Dear Rangkayo Hanifah dan Majelis RN Yang Mulia,

1. Berkaitan dengan pertanyaan Rangkayo Hanifah tentang pendapat saya mengapa 
ada "ISU" yang mengatakan bahwa "SUSAH MEMPERSATUKAN ORANG MINANG" pada posting 
yang lalu, maka melalui tema di atas saya bermaksud untuk BERBAGI PENGALAMAN.

2. Pengalaman yang akan saya tuliskan ini adalah PENGALAMAN PRIBADI, bersifat 
langsung dan nyata. Namun demikian, pengalaman yang akan  saya ceritakan pada 
milis ini adalah TIDAK UNTUK MENGHAKIMI, melainkan hanya untuk mencoba menarik 
pelajaran bersama (terutama utk diri saya pribadi).


AMBO URANG AWAK JUO

Ketika kata "nakal" (dalam kosa kata saya, "nakal" seorang anak laki-laki
 adalah tidak sama dgn "kurang ajar") masih sangat pantas untuk diberikan dan 
melekat pada saya, maka daerah SENEN, KUINI, GAMBIR, PASAR BARU dsk pada akhir 
tahun 70-an hingga awal 80-an adalah tempat saya sering bermain dengan 
teman-teman SMP ataupun  teman-teman SMA (SMA-1 JKT). Saat itu, berbicara 
tentang dunia kejahatan (pencopet misalnya) di wilayah tersebut adalah umumnya 
merupakan tempat dimana para PREMAN dari Padang (SUMBAR), BATAK, dan AMBON 
berbagi ruang dan waktu untuk menunjukan kekuasaan mereka. 

Saat itu, di sana akan mudah kita temui preman dari SUMBAR, BATAK, dan AMBON. 
Ketiga kelompok preman itu ternyata mempunyai REAKSI YANG BERBEDA atas "calon 
mangsa" mereka jika ternyata mereka ketahui bahwa "calon mangsa" tersebut 
berasal dari daerah yang sama dengan mereka. Jika seorang preman Ambon bertemu 
dgn Ambon, maka mereka berdua akan langsung berbicara dengan akrabnya, dan 
"sang calon mangsa" dengan sengaja DISELAMAT kan oleh
 "calon pemangsa".

Demikian pula halnya dengan REAKSI dari kawan-kawan dari BATAK,....."calon 
mangsa" akan segera diselamatkan oleh "calon pemangsa". Namun demikian 
PENGALAMAN SAYA PRIBADI menujukan hal yang sangat berbeda ketika suatu kali 
saya berhadapan dengan "calon pemangsa" yang dari wajah dan logat serta OBROLAN 
nya kita tahu persis bhw "calon pemangsa" adalah orang SUMBAR. 

Calon Mangsa :  "Maaf, ambo urang awak juo,...urang Batusangka".

Calon Pemangsa : " Apa nih dek kamu,....saya bukan orang Padang".

Singkat cerita, ketika perkelahian akhirnya terjadi antar kami berdua (ataupun 
bersama-sama),.....maka yang meleraikan perkelaihian kami adalah preman Batak 
ataupun preman Ambon atau "tetua preman" (yang pada masa itu adalah orang 
Betawi).
 Umumnya para preman yang melerai perkelahian kami selalu berucap ; "Rusak nich 
Padang satu, ....orang kampungnya mau disikat juga" atau "Padang sama Padang 
kok berkelahi". 

Pengalaman tersebut RELATIF SERING saya alami selama masa kenakalan pada tahun 
80-an di Jakarta. Namun demikian TIDAK TERJADI ketika kenakalan saya berujung 
dengan perkelahian di Medan pada akhir 80-an dan awal 90-an. Dua peristiwa 
perkelahian di SUMATERA UTARA (1 kali di Hotel Danau Toba Medan) dan satu kali 
di Binjai, selalu menunjukan betapa KOMPAKNYA PARA PERANTAU MINANG.  Dan bahkan 
ketika "kenakalan" saya juga berujung perkelahian dengan preman dari Sulawesi 
di Jaya Pura pada tahun 92, maka KEKOMPAKAN PERANTAU MINANG juga sangat 
mengesankan. 

PATAH-PATAH LIDAH SAYA

Perkenalan dengan kawan-kawan dari Sumbar pada saat masa matrikuasi di IPB pada 
awal 83 adalah hal yang sangat menyenangkan
 bagi saya. Saat itu rasanya kerinduan akan kampung halaman seperti terobati 
karena bisa berkumpul dengan kawan-kawan dari Sumbar. 

Kegembiraan bertemu kawan "sakampuang" menjadi mulai terusik ketika suatu hari 
saya seperti tersadar "mengapa kawan-kawan dari Sumbar selalu berbahasa 
Indonesia dgn saya'. Setiap bertemu,  saya selalu memakai Bahasa Minang, tetapi 
oleh kawan-kawan tersebut selalu dibalas dengan Bahasa Indonesia. Awalnya saya 
berfikir, barangkali karena sedang dihadapan orang lain, shg untuk menjaga 
kesopanan maka mereka menjawab saya dgn Bahasa Indonesia.

Tetapi kemudian saya menjadi terheran-heran ketika kami hanya berdua saja, 
ternyata kawan tersebut juga tetap memakai Bahasa Indonesia dengan saya. 

Ricky  : "Kok ba bahaso Indonesia taruih se angku ka ambo?"

Fulan  : " Maaf, sudah patah-patah lidah saya...jadi gue jawab pakai
 Bahasa Indonesia aje".

(hahaha.....mudah2an JePe masih ingat siapa yang saya maksud). 


DIA MEMANG HARUS MENGURUS SAYA !

Suatu hari pada awal 90-an, saya sedang bermaksud utk bertemu dengan seorang 
pejabat eselon dua di suatu Departemen. Ketika itu saya sedang duduk di ruang 
tunggu, dimana di sekitar kami sedang ada dinamika berselisih antar karyawan.

Mr. X  : "Enak ya jadi saudaranya Bos".

Mr. Y  (Orang Sumbar) : diam saja.


Mr. Z  : "Biasanya kalau jadi saudaranya Bos maka akan cepat naik pangkat lagi 
dan 
             selalu dapat kerjaan yang basah"

Mr. Y  (Orang Sumbar) : diam saja.


Mrs. E  : "Jangan lupa ajak-ajak dan bagi-bagi loh kalau dapat kerjaan basah, 
kami-kami ini 
               juga perlu hidup kan".

Mr. Y  : "Dengar ya, ....Bos itu dulu yang menyekolahkan adalah ayah 
saya,.....kalau tidak 
             disekolahkan oleh ayah saya maka tidak tahu akan jadi apa 
dia,....jadi dia pantas 
             harus mengurus saya"

Ketika mendengar suara "si Padang" (maaf sengaja saya tulis seperti itu untuk 
menggambarkan perasaan tidak suka saya atas sikapnya) itu, darah di kepala saya 
rasanya seperti mendidih. Dalam fikiran saya, sikap "si Padang" tersebut sangat 
jauh dari kepantasan,....jikapun benar apa yang dia katakan maka saya TIDAK 
SETUJU hal itu harus dia ungkapkan hanya untuk menghadapi dinamika tersebut. 
Sedangkan jika hal yang dia sebutkan itu adalah sesuatu yg hiperbolis, maka 
sangat cilakalah nantinya "si Padang" itu.

Kejadia seperti itu tidak akan kita temui (baca juga : SANGAT JARANG) jika 
ikatan kedaerahan dlm birokrasi terjadi pada suku lain. Pada orang Jawa 
misalnya, seorang atasan yang bersuku JAWA akan selalu dijaga oleh para 
subordinatnya yang bersuku Jawa, dan lebih-lebih lagi pada suku Batak.

Pendek cerita,......saat ini "si Padang" sudah menjadi sangat baik, dan kami 
bersahabat sampai saat ini. 


Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi Yang Akan Menolong

Suatu hari saat menemani Ibu saya bertemu dengan salah seorang atasan beliau - 
yaitu Bpk Drs. Ismet Syarif (kalau tidak salah saat itu beliau menjadi KaBid di 
DIKBUD, dan kalau tidak salah terakhir beliau adalah Ka Kanwil P&K Sumbar) - 
maka saya masih mengingat percakapan mengenai dinamika orang Minang.

Esensi percakapan adalah "hampir sama" dengan isu yang sedang kita bahas. Namun 
demikian, sampai saat ini saya masih mengingat ucapan Pak Ismet, yaitu sebagai 
berikut : "Kalau bukan kita, maka siapa lagi yang akan menolong".   

Ucapan beliau tersebut sangat BERKESAN bagi saya, dan sejauh yang saya tahu 
ucapan tersebut benar-benar beliau wujudkan dalam lingkungan beliau. Atas 
ucapan beliau tersebut, hingga saat ini sayapun mencoba untuk MENIRU. 

Demikian untuk sementara saya tuliskan pengalaman ini, berikutnya akan saya 
lanjutkan dengan pengalaman lain. Sedangkan kesimpulan pribadi saya akan saya 
sampaikan pada akhir tulisan nanti. 

Salam,
r.a. 










 



      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke