----- Original Message ----- From: Jo Buyuang,Marseille <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Sunday, June 29, 2003 5:59 AM Subject: [RantauNet.Com] Interesting article at Padang Ekspres Online
> Hello Sanak palanta RN.: > > Your friend, Jo Buyuang,Marseille, invite you to read this article. > URL: http://www.padangekspres.com/mod.php?mod=publisher?op=viewarticle&artid=9898 > Tegakkan Hukum Adat di Sumbar DR H Salmadanis MS MA By padangekspres Minggu, 29-Juni-2003, 02:42:35 WIB 2 klik Budaya Minangkabau yang terangkum dalam agama Islam dan adat istiadat tidak lagi berada pada posisi yang sebenarnya. Reformasi yang digulirkan empat tahun silam ternyata telah membangunkan orang Minang untuk menggalo potensinya. Nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah saat ini banyak yang tidak lagi diketahui oleh generasi muda. Bahkan, saat ini telah berkembang opini bahwa orang Minang saat ini mengalami dilema, masyarakatnya ibarat bondong aie, bondong dadak. Hal ini, lebih diperparah dengan kondisi masyarakat Minangkabau saat ini yang telah terkontaminasi dengan modernisasi. Artinya, hidup yang digariskan dalam Budaya Minangkabau saat ini banyak tidak dipegangi lagi. Atas semua persoalan tersebut, baru-baru ini telah dilaksanakan musyawarah Tungku Tigo Sajarangan yang menghadirkan tokoh-tokoh Nasional. Akankah budaya Minangkabau ini bisa dikembalikan pada wujud semula dan langkah apa yang harus dilakukan? Berikut kutipan wawancara wartawan Padang Ekspres Hendri Sulaiman dengan Dosen IAIN Imam Bonjol Padang yang juga pengarang buku Adat Basandi Syarak Dr H Salmadanis MS MA di Hotel Bumiminang. Filosofi Minangkabat Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Makna apa yang terkandung dalam filosofi itu? Corak budaya Minangkabau berguru pada alam pada dasarnya bersifat universal. Jikok di balum sabalun kuku, jika dikembang seleba alam. Dengan bercermin kepada alam, Alam Takambang Jadi Guru. Ajaran Adat yang bersifat penghalusan budi bersintesis dengan ajaran Islam yang bersifat lebih penghalusan budi, tetapi yang sekarang dihubungkan dengan kepercayaan kepada Allah SWT serta Muhammad SAW. Bukti kuatnya penyesuaian adat dan syarak itu adalah adanya pusaka tinggi yang merupakan warisan kolektif yang tak boleh dimiliki pribadi kecuali atas beberapa kasus tertentu menurut sepanjang adat, menurut aturan adat Minangkabau jatuhnya kepada pihak kemenakan. Begitu pula halnya ada pusaka rendah. Menurut Anda, apakah orang Minang saat ini telah mengalami degradasi? Yah. Orang Minangkabau saat ini telah mengalami kemorosotan martabat yang amat dalam. Kita sudah mengalami pembusukkan akhlak yang sangat menyakitkan, kita sudah tercabut dari akar budaya kita sendiri. Kita sudah mendurhakai agama Islam yang kita ikrarkan sendiri menjadi sendi adat kita. Bahkan kita telah ikut andil menggegroti negara dan bangsa yang kita turut membidani kelahirannya. Degradasi martabat sebagai suku Minangkabau secara jujur dan sadar telah diakui sendiri oleh tokoh-tokoh terpandang orang Minang dengan mencap pemimpin Minangkabau sebagai penjilat-penjilat. Bahkan ada pula secara jujur telah menerima nasib sebagai orang yang telah kehilangan pilihan. Sehingga terpaksa hanya mengikuti saja apa yang diinginkan oleh penguasa. Disadari memang, dari kondisi riil yang tengah berlangsung dalam masyarakat saat ini adalah kecendrungan baru yang bertolak belakang dengan filosofi dasar adat Minangkabau. Adat dan kecendrungan budaya orang Minang itu, pada dasarnya bersifat kecendrungan yang kelihatannya mempunyai karakteristik yang berbeda atau konfliktif dengan kebiasan-kebiasaan yang sudah lama berlaku. Kenapa persoalan seperti ini bisa terjadi? Sebelum hal itu saya jawab. Perlu saya katakan terlebih dahulu bahwa demoralisasi yang kini terjadi dalam masyarakat Minangkabau, cukup kita sebutkan dengan satu kata Quo Vadis kita sebagai orang Minang ditengah percaturan budaya di negara tercinta Indonesia, yang kini menghadapi tantangan globalisasi dan liberalisasi budaya yang dahsyat dan nyata. Kondisi riil yang berlangsung di masyarakat saat ini adalah kecendrungan baru yang bertolak belakang dengan filosofi dasar adat Minangkabau. Adat dan kecendrungan budayaorang Minang itu pada dasarnya bersifat kecendrungan mempunyai karakteristik yang berbeda atau konflifiktif dengan kebiasaan-kebiasaan yang sudah lama berlaku. Pada masa silam Minangkabau banyak melahirkan ulama. Tapi, sekarang ulama itu telah langkah. Apa penyebabnya? Diakui memang bahwa pada masa silam Minangkabau terkenal banyak melahirkan ulama-ulama besar. Namun sekarang jarang sekali ulama asal Minangkabau, sehinggamuncul kepermukaan bahwa Minangkabau mengalami krisis ulama. Sebenarnya ini ada benarnya bila tolak ukur dancara penilaian yang digunakan masih paradigma lama. Memang saat ini tidakada lagi ulama sekaliber AS Sutan Mansur dan Buya Hamka. Namun, bila ara pandang dan tolak ukur yang digunakan sesuai dengtan perkembangan zaman saat ini, maka Minangkabau tidak sedang mengalami kelangkaan ulama. Sebab, masih banyak orang-orang yang ahli dalam agama Islam yang dihasilkan berbagai lembaga pendidikan, tapi ia besar dirantau. Tampaknya yang perlu diakui bahwa ulama Minangkabau saat ini tidak tampil lagi di pentas Nasional. Perlu juga diketahui bahwa ulama sekarang ini sudah ditinggalkan umatnya. Hal ini disebabkan pengetahuan masyarakat jauh lebih baik ketimbang umatnya. Untuk itu, sudah saatnya ulama melakukan reformasi diri. Selain itu, ulama yang ada sekarang ini adalah ulama produk tahun 1926 dan 1946-an. Dari segi agama, pemahaman keagamaan umat sekarang ini produk tahun 1926 atau 1946. Sedangkan kita sekarang ini telah berada di era Millenium III. Untuk itu, sudah seharusnya ulama melakukan reformasi terhadap dirinya, bila tidak maka ulama akan tetap ditinggalkan oleh umatnya. Pandangan Anda terhadap ulama di Sumbar bagaimana? Selama ini tiga pilar penentu di Ranah Minang ini selalu menyatakan dirinyalah yang benar. Ulama mengatakan dirinya yang benar, begitu pula halnya dengan ninik mamak dan cendikiawan (pemerintah, red) selalu tetap mempertahankan kekuasannya. "Bila ini secara terus menerus dilakukan oleh tiga pilar itu, maka tidak akan ada kata sepakat nantinya untuk membawa perubahan di Sumbar ini. Sedangkan Sumbar sudah seharusnya dibawa pada perubahan yang sangat mendasar dalam adat dan syarak," katanya. Ulama di Sumbar terbagi atas, ulama kapalo kabau diangkat oleh ninik mamak atau adat, ilmunya sangat statistis. Tapi, ulama kapalo kabau ini mempunyai kebijakan dalam kehidupan bermasyarakat. Ulama kapalo kabau ini di Sumbar mempunyai umat mencapai 75 persen. Sedangkan untuk ulama kapalo maco atau lebih dikenal dengan kaum intelektual kurang mendapat tempat di masyarakat. Karena ulama kapalo maco ini kemampuan menghambat perekonomian ninik mamak itu sendiri. Untuk itu, sekarang ini ulama kapalo maco itu harus juga melaukan perubahan dan mampu bersinergis dengan ulama kapalo kabau itu. Sehingga, roda pemerintahan di nagari itu benar-benar berjalan dengan baik Bagaimana dengan buadaya modernisasi? Kini, dengan dukungan paham pasca modernisasi yang menghargai pluralisme, proyek hemogeni dan dominasi barat yang dikenalkan terhadap dunia Islam yang semakin kehilangan legitimasinya. Paham, esensialisme yang dianut barat mengajarkan keserba mutlakan telah semakin terpuruk. Nilai-nilai pasca dan modernisme yang mengajarkan penghargaan kepada relaticisme budaya dan agama yang selama ini dirampas oleh barat, ditambah dengan munculnya berbagai krisis yang melanda masyarakat. Atas persoalan tersebut, langkah apa yang harus dilakukan? Dari dampa kondisi yang ada sekarang ini sudah seharunys budaya, tradisi Minangkabau itu dihidupkan kembali. Artinya, hidup banagri benar-benar mengembalikan nilai-nilai yang terkandung dalam filosofi adat Minangkabau itu sendiri. Sementara dalam kehidupan bermasyarakat, bernagari salah satu jalan adalah tegakkan hukum adat Minangkabau itu kembali ditengah kehidupan. Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi pekerti yang baik akan selalui dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah. Namun terpenting yang harus dilakukan adalah kembali hidup basurau. Mari kita wujudkan masyarakat madani, mawaddah, warrahmah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, bakaum dan banagari. *** RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php ----------------------------------------------- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ===============================================