Re: [R@ntau-Net] Re: (OOT) Sindrom Rajjal: Saat Hasrat Berkuasa Mengubah Jiwa

2015-06-12 Terurut Topik Akmal Nasery Basral
Samo-samo Pak Asmardi.
Silakan disebarkan kepada yang lain jika dirasakan bermanfaat.

Wassalam,

ANB

Pada 12 Juni 2015 17.52, asmardi.a...@rantaunet.org 
asmardi.a...@rantaunet.org menulis:


 Assalamu'alaikum wr wb.


 Subhanallah,  ini info yang sangat bermanfaat, menjadi pengetahuan baru
 yang belum  pernah terdengar sebelumnya.
 Agak nya tokoh2 yang muncul sekarang di NKRI banyak yang mirip dengan
 tokoh model Rajjal ini, baik dikalangan ulama maupun dikalangan elit
 politik dengan segala bentul variabelnya.

 Terimakasih nakan ANB atas infonya, mohon ijin disharing kepada yang lain.

 Wassalam,
 AA .



 Pada Jumat, 29 Mei 2015 07.57.41 UTC+7, Akmal Nasery Basral menulis:

 *SINDROM RAJJAL:*
 SAAT HASRAT BERKUASA MENGUBAH JIWA

 Saya menyebut gejala ini sebagai Sindrom Rajjal (Rajjal Syndrome) --
 istilah yang mungkin belum pernah digunakan siapa pun sebelumnya. Namun
 mereka yang berkutat dengan sejarah Islam di masa Nabi Muhammad Saw hidup,
 mengetahui bahwa meski hampir seluruh individu yang dididik langsung oleh
 Rasul tetap berpegang teguh pada ajaran yang mereka terima sampai mati,
 ternyata ada juga sosok yang menikung mengambil jalan berbeda.

 Nama lelaki itu adalah Rajjal bin Unfuwwah, seorang lelaki dari Yamamah.

 Rajjal yang pernah duduk langsung di dalam Majelis Nabi, menjadi salah
 seorang murid langsung Madrasah Rasulullah, dan menjadi tumpuan harapan Al
 Amin sebagai da'i pilihan yang akan membawa cahaya kebenaran bagi rakyat
 Yamamah, ternyata saat dikirim lagi ke wilayah tersebut secara perlahan
 justru larut dalam pengaruh Musailamah -- tokoh lokal Yamamah yang justru
 menjadi awal target dakwahnya.

 Musailamah seorang Macchiavellian. Dia bukan tak melihat bagaimana Islam
 terus berkembang dan bisa menggeroti pengaruhnya. Maka dia menyusun
 rencana, menghadap Nabi di Madinah dengan satu usulan: bersedia masuk Islam
 asal dirinya dinyatakan juga sebagai Nabi untuk wilayah Yamamah.

 Ketika Nabi menolak usul power sharing itu, Musailamah yang mutung
 kembali ke wilayahnya, dan mengumumkan diri sebagai nabi yang lebih hebat
 dari Muhammad. Bahkan dalam surat-surat resminya dengan Nabi Muhammad,
 Musailamah pun tak ragu lagi memposisikan dirinya sebagai nabi yang setara.
 Dan Nabi Saw membalasnya dengan sebutan pendek: Musailamah Sang Pendusta
 (Musailamah Al Kadzdzab).

 Maka, kepada orang seperti itulah Rasulullah mengirim Rajjal bin Unfuwah,
 seorang mubaligh muda yang energetik, cerdas, dan orator ulung yang setiap
 katanya mampu menyihir pendengar.

 Para sahabat di Madinah optimistis Rajjal bisa mempengaruhi Musailamah.
 Namun keadaan di lapangan justru berlangsung sebaliknya. Rajjal malah
 tunduk pada pengaruh Musailamah dan menyebar dusta kepada rakyat Yamamah
 bahwa Nabi Muhammad sudah memberikan restu kepada Musailamah sebagai nabi
 pendamping. Akibatnya banyak orang awam yang terpengaruh, dan bergabung
 mendukung Musailamah. Rajjal sendiri naik pangkat menjadi tangan kanan
 Musailamah. Bertiga dengan Muhkam bin Thufail, mereka menjadi semacam
 triumvirat penguasa Yamamah dengan Musailamah berada di puncak segitiga.

 Takdir Ilahi menetapkan Nabi Muhammad lebih dulu wafat sebelum masalah
 Yamamah terselesaikan. Khalifah pertama Abu Bakar r.a. yang menjadi
 pelanjut kepemimpinan, mengambil tindakan tegas terhadap kubu Yamamah yang
 sedang girang karena merasa kekuasaan dan pengaruh mereka akan terus
 membesar sepeninggal Nabi. Konflik pecah dan meletus menjadi pertempuran
 sengit.

 Di peristiwa itu pula hidup Rajjal berakhir tragis di tangan Zaid bin
 Khattab, kakak Umar bin Khattab, yang sudah mempersiapkan dirinya secara
 khusus untuk menumpas para pemalsu kenabian, dan Allah wujudkan
 keinginannya.

 Satu pertanyaan menggoda akan muncul di kepala kita: apakah Nabi Muhammad
 yang selalu dibimbing wahyu dari langit tidak pernah mengira bahwa Rajjal
 akan berubah arah, dari seorang da'i pilihan menjadi orang yang berganti
 haluan?

 Nabi ternyata tahu, seperti juga seorang sahabat lain bernama Abu
 Hurairah. Hanya saja Abu Hurairah tidak terlalu yakin akan pengetahuannya,
 atau lebih tepatnya lagi, hatinya penuh ketakutan karena bisa saja dirinya
 yang berada di posisi Rajjal.

 Penyebabnya adalah sebuah peristiwa bertahun-tahun sebelumnya, ketika
 mereka masih mengaji bersama. Saat itu di sebuah majelis kajian yang
 dihadiri Rajjal, Abu Hurairah dan beberapa sahabat lain, Nabi tiba-tiba
 bersabda, Sesungguhnya ada di antara kalian yang gigi gerahamnya di neraka
 lebih besar dari Gunung Uhud.

 Kalimat itu terpatri erat di benak Abu Hurairah. Awalnya tidak terlalu
 mengganggunya karena yang mendengarkan ucapan Nabi itu cukup banyak. Tetapi
 ketika satu persatu sahabat Nabi yang duduk pada majelis hari itu wafat
 secara terhormat sebagai pembela Islam, lalu Nabi pun wafat, hanya tinggal
 dua orang saja yang tersisa: Rajjal dan dirinya.

 Abu Hurairah cemas luar biasa jika nubuat Nabi itu ternyata tentang
 dirinya. Karena kata-kata Nabi selalu terbukti benar. Siapakah yang 

[R@ntau-Net] Re: (OOT) Sindrom Rajjal: Saat Hasrat Berkuasa Mengubah Jiwa

2015-06-12 Terurut Topik asmardi.a...@rantaunet.org

Assalamu'alaikum wr wb.


Subhanallah,  ini info yang sangat bermanfaat, menjadi pengetahuan baru 
yang belum  pernah terdengar sebelumnya. 
Agak nya tokoh2 yang muncul sekarang di NKRI banyak yang mirip dengan tokoh 
model Rajjal ini, baik dikalangan ulama maupun dikalangan elit politik 
dengan segala bentul variabelnya.

Terimakasih nakan ANB atas infonya, mohon ijin disharing kepada yang lain.

Wassalam,
AA . 



Pada Jumat, 29 Mei 2015 07.57.41 UTC+7, Akmal Nasery Basral menulis:

 *SINDROM RAJJAL:*
 SAAT HASRAT BERKUASA MENGUBAH JIWA

 Saya menyebut gejala ini sebagai Sindrom Rajjal (Rajjal Syndrome) -- 
 istilah yang mungkin belum pernah digunakan siapa pun sebelumnya. Namun 
 mereka yang berkutat dengan sejarah Islam di masa Nabi Muhammad Saw hidup, 
 mengetahui bahwa meski hampir seluruh individu yang dididik langsung oleh 
 Rasul tetap berpegang teguh pada ajaran yang mereka terima sampai mati, 
 ternyata ada juga sosok yang menikung mengambil jalan berbeda.

 Nama lelaki itu adalah Rajjal bin Unfuwwah, seorang lelaki dari Yamamah.

 Rajjal yang pernah duduk langsung di dalam Majelis Nabi, menjadi salah 
 seorang murid langsung Madrasah Rasulullah, dan menjadi tumpuan harapan Al 
 Amin sebagai da'i pilihan yang akan membawa cahaya kebenaran bagi rakyat 
 Yamamah, ternyata saat dikirim lagi ke wilayah tersebut secara perlahan 
 justru larut dalam pengaruh Musailamah -- tokoh lokal Yamamah yang justru 
 menjadi awal target dakwahnya.

 Musailamah seorang Macchiavellian. Dia bukan tak melihat bagaimana Islam 
 terus berkembang dan bisa menggeroti pengaruhnya. Maka dia menyusun 
 rencana, menghadap Nabi di Madinah dengan satu usulan: bersedia masuk Islam 
 asal dirinya dinyatakan juga sebagai Nabi untuk wilayah Yamamah.

 Ketika Nabi menolak usul power sharing itu, Musailamah yang mutung 
 kembali ke wilayahnya, dan mengumumkan diri sebagai nabi yang lebih hebat 
 dari Muhammad. Bahkan dalam surat-surat resminya dengan Nabi Muhammad, 
 Musailamah pun tak ragu lagi memposisikan dirinya sebagai nabi yang setara. 
 Dan Nabi Saw membalasnya dengan sebutan pendek: Musailamah Sang Pendusta 
 (Musailamah Al Kadzdzab).

 Maka, kepada orang seperti itulah Rasulullah mengirim Rajjal bin Unfuwah, 
 seorang mubaligh muda yang energetik, cerdas, dan orator ulung yang setiap 
 katanya mampu menyihir pendengar.

 Para sahabat di Madinah optimistis Rajjal bisa mempengaruhi Musailamah. 
 Namun keadaan di lapangan justru berlangsung sebaliknya. Rajjal malah 
 tunduk pada pengaruh Musailamah dan menyebar dusta kepada rakyat Yamamah 
 bahwa Nabi Muhammad sudah memberikan restu kepada Musailamah sebagai nabi 
 pendamping. Akibatnya banyak orang awam yang terpengaruh, dan bergabung 
 mendukung Musailamah. Rajjal sendiri naik pangkat menjadi tangan kanan 
 Musailamah. Bertiga dengan Muhkam bin Thufail, mereka menjadi semacam 
 triumvirat penguasa Yamamah dengan Musailamah berada di puncak segitiga.

 Takdir Ilahi menetapkan Nabi Muhammad lebih dulu wafat sebelum masalah 
 Yamamah terselesaikan. Khalifah pertama Abu Bakar r.a. yang menjadi 
 pelanjut kepemimpinan, mengambil tindakan tegas terhadap kubu Yamamah yang 
 sedang girang karena merasa kekuasaan dan pengaruh mereka akan terus 
 membesar sepeninggal Nabi. Konflik pecah dan meletus menjadi pertempuran 
 sengit.

 Di peristiwa itu pula hidup Rajjal berakhir tragis di tangan Zaid bin 
 Khattab, kakak Umar bin Khattab, yang sudah mempersiapkan dirinya secara 
 khusus untuk menumpas para pemalsu kenabian, dan Allah wujudkan 
 keinginannya.

 Satu pertanyaan menggoda akan muncul di kepala kita: apakah Nabi Muhammad 
 yang selalu dibimbing wahyu dari langit tidak pernah mengira bahwa Rajjal 
 akan berubah arah, dari seorang da'i pilihan menjadi orang yang berganti 
 haluan?

 Nabi ternyata tahu, seperti juga seorang sahabat lain bernama Abu 
 Hurairah. Hanya saja Abu Hurairah tidak terlalu yakin akan pengetahuannya, 
 atau lebih tepatnya lagi, hatinya penuh ketakutan karena bisa saja dirinya 
 yang berada di posisi Rajjal.

 Penyebabnya adalah sebuah peristiwa bertahun-tahun sebelumnya, ketika 
 mereka masih mengaji bersama. Saat itu di sebuah majelis kajian yang 
 dihadiri Rajjal, Abu Hurairah dan beberapa sahabat lain, Nabi tiba-tiba 
 bersabda, Sesungguhnya ada di antara kalian yang gigi gerahamnya di neraka 
 lebih besar dari Gunung Uhud.

 Kalimat itu terpatri erat di benak Abu Hurairah. Awalnya tidak terlalu 
 mengganggunya karena yang mendengarkan ucapan Nabi itu cukup banyak. Tetapi 
 ketika satu persatu sahabat Nabi yang duduk pada majelis hari itu wafat 
 secara terhormat sebagai pembela Islam, lalu Nabi pun wafat, hanya tinggal 
 dua orang saja yang tersisa: Rajjal dan dirinya.

 Abu Hurairah cemas luar biasa jika nubuat Nabi itu ternyata tentang 
 dirinya. Karena kata-kata Nabi selalu terbukti benar. Siapakah yang akan 
 memiliki geraham lebih besar dari Gunung Uhud di neraka nanti? Abu Hurairah 
 semakin dicekam ketakutan yang menyandera. Hatinya baru tenang