Uda Nofend dan dunsanak di Palanta n.a.h,
Andri ingin sato mengomentari berita dari koran Singgalang yg uda posting ini.
Bukan maksud menjadi jurubicara Pemda Sumbar, tapi labiah sekedar ma agiah info
berimbang agar bisa menjadi bahan renungan awak basamo2.
Kondisi jalan yg macet saat lebaran memang selalu terjadi berulang setiap
tahun. Bahkan disinyalir tahun kini labiah parah.
Perantau mengeluhkan ndak ado jalan alternatif, atau minta diefektifkan jalan
Malalak. Sebagai informasi, jalan dari Simpang Koto Mambang ka Balingka atau yg
labiah dikenal sbg jalan Simaka (Sicincin-Malalak-Balingka) alah bisa dilalui
dg aman. Bahkan di kawasan Malalak alah dipasang lampu penerangan jalan tenaga
surya. Bukit2 batu di Balingka (Bukik Apik) pun alah diatasi pihak PU Sumbar.
Di kawasan Malalak yg ado jalan sampik alah dipaleba. Singkeknyo, jalan
alternatif Simaka alah ready to use oleh pengguna jalan yg ndak nio terjebak di
kawan Lembah Anai.
Selanjutnya, Pemprov Sumbar pun alah mamikia kan jalan alternatif yg lain di
wilayah Padang Pariaman terutama jalan lintas Padang-Bukittinggi (sekitar Pasa
Usang-Lubuk Alung-Sicincin) dg jalan Lingkar Lubuk Alung. Jalan iko dlm
progress sekitar 30% (proyek ko multiyear sekitar 5 tahun). Jalan ko di mulai
dari Pasa Usang belok kanan dari arah Padang, melewati Lubuk Alung dari sisi
kanan dan berakhir melewati pasa Sicincin.
Jalan lingka ko memiliki 4 jembatan yg sadang dibangun. Perkiraan jembatan ko
salasai tahun 2014. Samantaro jalannyo sendiri akan diaspal tahun 2015. Panjang
jalan ko sekitar 20 Km dan lebar 20 meter. Salah satu ruas jalan tu melintasi
kantor Bupati Padang Pariaman di Parit Malintang.
Kesimpulan dari tanggapan Andri ko adolah: Pemprov Sumbar beserta Pemkab/Pemko
yg ado sangat memperhatikan keluhan masyarakat/perantau terhadap fasilitas
jalan raya. Namun, tentu disalasaikan sesuai kondisi keuangan/anggaran yg ado
dan hasil loby ka Pemerintah pusat.
Dorongan, bantuan dan loby perantau membantu Pemerintah Daerah ikut membangun
kampuang sangaiklah diharapkan. Hal iko taraso di Kab. Padang Pariaman yg
sangat disokong oleh perantau yg tergabung dlm PKDP dan ormas perantau lainnyo.
Sedemikian dulu tanggapan dari Andri sekedar berbagi info agar berimbang.
Andri
L/42/Koto/Padang Pariaman
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-Original Message-
From: "Nofend St. Mudo"
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Wed, 20 Aug 2014 17:34:46
To: RN - Palanta RantauNet
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [R@ntau-Net] Perantau Bawa Cerita Kurang Enak dari Sumbar
Singgalang | August 20, 2014 11:46 am | Published by Admin | No comment
JAKARTA – Para perantau yang pulang kampung saat Idul Fitri 1435 H lalu
membawa beragam cerita saat kembali ke perantauan. Tidak terkecuali cerita
kurang mengenakkan saat liburan seusai Idul Fitri.
Pemerintah daerah di Sumbar dinilai tidak belajar dari kejadian tahun lalu,
terutama dalam hal penataan transportasi dan tata kota. Perantau yang ingin
menghabiskan waktu liburannya dengan efektif, harus terjebak dalam
kemacetan yang mengular dan memakan waktu hingga berjam-jam.
Seperti yang disampaikan Daswil Bakar, tokoh perantau di Papua. Menurut
perantau asal Padang ini, kejadian seperti ini sudah berulang kali terjadi,
tapi pemerintah daerah seakan membiarkan dan tidak mencarikan solusi yang
tepat.
“Para perantau ingin menghabiskan waktunya yang terbatas dengan efektif.
Tapi dengan kondisi jalan yang terus-menerus macet, tentu hanya akan
menghabiskan waktu di jalan. Ini sudah terjadi sejak beberapa tahun
belakangan, kenapa pemerintah daerah seakan tidak mencarikan solusi,” ujar
Daswil beberapa waktu lalu.
Mantan Ketua Ikatan Keluarga Minang Saiyo (IKMS) Papua ini menyebutkan,
perlu kerja sama antar pemerintah kabupaten/kota yang difasilitasi
pemerintah provinsi. Kalau tidak ada langkah nyata, kemacetan yang terjadi
tiap lebaran akan menjadi momok yang membuat Sumbar akan sepi kunjungan.
“Bayangkan saja, untuk Padang-Bukittinggi bisa menghabiskan waktu hingga 8
jam. Begitu juga dengan Payakumbuh-Bukittinggi yang bisa 5 jam,” jelasnya.
Dengan kondisi seperti ini, lanjut Daswil, maka kerugian yang muncul akan
sangat banyak. Mulai dari kerugian ekonomi, waktu, hingga kepercayaan
masyarakat. Seharusnya pemerintah menyiapkan jalan alternatif yang menjadi
solusi kemacetan, atau mengefektifkan jalan yang sudah direncanakan seperti
Malalak.
“Kita butuh manajemen pengelolaan yang baik. Kalau tidak, jangankan
wisatawan, perantau juga akan malas pulang kampung. Bisa dibayangkan,
setiap tahun berapa uang yang dibawa perantau saat mudik. Jumlah uang itu
sangat bisa membantu perekonomian, jika infrastruktur penunjang juga baik,”
kata Daswil.
Dicontohkannya, banyak yang mau ke Bukittinggi untuk berbelanja tapi tidak
jadi karena sudah sore sampai di sana. Selain itu, untuk berhenti juga
susah karena tempat parkir sangat kurang. Dengan kejadian seperti itu,
berapa kerugian yang diderita para pedagang.
Kekecewaan j