak-anak sampai anggota sanggar dewasa. Mulai dari yang berlatih seni tradisi sampai ke seni modern. Dan jika anda mulai jenuh menonton latihan, langkah bisa diurak ke arah gerbang utama yang berada di depan Gedung Teater Utama —gedung pertunjukan yang paling besar di antara tiga tempat pertunjukan di Taman Budaya— untuk langsung memandang debur ombak Pantai Padang. “Selain untuk tempat berkesenian, mendiskusikan kebudayaan, Taman Budaya juga layak sebagai lokasi wisata,” terus Jusnimar yang cukup akrab dengan para seniman, bukan saja seniman Sumatera Barat, tapi juga seniman di senatero nusantara. “Karena lokasinya yang dekat laut dan gedung pertunjukannya cukup representatif, maka banyak para seniman yang merindukan mentas di sini,” bangga Jusnimar. Pernyataan Jusnimar dibenarkan oleh Syarifudin Arifin, Viveri Yudi, dan Ery Mefri para seniman yang kebetulan bekerja di Taman Budaya. “Lamaran untuk mengisi pertunjukan teater di Taman Budaya cukup banyak, hingga ada yang tak bisa direalisasikan. Hal itu terjadi karena keterbatasan dana dan padatnya jadwal yang telah disusun setiap tahun,” jelas Syarifudin Arifin, salah seorang aktor senior yang telah melakoni puluhan pertunjukan teater dan membintangi puluhan film dan sinetron. “Peminat yang ingin mempertunjukkan musik hampir sama dengan peminat teater,” ungkap Viveri Yudi, aktor, koreografer, dan MC kondang. Cuma, terus Viveri Yudi, tak jarang juga grup musik yang belum representatif yang ngotot ingin mentas di Taman Budaya. Jika hal seperti itu terjadi, tentu Taman Budaya akan menolak, ungkap Viveri sedikit kesal. Kemudian dia menyebutkan ada kelompok kesenian yang masih memaksakan kehendaknya untuk mentas di Taman Budaya, padahal program sejenis sudah dipertunjukkan sebelumnya. Bahkan ada yang mengamcam segala, ungkap Viveri tanpa mau menyebutkan nama kelompok kesenian itu. “Sedangkan untuk pertunjukan tari, selain kalender tetap Taman Budaya, Dewan Kesenian Padang bekerjasama dengan Taman Budaya, juga menggelar Padang Bagalanggang dengan salah satu acaranya adalah Gelanggang Tari Sumatera,” urai Ery Mefri. “Gelanggang Tari Sumatera sengaja menghadirkan koreografer-koregrafer muda dan bukan saja dari Sumatera (sesuai dengan namanya-red) tapi dari seluruh pelosok tanah air. Serta ada kalender kerjasama yang tak sempat terselenggara, yaitu Padang Dace Festival, yang mendatangkan koreografer-koreografer manca negara,” terus Ery Mefri yang baru saja diundang Bentara Budaya mementaskan koreografinya ke Jakarta. “Padang Dace Festival urung dilaksanakan tahun 2003 karena peristiwa bom WTC, bom Bali dan terakhir peristiwa bom Hotel Marriot,” sedih Ery Mefri. Evaluasi Kegiatan Taman Budaya Selama Tahun 2003 Tak ada gading yang tak retak, begitu nenek moyang berpesan, agar generasinya tak larut dalam sesal yang tak berujung. Demikian juga yang terlihat dalam mengevaluasi kegiatan Taman Budaya selama tahun 2003. Secara garis besar, kegiatan yang sudah berlangsung masih saja melanjutkan “pola lantai” yang telah sudah-sudah. Tak terlihat pembaruan. Tak terlepas dari pertunjukan, lomba, pameran dan workshop, yang dikelola dengan kesan asal jadi. Itu pun minim dokumentasi. Jarang sekali terlihat kegiatan penelitian yang ditata dengan baik yang dilakukan oleh Taman Budaya. Baik penelitian kebudayaan maupun penelitian kesenian. Jika ada penelitian, hasil yang didapat jarang bisa dimamfaatkan. Penelitiannya cendrung hanya lapeh makan. Sekedar pencairan SPJ. “Taman Budaya tak menutup segala kekurangan itu. Makanya Taman Budaya bertekad, segala kekurangan itu akan diusahakan semaksimal mungkin memperbaikinya di tahun 2004,” tekad Jusnimar. Tekad satu-satunya kepala Taman Budaya perempuan di Indonesia itu, disambut dengan antusias oleh Firman Wanipin —Wapimpro pertunjukan Potret Buram Indonesia (Tantra Dace Theatre). “Secara garis besar, melihat kegiatan Taman Budaya selama tahun 2003 sudah cukup memadai. Walau ada beberapa kekurangan, tentu sesuatu yang biasa. Apalagi dalam kegonjang-ganjingan status Taman Budaya (apakah akan dibawahi Diknas atau Dinas Kebudayaan dan Pariwisata-red), bisa saja bermanuver mensiasati anggaran sudah merupakan prestasi positif. Apalagi ditambah tekad untuk memperbaiki segala kekurangan di masa hadapan,” ungkap Firman Wanipin. Kemudian Wanipin memberikan masukan, agar di tahun depan, Taman Budaya mengadakan program penelitian yang representatif. “Lakukan penelitian tari yang sudah hampir punah, misalnya. Seperti tarian Lukah Gilo dan Ilau. Dokumentasian. Hingga generasi penerus dapat minimal mengetahui, ternyata ada kekayaan tarian Minangkabau yang bernama Lukah Gilo dan Ilau,” harap firman Wanipin. Taman Budaya Telah Berbuat Taman Budaya memang telah ada melakukan penelitian dan pendokumentasian karya seni tradisi, seperti pendokumentasian tari Ilau dari Selayo, Solok, dengan langsung pergi ke lokasi kesenian tersebut berada. Melakukan rekaman video. Rekaman foto. Dan melakukan wawancara pada pelaku kesenian. Pada tahun 2003, penelitian dan pendokumentasian kesenian, yang tercatat juga kunjungan ke Lunang Silaut, Pesisir Selatan, untuk mendokumentasikan kesenian Gandai serta pendokumentasian kesenian Gandang Lasuang ke Padang Pariaman dan observasi Talempong Batuang ke Silungkang, Kota Sawahlunto. Terus juga melakukan pendokumentasian dan pengumpulan data ke berbagai pelosok Sumatera Barat, seperti mendokumentasikan kerajinan keramik ke Golo Gandang, Tanah Datar. Selain itu, Taman budaya juga telah mengadakan beberapa eksperimen kesenian (dengan penggabungan beberapa jenis kesenian menjadi satu pertunjukan atau melakukan pembaharuan gerak hingga dapat diterima oleh masyarakat kekinian). Contoh terbaru dari eksperimen itu adalah gabungan dari tarian, musik, dan teater Minang yang diberi tajuk: Bakuai. Selain menggabungkan tiga ragam kesenian tradisi, Bakuai juga mengajak orang dalam dan orang luar taman budaya untuk berkolaborasi bersama-sama memajukan kesenian Sumatera Barat. Sepertinya kolaborasi-kolaborasi seperti itu perlu dilanjutkan, untuk mempertegas kesatuan persatuan sambil mengisi sebagian otak mencari keseimbangan dengan kesenian. Seperti yang diungkapkan oleh kepala Taman Budaya Sumatera Barat, bahwa kesenian sangat diperlukan untuk mengisi bagian otak manusia. Karena otak perlu diisi, bukan saja oleh ormanen-ornamen eksakta tapi memerlukan juga ornamen kesenian. Sehingga keduanya menjadi seimbang. Jika isi otak sudah seimbang, tentu tidak akan terfikirkan lagi sesuatu yang neko-neko. Sesuatu yang akan membawa diri ke arah kejelekan. Jika sudah begitu, perdamaian akan tercipta dengan sendirinya. Begitulah. Apapun yang dilakukan oleh manusia, akan selalu tak terlepas dari baik dan buruk. Sudah menjadi kodrat, memang. Tapi, juga sebagai manusia, sebagai makhluk yang tak pernah puas mencari kebaikan, dia akan terus berbenah dan berbenah. Begitu juga Taman Budaya Sumatera Barat. ode barta ananda ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net ____________________________________________________