Rumah Gadang Nan Tingga: Re: [Rantau-Net] Koto Gadang, Desa Tokoh Terkenal...

2000-05-01 Terurut Topik Dedi Nofersi




Assalamu'alaikum 
wr.wb.
Iyo sabana tapurangah 
awak mambaco kisah fakta dan data Koto Gadang ko. Kampuang ketek tapi hasia 
no babegu. Tapi salain hasia nan nampak tun, hati kaciak mbo batanyo bilokoh 
kampuang sandiri kadibangun dek rang koto gadang. 
Kalau dari curito (nan 
tigo seri tu) kito baco, tampak disinan baraso tokoh-tokoh koto gadang tu, 
gadang nyo di lua se dan "manggadangkan kampuang urang" (dalam 
tando kutip). Maaf iko mungkin kasimpulan ambo nan kaleru.
Salain dari masalah ko, 
kampuang awak kalau dirantau takato bana maju dari sagi pambangunan. Banyak 
rangrantau nanlah berhasil kudian mambuek rumah rancak di kampuang, lah jadi 
ditinggaan, satalah tu diupahlo urang untuak maunyino. Tanyo ambo: kurenah 
nan modeko apo manfaaiknyo goh rang lapau? Nampakno dek ambo agak mubazia 
dan batulak bulakang jo "gaya" hiduik rang minang nan takato maju 
dibidang dagang (bisnis) tu. Dari pado dibangun rumah tu kan labiah elok 
sektor ekonomi rakyaik nan di bangun jo meng-GEBU minang 
tun.
'A baa agak ati 
Mak.
Salam,
dn
 


[Rantau-Net] Koto Gadang, Desa Tokoh Terkenal...

2000-04-30 Terurut Topik Z Chaniago

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0005/01/DAERAH/kota30.htm

KOTO Gadang itu di mana Padang, sih? Itu-tu...daerah tempat lahirnya banyak 
tokoh dan cendekiawan terkenal. Ada rencana, saya dan rombongan melancong ke 
sana," kata Rudy Cahyadi, salah seorang pengelola biro perjalanan di 
Jakarta, pertengahan April 2000 lalu.
Pertanyaan senada, acapkali dikemukakan orang-orang yang bukan berasal dari 
dan ingin ke Ranah Minangkabau, Sumatera Barat. Ironisnya, di Sumatera Barat 
(Sumbar) sendiri masih banyak orang yang tak tahu tentang daerah itu, 
kecuali tahu sebatas informasi: daerah Koto Gadang sebagai tempat kelahiran 
banyak tokoh dan cendekiawan kaliber nasional dan internasional.

Koto Gadang memang tak masuk dalam peta. Lihatlah peta Propinsi Sumatera 
Barat (terbitan PT Karya Pembina Swajaya, berskala 1:600.000), atau Peta 
Kilometer dan Pariwisata Sumatera (terbitan Bina Cipta, berskala 
1:2.500.000), atau lagi Peta Jalan dan Pariwisata Sumatra, Road and Tourist 
Map (terbitan CV Indo Prima Sarana, berskala 1:2.500.000) yang beredar di 
berbagai toko buku, Koto Gadang tetap tak ada.

Begitu juga peta-peta yang dipajang di kantor instansi pemerintah di Sumbar, 
Koto Gadang tetap tak tercantum. Bahkan, dalam Peta Kabupaten Agam berskala 
1:500.000, nama Koto Gadang tetap tak muncul. Mungkin bisa dikatakan 
keterlaluan sekali, karena dalam peta wisata "West Sumatra" dalam buku 
Minangkabau West Sumatra yang diterbitkan Dinas Pariwisata Sumbar, Koto 
Gadang pun tak disinggung-singgung. Seolah-olah potensi industri 
pariwisatanya tak ada.

Banyak orang mungkin mengira bahwa Koto Gadang itu sebuah kota, seperti 
halnya Solok atau Bukittinggi, di Ranah Minangkabau, Sumbar daerah yang oleh 
orang Belanda dulu dilukiskan bagaikan sekuntum bunga dalam tamannya 
Indonesia. Padahal bukan. Barangkali, itu pula yang menyebabkan Koto Gadang 
tak tercantum dalam berbagai jenis peta.

Terlepas dari itu, adalah ironis sekali, profil Koto Gadang pun tak ada 
dalam pembukuan/administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Agam. "Profil 
daerah lain di Kecamatan IV Koto ada, tetapi profil Koto Gadang tak 
ditemui," kata Ibramsyah, Kepala Bagian Humas dan juru bicara Bupati Agam, 
Senin (24/4) di Lubukbasung. Profil/ data tentang Koto Gadang sempat dicari 
di kantor Pemerintahan Masyarakat Desa setempat, tetapi tak ditemui.

Benar kata syair lagu Obbie Mesakh; "...Sungguh aneh tetapi nyata..."


***
KOTO GADANG sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 adalah 
sebuah desa di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, sekitar 100 kilometer 
utara Padang. Atau sekitar 15 km barat Bukittinggi.

Sebelumnya Desa Koto Gadang dikenal sebagai sebuah Nagari (bahasa Sanskerta 
nagar, suatu kesatuan wilayah otonomi adat), yang membawahi Koto Subarang, 
Koto Gantiang, Koto Kaciak, Koto Tangah, Baliak Koto, dan Kapalo Koto.

Setelah kemerdekaan RI, Nagari dijadikan pemerintahan resmi terendah di 
Sumbar, daerah yang kini berpenduduk sekitar 4,4 juta jiwa itu. Dengan 
diberlakukannya UU Nomor 5/1979 tersebut, status Nagari hanya menjadi 
kesatuan masyarakat adat. Dengan demikian, sah-sah saja kalau ada yang 
menyebutnya Desa Koto Gadang dan Nagari Koto Gadang.

Banyak tokoh dan cendekiawan terkenal dilahirkan di daerah yang berada di 
kaki Gunung Singgalang (2877 m) yang subur ini, sudah menjadi catatan dan 
bukti sejarah sedari dulu. Sebutlah misalnya, Soetan Sjahrir (1906-1966). 
Tokoh ini selesai studi di Negeri Belanda, kembali ke Indonesia dan memimpin 
Partai Nasional Indonesia, memperjuangkan kemerdekaan.

Sjahrir, Perdana Menteri pertama RI, meninggal di Swiss ketika berobat, 
setelah empat tahun dalam tahanan politik pemerintahan Soekarno. Begitu 
Presiden Soekarno mengetahui Sjahrir meninggal, Presiden langsung 
menganugerahi gelar Pahlawan Nasional. Ia dimakamkan di TMP Kalibata.

Kemudian Haji Agus Salim (1884-1954). Ia studi Islam sambil belajar di 
Jeddah. Pahlawan Nasional yang menguasai puluhan bahasa asing ini aktif 
dalam gerakan kemerdekaan, mulai tahun 1920. Setelah Indonesia Merdeka ia 
menjadi Menteri Luar Negeri (1947-1949). Meninggal di Jakarta dan dimakamkan 
di TMP Kalibata.

Ada Rohana Kudus (1884-1972) yang tercatat sebagai perempuan jurnalis 
pertama. Ada Mr Dr Mohamad Nasir (yang jadi Sekjen Gubernur Batavia), Ferdy 
Salim (mantan Duta Besar RI untuk Brunei Darussalam), Prof Dr Hanif Datuk 
Magek Labiah (guru besar dan Dubes RI untuk AS), Abd Muis (mantan Dubes RI 
di Praha), BA Masfar (mantan Kuasa Usaha Indonesia di Arab Saudi), dan tokoh 
pelukis terkenal seperti Haji Oesman Effendy dan Haji Hasan Jafar.

"Sedikitnya ada 10 jenderal TNI yang dilahirkan di Koto Gadang antara lain 
Rais Abin, OB Syaaf, Jasril Jacub, Niel Almatzir, Dan Anwar, Dr Nusmir, Z 
Bazar, K Rahman Dt Marajo, dan Syaiful Sulun," kata Yusbar Yakub (60), 
Kepala Desa Koto Gadang.

Kalau dirunut, demikian Yusbar, ada lebih 70 tokoh lain yang masih menjabat 
atau sudah menjadi mantan, berasal dari Koto Gadang, dengan jabatan sebagai 
gu