Assalamu'alaikum wr.wb.,
Kolom di majalah Panji, pakaro kurenah "si Amer". Pamarentah Nagari tampek nyiak
Sunguik bamukimko kadang-kadang iyo sakik kapalo awak maagaki. Kalau bak kecek kanti
di Piaman, 'baa nan kalamak di wae se dunie ko'. Nan labiah repot, tan Aguih nampak
bana galiangno ka si Amer ko. A lah nan kadayo diawak laiko.
Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Lembang Alam
RELUNG / PANJI NO. 27 TH IV 25 OKTOBER 2000
AS: dari Intervensi hingga Standar Ganda HAM
Bagaikan seorang guru yang tengah memarahi muridnya yang dianggap bandel. Nuansa ini
tertangkap dalam memo hasil pertemuan Stanley Roth, asisten menteri luar negeri AS
urusan Asia Pasifik, dengan Duta Besar RI di Washington DC Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.
Salah satu temanya adalah mendesak pemerintah RI agar melarang Prabowo Subianto
tinggal di Indonesia (lihat Panji Utama, hlm. 67). Tapi garis besar desakan AS via
mulut Roth, diplomat keturunan Yahudi, adalah agar Indonesia serius melucuti milisi
prointegrasi Timtim yang kini bermukim di Timor Barat (Atambua), sekaligus menangkap
pemimpinnya, Eurico Guterres.
Jika pemerintah RI belum menunjukkan langkah-langkah positif penuntasan insiden
Atambua, kata Roth, maka bisa dipastikan pemerintah RI tidak akan memperoleh simpati.
Selain itu, dalam brifing Menlu RI saat sidang Dewan Keamanan PBB 11-12 Oktober 2000,
pemerintah RI akan menghadapi keadaan yang makin sulit dan merugikan. Pertemuan itu
berlangsung pada 27 September 2000. Memo hasil pertemuan dilaporkan kepada Presiden
Abdurrahman Wahid pada 28 September. Faktanya kemudian, polisi menangkap Guterres
dengan dugaan menghasut milisi melawan aparat. Siapa menduga kalau selain tuduhan
resmi itu, penangkapan Guterres didasari atas pesanan AS.
Cengkeraman pengaruh AS yang begitu kuat, tidak cuma dalam bidang ekonomi, tetapi juga
di bidang politik. Bantahan yang diterbitkan Kedubes AS awal pekan ini, menyangkut
intervensi pemerintah Negeri Paman Sam dalam penentuan figur KSAD, tak bisa menghapus
santernya berita bahwa AS punya jago untuk menduduki posisi penting di TNI AD itu.
Jago AS, yang juga dijagokan Presiden Abdurrahman Wahid gagal lolos. Yang jadi KSAD
justru pilihan dewan kepangkatan dan jabatan tinggi (wanjakti), yakni Letjen
Endriartono Sutarto.
Begitulah, intervensi AS dalam urusan dalamnegeri Indonesia telah menyuburkan sentimen
anti-AS pekan-pekan ini. Sentimen itu juga dipicu oleh standar ganda negara besar
itu dalam menerapkan ukuran hak asasi manusia yang selalu dikaitkan dengan sanksi
ekonomi. Ketika insiden Atambua pecah, dalam hitungan jam AS menjadi motor lahirnya
resolusi 1312 DK PBB yang mengutuk insiden yang menewaskan tiga pekerja lembaga PBB
yang mengurusi pengungsi di Atambua. Bahwa insiden itu dipicu oleh diskriminasi
perlakuan UNHCR terhadap pengungsi yang ingin kembali ke Timor Leste dengan pengungsi
yang memilih tinggal di bumi Indonesia, tak pernah jadi pertimbangan. Dunia
internasional mengutuk habis-habisan Indonesia dan ini dimotori oleh AS sebagai
satu-satunya negara adikuasa. Menteri Pertahanan AS William Cohen, dengan pongah
datang ke sini dan marah-marah.
Beda betul dengan perlakuan AS terhadap Israel, sekutu abadinya di Timur Tengah,
ketika pekan lalu melancarkan serangan membabi buta ke arah penduduk sipil Palestina
di Ramalah. Tak peduli bocah pun disemprot peluru. Padahal insiden sebelumnya yang
menewaskan dua tentara Israel, justru diawali kepongahan Ariel Sharon, tokoh partai
oposisi Likud yang unjuk kekuatan datang ke tempat suci umat Islam, Masjid Al Aqsha,
di Jerusalem. Resolusi yang ditelurkan DK PBB jauh lebih lunak dibandingkan resolusi
mengutuk insiden Atambua. Resolusi yang diveto AS itu hanya menyesalkan penggunaan
kekuatan berlebihan oleh pihak Israel kepada warga sipil Palestina.
Dalam situasi seperti inilah pemerintahan Abdurrahman Wahid perlu mengambil sikap
bijaksana dan proporsional dalam melawan setiap penindasan hak asasi manusia.
Presiden Durrahman, yang dikenal sangat dekat dengan lobi Israel tak bisa enteng saja
menghadapi desakan yang memintanya mundur dari Yayasan Shimon Peres, dengan
mengatakan, Kan yayasan itu saya ikut mendirikan. Jawaban ini sangat melukai hati
umat Islam yang solider dengan perjuangan dan penderitaan bangsa Palestina. Alangkah
baiknya jika Presiden dengan lobi yang dimiliki dan kekuatan umat Islam Indonesia yang
jumlahnya terbesar di dunia, justru membantu mendorong Israel tak mengingkari proses
perdamaian Timur Tengah dan menghentikan tindakannya membantai warga sipil Palestina.
Di lain pihak, tokoh politik lainnya, juga sebaiknya tak memanasi suasana dengan
mengobarkan semangat perang agama, Islam dan non-Islam. Mengutip ucapan Rektor IAIN
Azyumardi Azra, bangsa Palestina sendiri bersatu dalam ikatan konsep negara yang
sekuler, dan banyak memiliki tokoh pimpinan dan pejuang perdamaian yang beragama
nonmuslim. Suasana panas dan konflik di Timur Tengah, kita harapka