Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi
DaMal Mama Fatma adalah Fatma Pasha, yg mana diceritakan msh keturunan Kara Mustafa Pasha Adegan lagi seru film habisbasambuang...jd terkesan seperti sinetron Kasihan mamaku antri jam 4 dpt jam 7 terkantuk2 jadinyaakhirnya...minta beliin novelnya Renny.Bintara Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan anak-anak di akhia pakan. Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo). Tapi ambo mamiliah maajak anak-anak ambo manonton 99 Cahaya yang berasal dari buku berjudul sama karya Hanum Rais Rangga Almahendra. Iko buku cukuik laris meski ambo alun sampek mambaco pulo. Nan ambo tahu cumo sapotong data: Hanum Rais adolah putri Amien Rais. Masuak bioskop, ambo caliek katigo wajah putri ambo indak talalu basumangek. Mereka pikir seperti Ketika Cinta Bertasbih, bisiak istri ambo. KCB bukan berarti indak rancak, tapi memang kurang bisa dikunyah oleh anak SD-SMP. 1/ Adegan pertama dibuka. Sepotong wajah Wina, Austria, dengan segala kesibukan yang memerangkap Hanum (juga namanya sebagai tokoh film) yang sedang di kota itu mengikuti suaminya Rangga, kandidate doktor. Gambar tajam. Indah. Picturesque kalau meminjam istilah para penggemar kartu pos romantis. Lalu adegan pindah di sebuah kelas dengan guru perempuan (berbahasa Jerman) menjelaskan tentang salah satu fase kehadiran tentara Turki di bumi Eropa. Anak-anak mendengarkan, seorang anak lelaki bule yang jahil langsung mengolok-olok Ayse, bocah perempuan asal Turki yang berhijab. Ayse balas menunjuk teman (lelaki) lainnya yang mengenakan kupluk, macam penyanyi hip hop, kalau dia boleh pakai itu, kenapa saya tidak? katanya dengan suara kekanak-kanakan yang lantang. Baru beberapa menit itu saja suasana Eropa sudah hadir jauh lebih kuat dibandingkan dalam film Ainun Habibie karena para pemain lokal (berbahasa Jerman) tampil dengan porsi lebih intens. Ayse punya seorang ibu bernama Fatma Khan, perempuan muda cantik khas Turki yang ingin bekerja tapi selalu ditolak. Dan secara kebetulan, Hanum pernah melihat penolakan terhadap Fatma terjadi di depan matanya. Setelah Hanum dan Fatma berkenalan, di sebuah tempat kursus bahasa Jerman, Hanum bertanya apa yang menyebabkan Fatma sulit mendapat kerja padahal dia pintar? Fatma tersenyum sambil menunjuk hijabnya, mungkin karena ini. Hanum terpana. Dia sendiri tak berhijab. Sementara Rangga, suami Hanum, punya masalahnya sendiri di kampus (berkaitan dengan jadwal konsultasi dengan Profesor pembimbing yang selalu tabrakan dengan waktu shalat Jumat, kesulitan mendapatkan makanan halal, atau harus shalat di ruangan kampus berbarengan dengan mahasiswa Buddha yang sedang membakar shio), sisi lain cerita yang bergerak paralel adalah kesibukan baru Hanum bersama Fatma, yang makin sering jalan bersama. Satu ketika saat mereka minum kopi di sebuah cafe bersama Ayse, Hanum mendengar dua lelaki pirang di dekatnya meledek Turki, dan Islam, melalui croissant yang mereka makan. Hanum yang marah ingin langsung menegur, tapi Fatma menenangkan. Jangan. Saya punya cara lain untuk mengatasi soal ini. Kamu harus pelajari soal seperti ini, katanya seraya memanggil pelayan. (Untuk tidak menganggu pengalaman menonton yang lain, elemen kejutan dari adegan ini tak akan ambo ceritakan. Tapi indah sekali. Hanum tercengang melihat ide Fatma. Dan ambo rasa, penonton yang belum membaca buku aslinya pun, akan tercengang seperti ambo juga). Kelak, cara itu juga dilakukan Hanum terhadap tetangga apartemennya, juga seorang lelaki bule, yang sering menunjukkan rasa tidak senangnya terhadap kehadiran Hanum dan Rangga. Hanum semakin jauh masuk ke dalam lingkaran pertemanan Fatma dan kawan-kawannya, yang ternyata mendedikasikan diri mereka untuk menjadi duta Islam yang ramah bagi lingkungan. Slogan mereka, Be the best muslim agent. Spread the peace, dll. Dan mereka tak hanya bicara, juga membuktikannya. Dari Fatma barulah Hanum tahu, bahwa di Wina ada beberapa tempat bersejarah yang merupakan warisan kebesaran peradaban Islam. Mereka mengunjungi itu satu persatu. Dari Fatma pula Hanum mendapat informasi, bahwa segala informasi itu berasal dari Marion Latimer, seorang ilmuwan Prancis, mualaf, yang bekerja di Arab World Institute. Kelak menjelang pengujung film, Hanum bisa bertemu dengan Marion di Paris, dan peneliti itu mengajaknya ke Museum Louvre. Di tengah
RE: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi
Pak Kusie jo adidunsanak, Ambo alah mambaco buku Sakola Rimba ko beberapa bulan nan lewat. Banyak hal nan menarik untuk disimak disitu Sebab Si Bontet (Butet Manurung) menuliskan semua catatannyo ko pas kutiko setelah terjadi kisah tu waktu di rimbo. Seperti menulis diary. Satu hal nan ambo ingek bana adolah penghargaan Urang Rimba terhadap perempuan. Mereka sangat kaget dan tidak percaya katiko si Butet ko single dan dipadiakn sajo masuak rimbo tanpa pengawalan laki-laki. Hal nan sangat bertentangan jo adat dan adab rimba. Mereka tidak pernah membiarkan seorang perempuan berkeliaran keluar rumah tanpa didampingi sebab bagi mereka hal itu adalah perbuatan yg sangat kejam thd perempuan. Dan yang menggelikan lagi, perempuan bisa begitu sangat berkuasa akan suaminya sehingga apabila kembali dari berburu dan tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan akan dimaki habis-habisan dan ajaibnya si suami hanya menerimanya dengan ikhlas, sabar dan tetap menyayangi istri mereka. Sangat nampak kalau perempuan mendapat tempat khusus bagi masyarakat rimba. Walaupun ternyata Butet Kristen tapi inyo ndak nio urang rimbo jadi Kristen pulo, tapi hanyo nio urang rimba tu pintar tidak 'lolo' sehingga gampang dikerjain dan ditipu dek 'orang terang' bangsa awak nan beradab menurut awak ko. Dimano hal iko banyak terjadi katiko terjadi transaksi dagang jo mereka. Bahkan diceritakan di akhir buku kalau seorang muridnya yg pintar masuk Islam, dia ikut senang dan gembira walaupun dia tidak mengerti apakah itu baik dan bagus bagi mereka yang aslinya beragama Rimba. Btw, menyenangkan juo membaca yg ringan2 ko dan mokasih info film lainnyo yg direkomendaikan. Wassalam Rina, 36, Batam From: rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] On Behalf Of Akmal Nasery Basral Sent: Monday, December 16, 2013 2:23 PM To: rantaunet@googlegroups.com Subject: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan anak-anak di akhia pakan. Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo). -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting * Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup Google. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi
Tarimo kasih ateh koreksi Renny. Iyo bana, namonyo Fatma Pasha. Yang pakai fam Khan itu nan kawan si Rangga dari Pakistan. Wakatu si Fatma bilang inyo katurunan Kara Mustapha Pasha, anak ambo nan tangah nyeletuk, Jangan-jangan Pasha Ungu juga keturunan Kara Mustapha Pasha, keceknyo. Film tapaso dikuduang dek karano talampau panjang kalau adegan di Cordova Spanyol dijadikan satu, Ren. Wah, antrinyo lamo juo yo Ren. Kami kapatang alhamdulillah normal sajo, mungkin dek karano ado Soekarno nan diputa basamo. Wass, ANB Pada 16 Desember 2013 16.38, Renny Sy reni...@rantaunet.org menulis: DaMal Mama Fatma adalah Fatma Pasha, yg mana diceritakan msh keturunan Kara Mustafa Pasha Adegan lagi seru film habisbasambuang...jd terkesan seperti sinetron Kasihan mamaku antri jam 4 dpt jam 7 terkantuk2 jadinyaakhirnya...minta beliin novelnya Renny.Bintara Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan anak-anak di akhia pakan. Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo). Tapi ambo mamiliah maajak anak-anak ambo manonton 99 Cahaya yang berasal dari buku berjudul sama karya Hanum Rais Rangga Almahendra. Iko buku cukuik laris meski ambo alun sampek mambaco pulo. Nan ambo tahu cumo sapotong data: Hanum Rais adolah putri Amien Rais. Masuak bioskop, ambo caliek katigo wajah putri ambo indak talalu basumangek. Mereka pikir seperti Ketika Cinta Bertasbih, bisiak istri ambo. KCB bukan berarti indak rancak, tapi memang kurang bisa dikunyah oleh anak SD-SMP. 1/ Adegan pertama dibuka. Sepotong wajah Wina, Austria, dengan segala kesibukan yang memerangkap Hanum (juga namanya sebagai tokoh film) yang sedang di kota itu mengikuti suaminya Rangga, kandidate doktor. Gambar tajam. Indah. Picturesque kalau meminjam istilah para penggemar kartu pos romantis. Lalu adegan pindah di sebuah kelas dengan guru perempuan (berbahasa Jerman) menjelaskan tentang salah satu fase kehadiran tentara Turki di bumi Eropa. Anak-anak mendengarkan, seorang anak lelaki bule yang jahil langsung mengolok-olok Ayse, bocah perempuan asal Turki yang berhijab. Ayse balas menunjuk teman (lelaki) lainnya yang mengenakan kupluk, macam penyanyi hip hop, kalau dia boleh pakai itu, kenapa saya tidak? katanya dengan suara kekanak-kanakan yang lantang. Baru beberapa menit itu saja suasana Eropa sudah hadir jauh lebih kuat dibandingkan dalam film Ainun Habibie karena para pemain lokal (berbahasa Jerman) tampil dengan porsi lebih intens. Ayse punya seorang ibu bernama Fatma Khan, perempuan muda cantik khas Turki yang ingin bekerja tapi selalu ditolak. Dan secara kebetulan, Hanum pernah melihat penolakan terhadap Fatma terjadi di depan matanya. Setelah Hanum dan Fatma berkenalan, di sebuah tempat kursus bahasa Jerman, Hanum bertanya apa yang menyebabkan Fatma sulit mendapat kerja padahal dia pintar? Fatma tersenyum sambil menunjuk hijabnya, mungkin karena ini. Hanum terpana. Dia sendiri tak berhijab. Sementara Rangga, suami Hanum, punya masalahnya sendiri di kampus (berkaitan dengan jadwal konsultasi dengan Profesor pembimbing yang selalu tabrakan dengan waktu shalat Jumat, kesulitan mendapatkan makanan halal, atau harus shalat di ruangan kampus berbarengan dengan mahasiswa Buddha yang sedang membakar shio), sisi lain cerita yang bergerak paralel adalah kesibukan baru Hanum bersama Fatma, yang makin sering jalan bersama. Satu ketika saat mereka minum kopi di sebuah cafe bersama Ayse, Hanum mendengar dua lelaki pirang di dekatnya meledek Turki, dan Islam, melalui croissant yang mereka makan. Hanum yang marah ingin langsung menegur, tapi Fatma menenangkan. Jangan. Saya punya cara lain untuk mengatasi soal ini. Kamu harus pelajari soal seperti ini, katanya seraya memanggil pelayan. (Untuk tidak menganggu pengalaman menonton yang lain, elemen kejutan dari adegan ini tak akan ambo ceritakan. Tapi indah sekali. Hanum tercengang melihat ide Fatma. Dan ambo rasa, penonton yang belum membaca buku aslinya pun, akan tercengang seperti ambo juga). Kelak, cara itu juga dilakukan Hanum terhadap tetangga apartemennya, juga seorang lelaki bule, yang sering menunjukkan rasa tidak senangnya terhadap kehadiran Hanum dan Rangga. Hanum semakin jauh masuk ke dalam lingkaran pertemanan Fatma dan kawan-kawannya, yang ternyata
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi
Damal karno kami nonton di Depok, bawok rombongan ponakan2...film Soekarnopun untuk jam 5 itu full, lumayan peminat penonton film Indonesia di Depok heheheh nah sabalun film di puta ado promo film akan tayang *Tenggelamnya Kapal Van der Wijck *ala kanai kontrak pulo ntuak nonton basamo jo baliak...tp ambo sarankan ponakan ntuak nonton siang2 sajo..kalau bisa jam patamo bioskop di buka wkwkwkwkkwkasihan mamakufaktor umur yg ndak bisa bagadang...la tabiaso lalok sore... wak tunggu celoteh uda soal film *Tenggelamnya Kapal Van der Wijck* Renny.Bintara Pada 16 Desember 2013 17.52, Akmal Nasery Basral ak...@rantaunet.orgmenulis: Tarimo kasih ateh koreksi Renny. Iyo bana, namonyo Fatma Pasha. Yang pakai fam Khan itu nan kawan si Rangga dari Pakistan. Wakatu si Fatma bilang inyo katurunan Kara Mustapha Pasha, anak ambo nan tangah nyeletuk, Jangan-jangan Pasha Ungu juga keturunan Kara Mustapha Pasha, keceknyo. Film tapaso dikuduang dek karano talampau panjang kalau adegan di Cordova Spanyol dijadikan satu, Ren. Wah, antrinyo lamo juo yo Ren. Kami kapatang alhamdulillah normal sajo, mungkin dek karano ado Soekarno nan diputa basamo. Wass, ANB Pada 16 Desember 2013 16.38, Renny Sy reni...@rantaunet.org menulis: DaMal Mama Fatma adalah Fatma Pasha, yg mana diceritakan msh keturunan Kara Mustafa Pasha Adegan lagi seru film habisbasambuang...jd terkesan seperti sinetron Kasihan mamaku antri jam 4 dpt jam 7 terkantuk2 jadinyaakhirnya...minta beliin novelnya Renny.Bintara Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan anak-anak di akhia pakan. Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo). Tapi ambo mamiliah maajak anak-anak ambo manonton 99 Cahaya yang berasal dari buku berjudul sama karya Hanum Rais Rangga Almahendra. Iko buku cukuik laris meski ambo alun sampek mambaco pulo. Nan ambo tahu cumo sapotong data: Hanum Rais adolah putri Amien Rais. Masuak bioskop, ambo caliek katigo wajah putri ambo indak talalu basumangek. Mereka pikir seperti Ketika Cinta Bertasbih, bisiak istri ambo. KCB bukan berarti indak rancak, tapi memang kurang bisa dikunyah oleh anak SD-SMP. 1/ Adegan pertama dibuka. Sepotong wajah Wina, Austria, dengan segala kesibukan yang memerangkap Hanum (juga namanya sebagai tokoh film) yang sedang di kota itu mengikuti suaminya Rangga, kandidate doktor. Gambar tajam. Indah. Picturesque kalau meminjam istilah para penggemar kartu pos romantis. Lalu adegan pindah di sebuah kelas dengan guru perempuan (berbahasa Jerman) menjelaskan tentang salah satu fase kehadiran tentara Turki di bumi Eropa. Anak-anak mendengarkan, seorang anak lelaki bule yang jahil langsung mengolok-olok Ayse, bocah perempuan asal Turki yang berhijab. Ayse balas menunjuk teman (lelaki) lainnya yang mengenakan kupluk, macam penyanyi hip hop, kalau dia boleh pakai itu, kenapa saya tidak? katanya dengan suara kekanak-kanakan yang lantang. Baru beberapa menit itu saja suasana Eropa sudah hadir jauh lebih kuat dibandingkan dalam film Ainun Habibie karena para pemain lokal (berbahasa Jerman) tampil dengan porsi lebih intens. Ayse punya seorang ibu bernama Fatma Khan, perempuan muda cantik khas Turki yang ingin bekerja tapi selalu ditolak. Dan secara kebetulan, Hanum pernah melihat penolakan terhadap Fatma terjadi di depan matanya. Setelah Hanum dan Fatma berkenalan, di sebuah tempat kursus bahasa Jerman, Hanum bertanya apa yang menyebabkan Fatma sulit mendapat kerja padahal dia pintar? Fatma tersenyum sambil menunjuk hijabnya, mungkin karena ini. Hanum terpana. Dia sendiri tak berhijab. Sementara Rangga, suami Hanum, punya masalahnya sendiri di kampus (berkaitan dengan jadwal konsultasi dengan Profesor pembimbing yang selalu tabrakan dengan waktu shalat Jumat, kesulitan mendapatkan makanan halal, atau harus shalat di ruangan kampus berbarengan dengan mahasiswa Buddha yang sedang membakar shio), sisi lain cerita yang bergerak paralel adalah kesibukan baru Hanum bersama Fatma, yang makin sering jalan bersama. Satu ketika saat mereka minum kopi di sebuah cafe bersama Ayse, Hanum mendengar dua lelaki pirang di dekatnya meledek Turki, dan Islam, melalui croissant yang mereka makan. Hanum yang marah ingin langsung menegur, tapi Fatma
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi
Iyo Rky Rina, sacaro teknis itu memang diary. Ambo batamu jo Bontet tahun lalu di Makassar International Writer Festival, saat itu inyo maluncuakan buku nan versi Inggrih The Jungle School dan memantau versi Sokola Rimba nan ado di tampek saketek di lua kota Makassar. Jadi Sokola Rimba pun alah ado cabangnyo pulo. Kalau liek foto Bontet, tampangnyo serius. Tanyato urangnyo humoris. Kalau 99 Cahaya alah diputa di Batam, nontonlah sakaluarga. Sabananyo itu itu sensitif dan tema barek. Tapi dek karano dibungkuih gambar-gambar indah, dan dialog nan agak cair, banyak sisipan humor pulo (terutama dalam kesibukan kampus Rangga jo kawan-kawannyo), maka tema barek soal menjadi minoritas di tengah suasana nan indak salalu mandukuang tu menjadi enak diikuti. Memang film ko labiah sarupo promo tampek-tampek wisata atau dokudrama di NatGeo Channel dek karano konflik cerita (eksterior maupun interior berupa pergolakan batin sang tokoh) indak dieksplorasi bana. Tapi sebagai tontonan keluarga yang cukup mendidik, iko suai bana di tengah gempuran sinetron TV yang banyak dibuek sakaandak hati sang pemilik PH. Wass, ANB Cibubur Pada 16 Desember 2013 17.27, Rina Permadi r...@rantaunet.org menulis: Pak Kusie jo adidunsanak, Ambo alah mambaco buku Sakola Rimba ko beberapa bulan nan lewat. Banyak hal nan menarik untuk disimak disitu Sebab Si Bontet (Butet Manurung) menuliskan semua catatannyo ko pas kutiko setelah terjadi kisah tu waktu di rimbo. Seperti menulis diary. Satu hal nan ambo ingek bana adolah penghargaan Urang Rimba terhadap perempuan. Mereka sangat kaget dan tidak percaya katiko si Butet ko single dan dipadiakn sajo masuak rimbo tanpa pengawalan laki-laki. Hal nan sangat bertentangan jo adat dan adab rimba. Mereka tidak pernah membiarkan seorang perempuan berkeliaran keluar rumah tanpa didampingi sebab bagi mereka hal itu adalah perbuatan yg sangat kejam thd perempuan. Dan yang menggelikan lagi, perempuan bisa begitu sangat berkuasa akan suaminya sehingga apabila kembali dari berburu dan tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan akan dimaki habis-habisan dan ajaibnya si suami hanya menerimanya dengan ikhlas, sabar dan tetap menyayangi istri mereka. Sangat nampak kalau perempuan mendapat tempat khusus bagi masyarakat rimba. Walaupun ternyata Butet Kristen tapi inyo ndak nio urang rimbo jadi Kristen pulo, tapi hanyo nio urang rimba tu pintar tidak ‘lolo’ sehingga gampang dikerjain dan ditipu dek ‘orang terang’ bangsa awak nan beradab menurut awak ko. Dimano hal iko banyak terjadi katiko terjadi transaksi dagang jo mereka. Bahkan diceritakan di akhir buku kalau seorang muridnya yg pintar masuk Islam, dia ikut senang dan gembira walaupun dia tidak mengerti apakah itu baik dan bagus bagi mereka yang aslinya beragama Rimba. Btw, menyenangkan juo membaca yg ringan2 ko dan mokasih info film lainnyo yg direkomendaikan. Wassalam Rina, 36, Batam *From:* rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] *On Behalf Of *Akmal Nasery Basral *Sent:* Monday, December 16, 2013 2:23 PM *To:* rantaunet@googlegroups.com *Subject:* [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan anak-anak di akhia pakan. Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo). -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. === UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur Lokasi disetiap posting * Hapus footer seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama mengganti subjeknya. === Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup
Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi
Nakan Akmal. sebelum tabaco signature saya bukan humas. ambo akan menyentil kok Akmal manulihnyo seperti humas nan mambuek urang gregetan. Jempol untuk iko/ Bisa buek resensi film tu di milis umum, sehingga ajo bisa fwdkan ka nan lain. Resensinya bagus punya. *---* *Komunitas RN Harus Hidup Terus Melebihi Usia Kami Yang Tua-tua Ini (Bunda Nizmah pada acara HUT RN 20 Tahun)* Wassalaamu'alaikum Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta), 17/8/1947, suku Mandahiliang, gala Bagindo Gasan Gadang Pariaman - Tebingtinggi Deli - Jakarta - Sterling, Virginia USA 2013/12/16 Akmal Nasery Basral ak...@rantaunet.org Iyo Rky Rina, sacaro teknis itu memang diary. Ambo batamu jo Bontet tahun lalu di Makassar International Writer Festival, saat itu inyo maluncuakan buku nan versi Inggrih The Jungle School dan memantau versi Sokola Rimba nan ado di tampek saketek di lua kota Makassar. Jadi Sokola Rimba pun alah ado cabangnyo pulo. Kalau liek foto Bontet, tampangnyo serius. Tanyato urangnyo humoris. Kalau 99 Cahaya alah diputa di Batam, nontonlah sakaluarga. Sabananyo itu itu sensitif dan tema barek. Tapi dek karano dibungkuih gambar-gambar indah, dan dialog nan agak cair, banyak sisipan humor pulo (terutama dalam kesibukan kampus Rangga jo kawan-kawannyo), maka tema barek soal menjadi minoritas di tengah suasana nan indak salalu mandukuang tu menjadi enak diikuti. Memang film ko labiah sarupo promo tampek-tampek wisata atau dokudrama di NatGeo Channel dek karano konflik cerita (eksterior maupun interior berupa pergolakan batin sang tokoh) indak dieksplorasi bana. Tapi sebagai tontonan keluarga yang cukup mendidik, iko suai bana di tengah gempuran sinetron TV yang banyak dibuek sakaandak hati sang pemilik PH. Wass, ANB Cibubur Pada 16 Desember 2013 17.27, Rina Permadi r...@rantaunet.org menulis: Pak Kusie jo adidunsanak, Ambo alah mambaco buku Sakola Rimba ko beberapa bulan nan lewat. Banyak hal nan menarik untuk disimak disitu Sebab Si Bontet (Butet Manurung) menuliskan semua catatannyo ko pas kutiko setelah terjadi kisah tu waktu di rimbo. Seperti menulis diary. Satu hal nan ambo ingek bana adolah penghargaan Urang Rimba terhadap perempuan. Mereka sangat kaget dan tidak percaya katiko si Butet ko single dan dipadiakn sajo masuak rimbo tanpa pengawalan laki-laki. Hal nan sangat bertentangan jo adat dan adab rimba. Mereka tidak pernah membiarkan seorang perempuan berkeliaran keluar rumah tanpa didampingi sebab bagi mereka hal itu adalah perbuatan yg sangat kejam thd perempuan. Dan yang menggelikan lagi, perempuan bisa begitu sangat berkuasa akan suaminya sehingga apabila kembali dari berburu dan tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan akan dimaki habis-habisan dan ajaibnya si suami hanya menerimanya dengan ikhlas, sabar dan tetap menyayangi istri mereka. Sangat nampak kalau perempuan mendapat tempat khusus bagi masyarakat rimba. Walaupun ternyata Butet Kristen tapi inyo ndak nio urang rimbo jadi Kristen pulo, tapi hanyo nio urang rimba tu pintar tidak ‘lolo’ sehingga gampang dikerjain dan ditipu dek ‘orang terang’ bangsa awak nan beradab menurut awak ko. Dimano hal iko banyak terjadi katiko terjadi transaksi dagang jo mereka. Bahkan diceritakan di akhir buku kalau seorang muridnya yg pintar masuk Islam, dia ikut senang dan gembira walaupun dia tidak mengerti apakah itu baik dan bagus bagi mereka yang aslinya beragama Rimba. Btw, menyenangkan juo membaca yg ringan2 ko dan mokasih info film lainnyo yg direkomendaikan. Wassalam Rina, 36, Batam *From:* rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] *On Behalf Of *Akmal Nasery Basral *Sent:* Monday, December 16, 2013 2:23 PM *To:* rantaunet@googlegroups.com *Subject:* [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan anak-anak di akhia pakan. Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo). -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab