[EMAIL PROTECTED] Re: Bundo Kanduang atau Miss Universe

2007-07-04 Terurut Topik Riri - Mairizal Chaidir

Referensi bagus, krn penulisnya "orang dalam". 

Sebelum2nya, saya selalu tertawa kalau mendengar bhw miss-miss an berperan sbg 
duta untuk memperkenalkan budaya, atau apalah namanya. Kalau kemaren miss kita 
bilang "Indonesia  = CITY", nanti dia bilang apa ttg Minang?

Ada usul agar menolak pakai baju renang di tingkat dunia. Maaf, kemaren wakil 
kita pake one-piece diantara bikini aja kelihatan lucu. lalu pake apa? Baju 
kuruang?

Arnoldison wrote: 
> Peran perempuan di minangkabau sedemikian besarnya tak ada
> tandingan dengan wilayah lain.
> Pertanyaan perlukah  gelar miss Universe bagi wanita minangkabau ?
> Untuk apa gelar itu diperoleh ? Bukankah yang dibutuhkan dari wanita
> minangkabau adalah peran bundo kandung.
> Saya mencoba untuk sedikit mencari gambaran tentang hal ini, saya
> dapatkan tulisan yang diambil blog Angelina Sondakh mantan puteri
> Indonesia tahun 2001
> http://angelinasondakh.blogs.com/angelina_sondakhs_diary/2006/02/puteri_indonesi.html
> PUTERI INDONESIA
> Minggu  lalu,  saya  menerima  sms  dari Anggota DPR Fraksi PAN : Bpk.
> Alvin  Lee.  Beliau  menyampaikan protes keras atas apa yang dilakukan
> Puteri Indonesia 2005, Nadine Chandra Winata, berikut bunyi sms-nya:
>  Ketum  Paguyuban Puteri Indonesia, saya Alvin Lee menyampaikan PROTES
> KERAS  atas  Nadine,  Puteri  Indonesia  (PI)  2005-2006,  yang tampil
> promosikan  MEROKOK,  gaya  hidup  &  anti sosial yang berbahaya untuk
> kesehatan.  Disamping promosikan  French Kiss . Lihat IndoPos hari ini
> 19 Jan 06. Saya hormati pilihan gaya hidup pribadi untuk merokok. Tapi
> seorang PI ketika tampil di publik sudah bukan pribadi lagi. PI adalah
> milik  bangsa  Indonesia,  berfungsi  sbg  TELADAN  &  PANUTAN.  Wakil
> KARAKTER  &  WAJAH  perempuan  Indonesia  selain  fungsi2 sosial lain.
> Pilihan  Nadine  untuk  kejar  FULUS  & KARIER, lupakan tanggung jawab
> sosial  sungguh  sangat  mengecewakan. Apakah figure seperti ini patut
> wakili   RI   dipentas   Miss   Universe?   Selama   ini  saya  dukung
> penyelenggaraan  PI  karena  saya  nilai  cukup  baik  manfaatnya buat
> Indonesia.  Namun  jika  gelar PI hanya untuk mempromosikan gaya hidup
> negatif  seperti  yang  dilakukan  Nadine, lebih baik dihapus saja PI.
> Sdri  Angelina sebagai mantan PI & sekarang ketua wadah para mantan PI
> berkewajiban  ambil  langkah  korektif  jika  ingin  jaga martabat PI.
> Salam. 
> Saya menyadari kenapa protes ini disampaikan melalui saya. Memang, mau
> tidak  mau  saya  harus  dapat  menerima  setiap kritik yang ditujukan
> kepada Puteri Indonesia, karena image tersebut sudah melekat pada diri
> saya.
> Terus   terang  berbicara  soal  Puteri  Indonesia  mengingatkan  pada
>  tantangan   yang  saya  hadapi  saat menulis buku :  Kecantikan Bukan
> Modal  Utama , tahun 2002. Buku tersebut intinya memaparkan; Bagaimana
> memandang  dan mengartikan kecantikan itu sendiri. Bagaimana perempuan
> tidak  menjadi  budak  dari  arti  kecantikan lahiriah yang salah, dan
> orang  lain  tidak  berhak  untuk  menentukan definisi cantik itu buat
> masing   masing perempuan. Selain itu, ada bab yang berisikan kegiatan
> saya  selama  menjadi Puteri Indonesia dan penjelasan tentang persepsi
> saya  mengenai  Puteri  Indonesia.  Ada  satu  paragraf  yang  menjadi
> kontroversi  pada saat itu, yaitu tulisan tentang kekecewaan saya yang
> berkaitan  dengan  aktivitas selama menyandang gelar Puteri Indonesia,
> yang  lebih banyak di dominasi dengan kegiatan-kegiatan yang  menjual 
> kecantikan  lahiriah  seperti  demo  kecantikan di Mall. Bagian inilah
> yang pada akhirnya memunculkan kontroversi.
> Memang  sebelum saya menyandang gelar Puteri Indonesia pernah terpikir
> dibenak  saya  bahwa  fungsi  terbesar dan utama dari Puteri Indonesia
> adalah  bagaimana  sosok Puteri Indonesia dapat melakukan hal hal yang
> benar benar   menyentuh  masyarakat  yang  termarjinalkan,  dan  dapat
> menyelesaikan  sebagian permasalahan sosial yang sedang melanda bangsa
> kita. Saya membayangkan seorang yang menyandang gelar Puteri Indonesia
> akan  berkeliling  ke  seluruh Indonesia untuk mengunjungi mereka yang
> kurang  beruntung  dan  membutuhkan  uluran  tangan.  Inilah  definisi
> idealisme seorang Puteri Indonesia menurut saya pada saat itu.
> Namun  setelah  muncul  kontroversi  dari  buku tersebut, saya mencoba
> mengulas  balik  tehadap  peristiwa  yang  terjadi.  Dan akhirnya saya
> menyadari  bahwa  Puteri  Indonesia  adalah  bagian  dari  satu kontes
> kecantikan yang erat kaitannya dengan dunia entertainment, showbiz dan
> commercial.  Hal  ini  tentunya  sudah sangat wajar dalam dunia bisnis
> dimana  satu  produk  berusaha  melakukan  positioning  dan  branding 
> yang  lebih  kuat dalam menghadapi era  over-choices  seperti sekarang
> ini.  Intinya Puteri Indonesia itu ada di dalam domain tersebut dengan
> tidak melupakan kontribusinya untuk masalah   masalah sosial. Dan kita
> bersyukur  Yayasan  Penyelenggara Puteri Indonesia tidak semata   mata
>  c

[EMAIL PROTECTED] Re: Bundo Kanduang

2007-06-10 Terurut Topik Riri - Mairizal Chaidir
Assalamualaikum wr.wb.
   
  Untuak pemahaman ambo tentang Minangkabau nan masih di level playgroup, tadi 
ambo lumayan binguang dek statement di artikel tu: PENELITIAN dilakukan 
berdasarkan asumsi bahwa etnis Minangkabau tidak hanya menganut sistem 
kekerabatan matrilineal, tetapi juga matriarkat. 
   
  Tadi ambo cb search, ternyata ini sudah dipertanyakan oleh mak Bandaro 
Labiah, Agustus 2004 di RN ko. (amnbo copykan di bawah)
   
  Cuma, sudah tu diskusiko manggantuang, dan ... ilang. 
   
   
  Mungkin mukasuik Sanak Isna Huriati ma re-posted artikel ko untuak awak 
diskusikan agak tuntas?
   
  Riri
   
   
  _
  Assalamu'alaikum Wr.Wb.
 
St. Mudo ! sarato Karapatan RN
 
kok paik jan capek diluahkan, kok manih jan capek dilulua, elok dikulun-kulun* 
dulu. 
karano :
Rumah gadang bari bapintu
nak rtarang jalan ka halaman
jikok dikumpa saleba kuku
kalau dikambang saleba alam
 
kalau macaliak kapado judulno sajo dulu : Peran Bundo Kanduang Dilemahkan dalam 
Sistem 
Adat Minangkabau
 
Sistem Adat Minangkabau nama nan malaahkan tu ?
 
kapatangko ambo bacarito jo urang tuo-tuo dari SSS (Solok Saiyo Sakato), ambo 
tanyokan 
apokoh LKAAM marupokan Institusi Sitem Adat Minangkabau ? alhamdulillah, 
jawekno indak.
 
Paralu pulo ambo sampaikan, ambo raso (pandapek ambo ko a) dibaliak nan 
disampaikan tu 
ado mukasuk tertentu, indak usahlah ambo sampaikan dulu.
 
Nan paralu pulo kito paratikan adolah kalimaik "PENELITIAN dilakukan 
berdasarkan 
asumsi bahwa etnis Minangkabau tidak hanya
menganut sistem kekerabatan matrilineal, tetapi juga matriarkat yang berarti 
kekuasaan 
berada pada perempuan.

Sakian dari ambo, parintang-rintang malakik sanjo, karano alah banyak bana 
surek nan 
masuak nan alun babukak, sajak dari pagi cako mambaco, alun salasai juo li
 
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
 
Bandaro Labiah
kulun-kulun = dikunyah-kunyah / diputa-puta dalam arang dulu

   
  

"Dr.Saafroedin BAHAR" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  
Assalamualaikum w.w. Bu Isna,

Sacaro kabatulan ambo alah mambaco buku hasil riset
Dra Lusi Herlina itu, dan kabatulan pulo ambo kenal jo
baliau.

Kini baliau manjadi anggota Perwakilan Komnas HAM
Sumatera Barat dan anggota Panitia Pengarah Semiloka
Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di FH Unand, tanggal
19-21 Juni nan ka datang.

Wassalam,
Saafroedin Bahar

--- Isna Huriati wrote:

> 
> /FYI/
> 
>
http://kompas.com/kompas-cetak/0407/19/swara/1137115.htm
> Hasil Penelitian LP2M
> /Peran Bundo Kanduang Dilemahkan dalam Sistem Adat
> Minangkabau /
> 
> KEDUDUKAN sosial perempuan Minangkabau telah banyak
> dikaji dan menarik 
> perhatian berbagai kalangan. Penelitian terbaru
> dilakukan Lusi Herlina 
> dan kawan-kawan dari Lembaga Pengkajian dan
> Pemberdayaan Masyarakat 
> (LP2M) Padang tahun 2003, dan laporan penelitian
> tersebut diterbitkan 
> dalam buku Partisipasi Politik Perempuan Minang
> dalam Sistem Masyarakat 
> Matrilineal (Penerbit LP2M dan The Asia Foundation,
> November 2003, xviii 
> + 107 halaman).
> 
> PENELITIAN dilakukan berdasarkan asumsi bahwa etnis
> Minangkabau tidak 
> hanya menganut sistem kekerabatan matrilineal,
> tetapi juga matriarkat 
> yang berarti kekuasaan berada pada perempuan. Posisi
> perempuan 
> Minangkabau dinilai "superior", lebih berkuasa
> dibandingkan dengan 
> perempuan dari suku lainnya di Indonesia. Karena
> itu, isu-isu kesetaraan 
> dan keadilan jender dianggap tidak relevan
> dibicarakan di Minangkabau. 
> Tidak ada subordinasi perempuan di Sumatera Barat
> (Sumbar), yang terjadi 
> adalah subordinasi laki-laki.
> 
> Ada kalangan yang bersikap kritis terhadap pendapat
> di atas. Menurut 
> Hayati Nizar, pengamat masalah perempuan di Padang,
> masyarakat 
> Minangkabau cenderung terbuai dengan "posisi
> imajinasi" yang menempatkan 
> perempuan pada posisi yang tinggi dengan segala
> atribut yang 
> disandangkan kepada mereka.
> 
> Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat
> Minangkabau meskipun 
> menganut sistem matrilineal, sistem kekuasaannya
> tidak matriarkal. 
> Kekuasaan formal, baik secara tradisional maupun
> modern, tetap dipegang 
> oleh laki-laki.
> 
> Dilukiskan, mamak menjadi pemimpin dalam wilayah
> rumah tangga saparuik 
> (satu perut, satu ibu). Datuak menjadi pemimpin
> dalam wilayah kaumnya 
> (satu nenek). Penghulu menjadi pemimpin suku (satu
> nenek moyang) dalam 
> sebuah wilayah genealogis. Wali nagari pemegang
> kekuasaan formal di nagari.
> 
> Menurut Lusi Herlina, hukum adat Minangkabau
> menempatkan perempuan 
> sebagai pewaris dan pemilik sah pusaka. Namun,
> hampir di semua wilayah 
> Sumbar terdapat kasus di mana mamak (saudara laki-
> laki dari pihak ibu) 
> mendominasi dan mengambil alih beberapa kewenangan
> strategis yang secara 
> ideal normatif menjadi hak perempuan.
> 
> "Hak kepemilikan pusaka yang secara sah berada di
> bawah kekuasaan 
> perempuan sering kali tidak berlaku efektif.
> Kekuasaan dan intervensi 
> mamak sangat kuat dalam pengambilan keputusan
> terhadap harta pusaka 
> tinggi. Fenomena ini

[EMAIL PROTECTED] Re: Bundo Kanduang

2007-06-09 Terurut Topik Dr.Saafroedin BAHAR

Assalamualaikum w.w. Bu Isna,

Sacaro kabatulan ambo alah mambaco buku hasil riset
Dra Lusi Herlina itu, dan kabatulan pulo ambo kenal jo
baliau.

Kini baliau manjadi anggota Perwakilan Komnas HAM
Sumatera Barat dan anggota Panitia Pengarah Semiloka
Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di FH Unand, tanggal
19-21 Juni nan ka datang.

Wassalam,
Saafroedin Bahar

--- Isna Huriati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> 
> /FYI/
> 
>
http://kompas.com/kompas-cetak/0407/19/swara/1137115.htm
> Hasil Penelitian LP2M
> /Peran Bundo Kanduang Dilemahkan dalam Sistem Adat
> Minangkabau /
> 
> KEDUDUKAN sosial perempuan Minangkabau telah banyak
> dikaji dan menarik 
> perhatian berbagai kalangan. Penelitian terbaru
> dilakukan Lusi Herlina 
> dan kawan-kawan dari Lembaga Pengkajian dan
> Pemberdayaan Masyarakat 
> (LP2M) Padang tahun 2003, dan laporan penelitian
> tersebut diterbitkan 
> dalam buku Partisipasi Politik Perempuan Minang
> dalam Sistem Masyarakat 
> Matrilineal (Penerbit LP2M dan The Asia Foundation,
> November 2003, xviii 
> + 107 halaman).
> 
> PENELITIAN dilakukan berdasarkan asumsi bahwa etnis
> Minangkabau tidak 
> hanya menganut sistem kekerabatan matrilineal,
> tetapi juga matriarkat 
> yang berarti kekuasaan berada pada perempuan. Posisi
> perempuan 
> Minangkabau dinilai "superior", lebih berkuasa
> dibandingkan dengan 
> perempuan dari suku lainnya di Indonesia. Karena
> itu, isu-isu kesetaraan 
> dan keadilan jender dianggap tidak relevan
> dibicarakan di Minangkabau. 
> Tidak ada subordinasi perempuan di Sumatera Barat
> (Sumbar), yang terjadi 
> adalah subordinasi laki-laki.
> 
> Ada kalangan yang bersikap kritis terhadap pendapat
> di atas. Menurut 
> Hayati Nizar, pengamat masalah perempuan di Padang,
> masyarakat 
> Minangkabau cenderung terbuai dengan "posisi
> imajinasi" yang menempatkan 
> perempuan pada posisi yang tinggi dengan segala
> atribut yang 
> disandangkan kepada mereka.
> 
> Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat
> Minangkabau meskipun 
> menganut sistem matrilineal, sistem kekuasaannya
> tidak matriarkal. 
> Kekuasaan formal, baik secara tradisional maupun
> modern, tetap dipegang 
> oleh laki-laki.
> 
> Dilukiskan, mamak menjadi pemimpin dalam wilayah
> rumah tangga saparuik 
> (satu perut, satu ibu). Datuak menjadi pemimpin
> dalam wilayah kaumnya 
> (satu nenek). Penghulu menjadi pemimpin suku (satu
> nenek moyang) dalam 
> sebuah wilayah genealogis. Wali nagari pemegang
> kekuasaan formal di nagari.
> 
> Menurut Lusi Herlina, hukum adat Minangkabau
> menempatkan perempuan 
> sebagai pewaris dan pemilik sah pusaka. Namun,
> hampir di semua wilayah 
> Sumbar terdapat kasus di mana mamak (saudara laki-
> laki dari pihak ibu) 
> mendominasi dan mengambil alih beberapa kewenangan
> strategis yang secara 
> ideal normatif menjadi hak perempuan.
> 
> "Hak kepemilikan pusaka yang secara sah berada di
> bawah kekuasaan 
> perempuan sering kali tidak berlaku efektif.
> Kekuasaan dan intervensi 
> mamak sangat kuat dalam pengambilan keputusan
> terhadap harta pusaka 
> tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan
> Minangkabau 
> sesungguhnya tidak memiliki kontrol terhadap sumber
> daya, seperti tanah 
> dan harta pusaka tinggi lainnya," tandasnya.
> 
> BUNDO Kanduang adalah institusi perempuan yang
> sangat penting dalam 
> budaya Minangkabau. Bundo Kanduang merupakan tokoh
> yang berasal dari 
> dunia mitos. Selain Bundo Kanduang, Minangkabau juga
> menyimpan nama-nama 
> yang sesungguhnya berasal dari mitos, yakni Mande
> Rubiah.
> 
> Bundo Kanduang digambarkan sebagai perempuan yang
> bijaksana. Masih 
> diceritakan dalam Tambo, Bundo Kanduang ditampilkan
> sebagai seorang 
> pemimpin yang sangat menentukan jalannya roda
> pemerintahan. Sebagai 
> perempuan, ia tidak hanya penyejuk dalam pertemuan,
> bukan juga 
> bunga-bunga penghias taman, ataupun pelengkap saja.
> Akan tetapi, Bundo 
> Kanduang memiliki tempat sejajar dengan elite
> lainnya dalam pemerintahan 
> Kerajaan Pagaruyuang sehingga pikirannya menentukan
> kebijakan yang 
> diambil kerajaan.
> 
> Sejarawan Taufik Abdullah, sebagaimana dikutip Lusi
> Herlina, punya 
> pandangan yang cenderung bertolak belakang tentang
> posisi Bundo 
> Kanduang. Taufik menyatakan bahwa memang Bundo
> Kanduang sebagai sumber 
> kebijakan, namun ia tidak memiliki peranan dalam
> pengambilan keputusan 
> karena ia bukanlah orang yang memegang jabatan resmi
> dalam hierarki 
> kekuasaan dalam sistem politik Minangkabau. Pada
> gilirannya, ia tetap 
> saja sebagai simbol percaturan politik karena tidak
> memiliki kekuasaan.
> 
> Meski tidak memiliki kekuasaan secara formal, Bundo
> Kanduang tetap saja 
> menjadi komponen yang harus dilibatkan dalam proses
> pengambilan keputusan.
> 
> Lusi menjelaskan, dalam perkembangan sejarah
> Minangkabau selanjutnya, 
> Bundo Kanduang kemudian dipahami sebagai tokoh
> perempuan dalam suku/kaum 
> yang menjadi pemimpin dalam Rumah Gadang. Dia adalah
> perempuan yang 
> disegani, dihormati, dan dim