Kelapa Gading 1 Agustus 2015 Assalamualaikum w.wAngku2/ Bapak2/ Ibu2 saratu
dunsanakdi palanta nan ambo hormati Ambo sangat setuju dengan apa yangdi
sampaikan oleh Bapak Akmal Nasey Basral, tentang wacana DIM ko, ambo
inginmenembahkan Sbb:1. Memang seharusnya jika inginmemperjuangkan daerah
istimewa, perjuangkanlah untuk wilayah admistratif Sumatera Barat, tidak
membawa-bawa wilayah etnisMinangkabau.2. Wilayah Minangkabau itu sudah
istimewa sejak dari dulu, denganABS-SBKnya, sistem kekerabatan Matrilinial,
system sako pusako, budi yangmerupakan rohnya Adat Minangabau, ( jikaseseorang
tidak berbudi maka akan ilang M nya maka tinggal K) dan lawehwilayahnyo dll.3.
Jika tetap di paksakan, maka akanbanyak wilayah Etnis Minangkabau yang akan
hilang, dan ini tentu bertentangandengan prinsip aturan adat Minangkabau,
jangankan melenyapkan wilayah, manjuamangagadai sajo tidak dibenarkan, jika
tidak di dukung oleh alasan yang kuat4. Jika ini terjadi pasti akan
banyakruginya, duo wilayah nan gadang di jadikan ciek, dan nan ciek ko ketek
pulo,alun lo tantu kasalasai. Seharusnya, dari punyo ciek nan ketek pengin
punyo nangadang, dari punyo ciek pingin punyo duo, iko nan biasonyo balaku
umum.5. Ambo sangat indak mangarati apokiro-kiro nan manjadi alasan bagi
pemerkasa untuk membuat DIM ko, sebab 17alasan nan di kemukakan itu, sangat
lemah, tetapi tanggapan-tanggapan nandiberikan terhadap hal tersebut tidak
pernah mendapat jawapan daribeliau-beliau itu, kito sangat menunggu jawabannyo,
“kok kato mintak di jawab gayung mintak disambuik”Demikianlah ambo
sampaikan, mohonmaaf bilo ado kasalahan dan terima kasih ateh sagalo paratian.
Wassalam, Azmi Dt.Bagindo (63) Sekum LAKM Jkt
Pada Rabu, 29 Juli 2015 12:27, Akmal Nasery Basral
menulis:
Iyo MakNgah, sebetulnya tentang DIM (Daerah Istimewa Madura) ini hanya
intermeso saja.
Tetapi kalau akronim DIM ini mau dikaji lebih serius berdasarkan "konvensi
penamaan" Daerah Istimewa, Daerah Khusus dan Otonomi Khusus yang sudah ada
selama ini, maka sebelumnya akronim DIM lebih cocok untuk Daerah Istimewa
Madura, bukan Daerah Istimewa Minangkabau. Untuk yang terakhir lebih cocok
sebutan Daerah Istimewa Sumatra Barat.Dan ini alasannya:
1. Pola penamaan DI itu kalau kita cermati benar, sebetulnya mengacu pada
wilayah admistratif, bukan pada etnis yang berdiam pada wilayah administratif
itu. Contohnya: Daerah Istimewa Jogjakarta (mengacu pada wilayah administratif,
bukan Daerah Istimewa Jawa, yang menjadi etnis dominan), atau Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (bukan Daerah Khusus Betawi).
2. Kalau pun ada nama DI yang sepintas mengacu pada nama etnis seperti DI Aceh
atau DI (Otsus) Papua, maka alasan utamanya adalah karena nama provinsi mereka
pun SAMA dengan nama etnis dominan yang turun temurun bermukim di wilayah
administratif itu. Seperti kita ketahui, untuk Aceh, misalnya, ada sedikitnya
12 suku di sana (yang origin, selain suku Aceh sendiri, seperti suku Alas,
Gayo, dll).
Dengan kata lain, KELIRU jika menafsirkan nama DI Aceh itu mengacu pada ETNIS
Aceh, karena sesungguhnya nama itu mengacu pada wilayah administratif Aceh di
masa silam (sebelum namanya kini menjadi lebih panjang: Nanggroe Aceh
Darussalam).
3. Bisa juga kita hipotesiskan, sebagai contoh saja, sekiranya ada semangat
yang sama dari warga Sumatra Utara atau Sulawesi Selatan untuk membentuk Daerah
Istimewa juga. Seandainya keinginan itu gol, kira-kira nama apa yang akan
mereka pakai:A. Daerah Istimewa Batak dan Daerah Istimewa Makassar/Bugis,
atauB. Daerah Istimewa Sumatra Utara dan Daerah Istimewa Sulawesi Selatan?
Jawabannya sederhana: dengan mengikuti konvensi penamaan pada poin 1 dan 2,
sudah jelas jawabannya B. Nama yang akan muncul adalah DI Sumatra Utara dan DI
Sulawesi Selatan.
Karena itulah dengan melihat pola ini, akronim DIM akan lebih cocok digunakan
oleh Daerah Istimewa Madura tersebab mengacu pada nama wilayah administratif,
yang kebetulan sama dengan nama mayoritas etnis penghuni, layaknya dalam contoh
DI Aceh.
Nama DIM untuk Daerah Istimewa Minangkabau, berdasarkan contoh-contoh di atas,
justru tidak pas karena seharusnya bernama Daerah Istimewa Sumatra Barat,
apalagi jelas yang diinginkan adalah bahwa bagian wilayah provinsi Sumbar
sebelum ini pun seperti Mentawai tetap berada dalam wilayah Daerah Istimewa
yang diinginkan.
Sebetulnya, kekaburan memaknai konsep nama Daerah Istimewa ini (bukan konsep
legalitas hukum dalam UUD Ps. 18 yang berulangkali disampaikan para pengusung
"DIM") ini yang membuat selalu muncul dua pertanyaan utama:1. Kalau namanya
Daerah Istimewa Minangkabau, nanti Mentawai bagaimana karena mereka bukan suku
Minang?2. Kalau namanya DI Minangkabau, bagaimana pula dengan suku Minangkabau
yang bermukim di LUAR wilayah Sumbar yang tersebar dari Riau sampai Malaysia?
Walhasil, para pengusung konsep DIM kerepotan sendiri menjelaskan dua
pertanyaan yang berkelindan di atas, dengan jawaban akhir selalu: DIM t