[EMAIL PROTECTED] Re: Bundo Kanduang atau Miss Universe
Referensi bagus, krn penulisnya "orang dalam". Sebelum2nya, saya selalu tertawa kalau mendengar bhw miss-miss an berperan sbg duta untuk memperkenalkan budaya, atau apalah namanya. Kalau kemaren miss kita bilang "Indonesia = CITY", nanti dia bilang apa ttg Minang? Ada usul agar menolak pakai baju renang di tingkat dunia. Maaf, kemaren wakil kita pake one-piece diantara bikini aja kelihatan lucu. lalu pake apa? Baju kuruang? Arnoldison wrote: > Peran perempuan di minangkabau sedemikian besarnya tak ada > tandingan dengan wilayah lain. > Pertanyaan perlukah gelar miss Universe bagi wanita minangkabau ? > Untuk apa gelar itu diperoleh ? Bukankah yang dibutuhkan dari wanita > minangkabau adalah peran bundo kandung. > Saya mencoba untuk sedikit mencari gambaran tentang hal ini, saya > dapatkan tulisan yang diambil blog Angelina Sondakh mantan puteri > Indonesia tahun 2001 > http://angelinasondakh.blogs.com/angelina_sondakhs_diary/2006/02/puteri_indonesi.html > PUTERI INDONESIA > Minggu lalu, saya menerima sms dari Anggota DPR Fraksi PAN : Bpk. > Alvin Lee. Beliau menyampaikan protes keras atas apa yang dilakukan > Puteri Indonesia 2005, Nadine Chandra Winata, berikut bunyi sms-nya: > Ketum Paguyuban Puteri Indonesia, saya Alvin Lee menyampaikan PROTES > KERAS atas Nadine, Puteri Indonesia (PI) 2005-2006, yang tampil > promosikan MEROKOK, gaya hidup & anti sosial yang berbahaya untuk > kesehatan. Disamping promosikan French Kiss . Lihat IndoPos hari ini > 19 Jan 06. Saya hormati pilihan gaya hidup pribadi untuk merokok. Tapi > seorang PI ketika tampil di publik sudah bukan pribadi lagi. PI adalah > milik bangsa Indonesia, berfungsi sbg TELADAN & PANUTAN. Wakil > KARAKTER & WAJAH perempuan Indonesia selain fungsi2 sosial lain. > Pilihan Nadine untuk kejar FULUS & KARIER, lupakan tanggung jawab > sosial sungguh sangat mengecewakan. Apakah figure seperti ini patut > wakili RI dipentas Miss Universe? Selama ini saya dukung > penyelenggaraan PI karena saya nilai cukup baik manfaatnya buat > Indonesia. Namun jika gelar PI hanya untuk mempromosikan gaya hidup > negatif seperti yang dilakukan Nadine, lebih baik dihapus saja PI. > Sdri Angelina sebagai mantan PI & sekarang ketua wadah para mantan PI > berkewajiban ambil langkah korektif jika ingin jaga martabat PI. > Salam. > Saya menyadari kenapa protes ini disampaikan melalui saya. Memang, mau > tidak mau saya harus dapat menerima setiap kritik yang ditujukan > kepada Puteri Indonesia, karena image tersebut sudah melekat pada diri > saya. > Terus terang berbicara soal Puteri Indonesia mengingatkan pada > tantangan yang saya hadapi saat menulis buku : Kecantikan Bukan > Modal Utama , tahun 2002. Buku tersebut intinya memaparkan; Bagaimana > memandang dan mengartikan kecantikan itu sendiri. Bagaimana perempuan > tidak menjadi budak dari arti kecantikan lahiriah yang salah, dan > orang lain tidak berhak untuk menentukan definisi cantik itu buat > masing masing perempuan. Selain itu, ada bab yang berisikan kegiatan > saya selama menjadi Puteri Indonesia dan penjelasan tentang persepsi > saya mengenai Puteri Indonesia. Ada satu paragraf yang menjadi > kontroversi pada saat itu, yaitu tulisan tentang kekecewaan saya yang > berkaitan dengan aktivitas selama menyandang gelar Puteri Indonesia, > yang lebih banyak di dominasi dengan kegiatan-kegiatan yang menjual > kecantikan lahiriah seperti demo kecantikan di Mall. Bagian inilah > yang pada akhirnya memunculkan kontroversi. > Memang sebelum saya menyandang gelar Puteri Indonesia pernah terpikir > dibenak saya bahwa fungsi terbesar dan utama dari Puteri Indonesia > adalah bagaimana sosok Puteri Indonesia dapat melakukan hal hal yang > benar benar menyentuh masyarakat yang termarjinalkan, dan dapat > menyelesaikan sebagian permasalahan sosial yang sedang melanda bangsa > kita. Saya membayangkan seorang yang menyandang gelar Puteri Indonesia > akan berkeliling ke seluruh Indonesia untuk mengunjungi mereka yang > kurang beruntung dan membutuhkan uluran tangan. Inilah definisi > idealisme seorang Puteri Indonesia menurut saya pada saat itu. > Namun setelah muncul kontroversi dari buku tersebut, saya mencoba > mengulas balik tehadap peristiwa yang terjadi. Dan akhirnya saya > menyadari bahwa Puteri Indonesia adalah bagian dari satu kontes > kecantikan yang erat kaitannya dengan dunia entertainment, showbiz dan > commercial. Hal ini tentunya sudah sangat wajar dalam dunia bisnis > dimana satu produk berusaha melakukan positioning dan branding > yang lebih kuat dalam menghadapi era over-choices seperti sekarang > ini. Intinya Puteri Indonesia itu ada di dalam domain tersebut dengan > tidak melupakan kontribusinya untuk masalah masalah sosial. Dan kita > bersyukur Yayasan Penyelenggara Puteri Indonesia tidak semata mata > c
[EMAIL PROTECTED] Re: Bundo Kanduang
Assalamualaikum wr.wb. Untuak pemahaman ambo tentang Minangkabau nan masih di level playgroup, tadi ambo lumayan binguang dek statement di artikel tu: PENELITIAN dilakukan berdasarkan asumsi bahwa etnis Minangkabau tidak hanya menganut sistem kekerabatan matrilineal, tetapi juga matriarkat. Tadi ambo cb search, ternyata ini sudah dipertanyakan oleh mak Bandaro Labiah, Agustus 2004 di RN ko. (amnbo copykan di bawah) Cuma, sudah tu diskusiko manggantuang, dan ... ilang. Mungkin mukasuik Sanak Isna Huriati ma re-posted artikel ko untuak awak diskusikan agak tuntas? Riri _ Assalamu'alaikum Wr.Wb. St. Mudo ! sarato Karapatan RN kok paik jan capek diluahkan, kok manih jan capek dilulua, elok dikulun-kulun* dulu. karano : Rumah gadang bari bapintu nak rtarang jalan ka halaman jikok dikumpa saleba kuku kalau dikambang saleba alam kalau macaliak kapado judulno sajo dulu : Peran Bundo Kanduang Dilemahkan dalam Sistem Adat Minangkabau Sistem Adat Minangkabau nama nan malaahkan tu ? kapatangko ambo bacarito jo urang tuo-tuo dari SSS (Solok Saiyo Sakato), ambo tanyokan apokoh LKAAM marupokan Institusi Sitem Adat Minangkabau ? alhamdulillah, jawekno indak. Paralu pulo ambo sampaikan, ambo raso (pandapek ambo ko a) dibaliak nan disampaikan tu ado mukasuk tertentu, indak usahlah ambo sampaikan dulu. Nan paralu pulo kito paratikan adolah kalimaik "PENELITIAN dilakukan berdasarkan asumsi bahwa etnis Minangkabau tidak hanya menganut sistem kekerabatan matrilineal, tetapi juga matriarkat yang berarti kekuasaan berada pada perempuan. Sakian dari ambo, parintang-rintang malakik sanjo, karano alah banyak bana surek nan masuak nan alun babukak, sajak dari pagi cako mambaco, alun salasai juo li Wassalamu'alaikum Wr.Wb. Bandaro Labiah kulun-kulun = dikunyah-kunyah / diputa-puta dalam arang dulu "Dr.Saafroedin BAHAR" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Assalamualaikum w.w. Bu Isna, Sacaro kabatulan ambo alah mambaco buku hasil riset Dra Lusi Herlina itu, dan kabatulan pulo ambo kenal jo baliau. Kini baliau manjadi anggota Perwakilan Komnas HAM Sumatera Barat dan anggota Panitia Pengarah Semiloka Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di FH Unand, tanggal 19-21 Juni nan ka datang. Wassalam, Saafroedin Bahar --- Isna Huriati wrote: > > /FYI/ > > http://kompas.com/kompas-cetak/0407/19/swara/1137115.htm > Hasil Penelitian LP2M > /Peran Bundo Kanduang Dilemahkan dalam Sistem Adat > Minangkabau / > > KEDUDUKAN sosial perempuan Minangkabau telah banyak > dikaji dan menarik > perhatian berbagai kalangan. Penelitian terbaru > dilakukan Lusi Herlina > dan kawan-kawan dari Lembaga Pengkajian dan > Pemberdayaan Masyarakat > (LP2M) Padang tahun 2003, dan laporan penelitian > tersebut diterbitkan > dalam buku Partisipasi Politik Perempuan Minang > dalam Sistem Masyarakat > Matrilineal (Penerbit LP2M dan The Asia Foundation, > November 2003, xviii > + 107 halaman). > > PENELITIAN dilakukan berdasarkan asumsi bahwa etnis > Minangkabau tidak > hanya menganut sistem kekerabatan matrilineal, > tetapi juga matriarkat > yang berarti kekuasaan berada pada perempuan. Posisi > perempuan > Minangkabau dinilai "superior", lebih berkuasa > dibandingkan dengan > perempuan dari suku lainnya di Indonesia. Karena > itu, isu-isu kesetaraan > dan keadilan jender dianggap tidak relevan > dibicarakan di Minangkabau. > Tidak ada subordinasi perempuan di Sumatera Barat > (Sumbar), yang terjadi > adalah subordinasi laki-laki. > > Ada kalangan yang bersikap kritis terhadap pendapat > di atas. Menurut > Hayati Nizar, pengamat masalah perempuan di Padang, > masyarakat > Minangkabau cenderung terbuai dengan "posisi > imajinasi" yang menempatkan > perempuan pada posisi yang tinggi dengan segala > atribut yang > disandangkan kepada mereka. > > Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat > Minangkabau meskipun > menganut sistem matrilineal, sistem kekuasaannya > tidak matriarkal. > Kekuasaan formal, baik secara tradisional maupun > modern, tetap dipegang > oleh laki-laki. > > Dilukiskan, mamak menjadi pemimpin dalam wilayah > rumah tangga saparuik > (satu perut, satu ibu). Datuak menjadi pemimpin > dalam wilayah kaumnya > (satu nenek). Penghulu menjadi pemimpin suku (satu > nenek moyang) dalam > sebuah wilayah genealogis. Wali nagari pemegang > kekuasaan formal di nagari. > > Menurut Lusi Herlina, hukum adat Minangkabau > menempatkan perempuan > sebagai pewaris dan pemilik sah pusaka. Namun, > hampir di semua wilayah > Sumbar terdapat kasus di mana mamak (saudara laki- > laki dari pihak ibu) > mendominasi dan mengambil alih beberapa kewenangan > strategis yang secara > ideal normatif menjadi hak perempuan. > > "Hak kepemilikan pusaka yang secara sah berada di > bawah kekuasaan > perempuan sering kali tidak berlaku efektif. > Kekuasaan dan intervensi > mamak sangat kuat dalam pengambilan keputusan > terhadap harta pusaka > tinggi. Fenomena ini
[EMAIL PROTECTED] Re: Bundo Kanduang
Assalamualaikum w.w. Bu Isna, Sacaro kabatulan ambo alah mambaco buku hasil riset Dra Lusi Herlina itu, dan kabatulan pulo ambo kenal jo baliau. Kini baliau manjadi anggota Perwakilan Komnas HAM Sumatera Barat dan anggota Panitia Pengarah Semiloka Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di FH Unand, tanggal 19-21 Juni nan ka datang. Wassalam, Saafroedin Bahar --- Isna Huriati <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > /FYI/ > > http://kompas.com/kompas-cetak/0407/19/swara/1137115.htm > Hasil Penelitian LP2M > /Peran Bundo Kanduang Dilemahkan dalam Sistem Adat > Minangkabau / > > KEDUDUKAN sosial perempuan Minangkabau telah banyak > dikaji dan menarik > perhatian berbagai kalangan. Penelitian terbaru > dilakukan Lusi Herlina > dan kawan-kawan dari Lembaga Pengkajian dan > Pemberdayaan Masyarakat > (LP2M) Padang tahun 2003, dan laporan penelitian > tersebut diterbitkan > dalam buku Partisipasi Politik Perempuan Minang > dalam Sistem Masyarakat > Matrilineal (Penerbit LP2M dan The Asia Foundation, > November 2003, xviii > + 107 halaman). > > PENELITIAN dilakukan berdasarkan asumsi bahwa etnis > Minangkabau tidak > hanya menganut sistem kekerabatan matrilineal, > tetapi juga matriarkat > yang berarti kekuasaan berada pada perempuan. Posisi > perempuan > Minangkabau dinilai "superior", lebih berkuasa > dibandingkan dengan > perempuan dari suku lainnya di Indonesia. Karena > itu, isu-isu kesetaraan > dan keadilan jender dianggap tidak relevan > dibicarakan di Minangkabau. > Tidak ada subordinasi perempuan di Sumatera Barat > (Sumbar), yang terjadi > adalah subordinasi laki-laki. > > Ada kalangan yang bersikap kritis terhadap pendapat > di atas. Menurut > Hayati Nizar, pengamat masalah perempuan di Padang, > masyarakat > Minangkabau cenderung terbuai dengan "posisi > imajinasi" yang menempatkan > perempuan pada posisi yang tinggi dengan segala > atribut yang > disandangkan kepada mereka. > > Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat > Minangkabau meskipun > menganut sistem matrilineal, sistem kekuasaannya > tidak matriarkal. > Kekuasaan formal, baik secara tradisional maupun > modern, tetap dipegang > oleh laki-laki. > > Dilukiskan, mamak menjadi pemimpin dalam wilayah > rumah tangga saparuik > (satu perut, satu ibu). Datuak menjadi pemimpin > dalam wilayah kaumnya > (satu nenek). Penghulu menjadi pemimpin suku (satu > nenek moyang) dalam > sebuah wilayah genealogis. Wali nagari pemegang > kekuasaan formal di nagari. > > Menurut Lusi Herlina, hukum adat Minangkabau > menempatkan perempuan > sebagai pewaris dan pemilik sah pusaka. Namun, > hampir di semua wilayah > Sumbar terdapat kasus di mana mamak (saudara laki- > laki dari pihak ibu) > mendominasi dan mengambil alih beberapa kewenangan > strategis yang secara > ideal normatif menjadi hak perempuan. > > "Hak kepemilikan pusaka yang secara sah berada di > bawah kekuasaan > perempuan sering kali tidak berlaku efektif. > Kekuasaan dan intervensi > mamak sangat kuat dalam pengambilan keputusan > terhadap harta pusaka > tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan > Minangkabau > sesungguhnya tidak memiliki kontrol terhadap sumber > daya, seperti tanah > dan harta pusaka tinggi lainnya," tandasnya. > > BUNDO Kanduang adalah institusi perempuan yang > sangat penting dalam > budaya Minangkabau. Bundo Kanduang merupakan tokoh > yang berasal dari > dunia mitos. Selain Bundo Kanduang, Minangkabau juga > menyimpan nama-nama > yang sesungguhnya berasal dari mitos, yakni Mande > Rubiah. > > Bundo Kanduang digambarkan sebagai perempuan yang > bijaksana. Masih > diceritakan dalam Tambo, Bundo Kanduang ditampilkan > sebagai seorang > pemimpin yang sangat menentukan jalannya roda > pemerintahan. Sebagai > perempuan, ia tidak hanya penyejuk dalam pertemuan, > bukan juga > bunga-bunga penghias taman, ataupun pelengkap saja. > Akan tetapi, Bundo > Kanduang memiliki tempat sejajar dengan elite > lainnya dalam pemerintahan > Kerajaan Pagaruyuang sehingga pikirannya menentukan > kebijakan yang > diambil kerajaan. > > Sejarawan Taufik Abdullah, sebagaimana dikutip Lusi > Herlina, punya > pandangan yang cenderung bertolak belakang tentang > posisi Bundo > Kanduang. Taufik menyatakan bahwa memang Bundo > Kanduang sebagai sumber > kebijakan, namun ia tidak memiliki peranan dalam > pengambilan keputusan > karena ia bukanlah orang yang memegang jabatan resmi > dalam hierarki > kekuasaan dalam sistem politik Minangkabau. Pada > gilirannya, ia tetap > saja sebagai simbol percaturan politik karena tidak > memiliki kekuasaan. > > Meski tidak memiliki kekuasaan secara formal, Bundo > Kanduang tetap saja > menjadi komponen yang harus dilibatkan dalam proses > pengambilan keputusan. > > Lusi menjelaskan, dalam perkembangan sejarah > Minangkabau selanjutnya, > Bundo Kanduang kemudian dipahami sebagai tokoh > perempuan dalam suku/kaum > yang menjadi pemimpin dalam Rumah Gadang. Dia adalah > perempuan yang > disegani, dihormati, dan dim