Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi

2013-12-16 Terurut Topik Renny Sy
DaMal

Mama Fatma adalah Fatma Pasha, yg mana diceritakan msh keturunan Kara
Mustafa Pasha

Adegan lagi seru film habisbasambuang...jd terkesan seperti sinetron

Kasihan mamaku antri jam 4 dpt jam 7 terkantuk2 jadinyaakhirnya...minta
beliin novelnya

Renny.Bintara
Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin
sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan
anak-anak di akhia pakan.

Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua
samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang
pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana,
pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit
Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan
Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo
keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai
akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa
problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo).

Tapi ambo mamiliah maajak anak-anak ambo manonton 99 Cahaya yang berasal
dari buku berjudul sama karya Hanum Rais  Rangga Almahendra. Iko buku
cukuik laris meski ambo alun sampek mambaco pulo. Nan ambo tahu cumo
sapotong data: Hanum Rais adolah putri Amien Rais.

Masuak bioskop, ambo caliek katigo wajah putri ambo indak talalu
basumangek. Mereka pikir seperti Ketika Cinta Bertasbih, bisiak istri
ambo. KCB bukan berarti indak rancak, tapi memang kurang bisa dikunyah oleh
anak SD-SMP.

1/
Adegan pertama dibuka. Sepotong wajah Wina, Austria, dengan segala
kesibukan yang memerangkap Hanum (juga namanya sebagai tokoh film) yang
sedang di kota itu mengikuti suaminya Rangga, kandidate doktor. Gambar
tajam. Indah. Picturesque kalau meminjam istilah para penggemar kartu pos
romantis.

Lalu adegan pindah di sebuah kelas dengan guru perempuan (berbahasa Jerman)
menjelaskan tentang salah satu fase kehadiran tentara Turki di bumi Eropa.
Anak-anak mendengarkan, seorang anak lelaki bule yang jahil langsung
mengolok-olok Ayse, bocah perempuan asal Turki yang berhijab. Ayse balas
menunjuk teman (lelaki) lainnya yang mengenakan kupluk, macam penyanyi hip
hop, kalau dia boleh pakai itu, kenapa saya tidak? katanya dengan suara
kekanak-kanakan yang lantang.

Baru beberapa menit itu saja suasana Eropa sudah hadir jauh lebih kuat
dibandingkan dalam film Ainun  Habibie karena para pemain lokal
(berbahasa Jerman) tampil dengan porsi lebih intens.

Ayse punya seorang ibu bernama Fatma Khan, perempuan muda cantik khas Turki
yang ingin bekerja tapi selalu ditolak. Dan secara kebetulan, Hanum pernah
melihat penolakan terhadap Fatma terjadi di depan matanya. Setelah Hanum
dan Fatma berkenalan, di sebuah tempat kursus bahasa Jerman, Hanum bertanya
apa yang menyebabkan Fatma sulit mendapat kerja padahal dia pintar? Fatma
tersenyum sambil menunjuk hijabnya, mungkin karena ini. Hanum terpana.
Dia sendiri tak berhijab.

Sementara Rangga, suami Hanum, punya masalahnya sendiri di kampus
(berkaitan dengan jadwal konsultasi dengan Profesor pembimbing yang selalu
tabrakan dengan waktu shalat Jumat, kesulitan mendapatkan makanan halal,
atau harus shalat di ruangan kampus berbarengan dengan mahasiswa Buddha
yang sedang membakar shio), sisi lain cerita yang bergerak paralel adalah
kesibukan baru Hanum bersama Fatma, yang makin sering jalan bersama.

Satu ketika saat mereka minum kopi di sebuah cafe bersama Ayse, Hanum
mendengar dua lelaki pirang di dekatnya meledek Turki, dan Islam, melalui
croissant yang mereka makan. Hanum yang marah ingin langsung menegur, tapi
Fatma menenangkan. Jangan. Saya punya cara lain untuk mengatasi soal ini.
Kamu harus pelajari soal seperti ini, katanya seraya memanggil pelayan.
(Untuk tidak menganggu pengalaman menonton yang lain, elemen kejutan dari
adegan ini tak akan ambo ceritakan. Tapi indah sekali. Hanum tercengang
melihat ide Fatma. Dan ambo rasa, penonton yang belum membaca buku aslinya
pun, akan tercengang seperti ambo juga). Kelak, cara itu juga dilakukan
Hanum terhadap tetangga apartemennya, juga seorang lelaki bule, yang sering
menunjukkan rasa tidak senangnya terhadap kehadiran Hanum dan Rangga.

Hanum semakin jauh masuk ke dalam lingkaran pertemanan Fatma dan
kawan-kawannya, yang ternyata mendedikasikan diri mereka untuk menjadi
duta Islam yang ramah bagi lingkungan. Slogan mereka, Be the best muslim
agent. Spread the peace, dll. Dan mereka tak hanya bicara, juga
membuktikannya.

Dari Fatma barulah Hanum tahu, bahwa di Wina ada beberapa tempat bersejarah
yang merupakan warisan kebesaran peradaban Islam. Mereka mengunjungi itu
satu persatu. Dari Fatma pula Hanum mendapat informasi, bahwa segala
informasi itu berasal dari Marion Latimer, seorang ilmuwan Prancis, mualaf,
yang bekerja di Arab World Institute.

Kelak menjelang pengujung film, Hanum bisa bertemu dengan Marion di Paris,
dan peneliti itu mengajaknya ke Museum Louvre. Di tengah 

RE: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi

2013-12-16 Terurut Topik Rina Permadi
Pak Kusie jo adidunsanak,

 

Ambo alah mambaco buku Sakola Rimba ko beberapa bulan nan lewat.

Banyak hal nan menarik untuk disimak disitu

Sebab Si Bontet (Butet Manurung) menuliskan semua catatannyo ko pas kutiko
setelah terjadi  kisah tu waktu di rimbo.  Seperti menulis diary.

 

Satu hal nan ambo ingek bana adolah penghargaan Urang Rimba terhadap
perempuan.

Mereka sangat kaget dan tidak percaya katiko si Butet ko single dan
dipadiakn sajo masuak rimbo tanpa pengawalan laki-laki. Hal nan sangat
bertentangan jo adat dan adab rimba. Mereka tidak pernah membiarkan seorang
perempuan berkeliaran keluar rumah tanpa didampingi sebab bagi mereka hal
itu adalah perbuatan yg sangat kejam thd perempuan. Dan yang menggelikan
lagi, perempuan bisa begitu sangat berkuasa akan suaminya sehingga apabila
kembali dari berburu dan tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan
akan dimaki habis-habisan dan ajaibnya si suami hanya menerimanya dengan
ikhlas, sabar dan tetap menyayangi istri mereka. Sangat nampak kalau
perempuan mendapat tempat khusus bagi masyarakat rimba.

 

Walaupun ternyata Butet Kristen tapi  inyo ndak nio urang rimbo jadi Kristen
pulo, tapi hanyo nio urang rimba tu pintar tidak 'lolo' sehingga gampang
dikerjain dan ditipu dek 'orang terang' bangsa awak nan beradab menurut awak
ko. Dimano hal iko banyak terjadi katiko terjadi transaksi dagang jo mereka.

 

Bahkan diceritakan di akhir buku kalau seorang muridnya yg pintar masuk
Islam, dia ikut senang dan gembira walaupun dia tidak mengerti apakah itu
baik dan bagus bagi mereka yang aslinya beragama Rimba.

 

Btw, menyenangkan juo membaca yg ringan2 ko dan mokasih info film lainnyo yg
direkomendaikan.

 

 

Wassalam

Rina, 36, Batam

 

 

From: rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] On
Behalf Of Akmal Nasery Basral
Sent: Monday, December 16, 2013 2:23 PM
To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen  Kemampuan
Memberi

 

Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin
sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan
anak-anak di akhia pakan.

 

Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi) bajua
samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School) yang
pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di sana,
pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di Langit
Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh dengan
Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua pulo
keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu sabagai
akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara. (Aa
problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo).

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
* Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama  mengganti 
subjeknya.
===
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup RantauNet dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi

2013-12-16 Terurut Topik Akmal Nasery Basral
Tarimo kasih ateh koreksi Renny. Iyo bana, namonyo Fatma Pasha. Yang pakai
fam Khan itu nan kawan si Rangga dari Pakistan.

Wakatu si Fatma bilang inyo katurunan Kara Mustapha Pasha, anak ambo nan
tangah nyeletuk, Jangan-jangan Pasha Ungu  juga keturunan Kara Mustapha
Pasha, keceknyo.

Film tapaso dikuduang dek karano talampau panjang kalau adegan di Cordova
Spanyol dijadikan satu, Ren.

Wah, antrinyo lamo juo yo Ren. Kami kapatang alhamdulillah normal sajo,
mungkin dek karano ado Soekarno nan diputa basamo.

Wass,

ANB


Pada 16 Desember 2013 16.38, Renny Sy reni...@rantaunet.org menulis:

 DaMal

 Mama Fatma adalah Fatma Pasha, yg mana diceritakan msh keturunan Kara
 Mustafa Pasha

 Adegan lagi seru film habisbasambuang...jd terkesan seperti
 sinetron

 Kasihan mamaku antri jam 4 dpt jam 7 terkantuk2
 jadinyaakhirnya...minta beliin novelnya

 Renny.Bintara
 Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin
 sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan
 anak-anak di akhia pakan.

 Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi)
 bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School)
 yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di
 sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di
 Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh
 dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua
 pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu
 sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara.
 (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo).

 Tapi ambo mamiliah maajak anak-anak ambo manonton 99 Cahaya yang berasal
 dari buku berjudul sama karya Hanum Rais  Rangga Almahendra. Iko buku
 cukuik laris meski ambo alun sampek mambaco pulo. Nan ambo tahu cumo
 sapotong data: Hanum Rais adolah putri Amien Rais.

 Masuak bioskop, ambo caliek katigo wajah putri ambo indak talalu
 basumangek. Mereka pikir seperti Ketika Cinta Bertasbih, bisiak istri
 ambo. KCB bukan berarti indak rancak, tapi memang kurang bisa dikunyah oleh
 anak SD-SMP.

 1/
 Adegan pertama dibuka. Sepotong wajah Wina, Austria, dengan segala
 kesibukan yang memerangkap Hanum (juga namanya sebagai tokoh film) yang
 sedang di kota itu mengikuti suaminya Rangga, kandidate doktor. Gambar
 tajam. Indah. Picturesque kalau meminjam istilah para penggemar kartu pos
 romantis.

 Lalu adegan pindah di sebuah kelas dengan guru perempuan (berbahasa
 Jerman) menjelaskan tentang salah satu fase kehadiran tentara Turki di bumi
 Eropa. Anak-anak mendengarkan, seorang anak lelaki bule yang jahil langsung
 mengolok-olok Ayse, bocah perempuan asal Turki yang berhijab. Ayse balas
 menunjuk teman (lelaki) lainnya yang mengenakan kupluk, macam penyanyi hip
 hop, kalau dia boleh pakai itu, kenapa saya tidak? katanya dengan suara
 kekanak-kanakan yang lantang.

 Baru beberapa menit itu saja suasana Eropa sudah hadir jauh lebih kuat
 dibandingkan dalam film Ainun  Habibie karena para pemain lokal
 (berbahasa Jerman) tampil dengan porsi lebih intens.

 Ayse punya seorang ibu bernama Fatma Khan, perempuan muda cantik khas
 Turki yang ingin bekerja tapi selalu ditolak. Dan secara kebetulan, Hanum
 pernah melihat penolakan terhadap Fatma terjadi di depan matanya. Setelah
 Hanum dan Fatma berkenalan, di sebuah tempat kursus bahasa Jerman, Hanum
 bertanya apa yang menyebabkan Fatma sulit mendapat kerja padahal dia
 pintar? Fatma tersenyum sambil menunjuk hijabnya, mungkin karena ini.
 Hanum terpana. Dia sendiri tak berhijab.

 Sementara Rangga, suami Hanum, punya masalahnya sendiri di kampus
 (berkaitan dengan jadwal konsultasi dengan Profesor pembimbing yang selalu
 tabrakan dengan waktu shalat Jumat, kesulitan mendapatkan makanan halal,
 atau harus shalat di ruangan kampus berbarengan dengan mahasiswa Buddha
 yang sedang membakar shio), sisi lain cerita yang bergerak paralel adalah
 kesibukan baru Hanum bersama Fatma, yang makin sering jalan bersama.

 Satu ketika saat mereka minum kopi di sebuah cafe bersama Ayse, Hanum
 mendengar dua lelaki pirang di dekatnya meledek Turki, dan Islam, melalui
 croissant yang mereka makan. Hanum yang marah ingin langsung menegur, tapi
 Fatma menenangkan. Jangan. Saya punya cara lain untuk mengatasi soal ini.
 Kamu harus pelajari soal seperti ini, katanya seraya memanggil pelayan.
 (Untuk tidak menganggu pengalaman menonton yang lain, elemen kejutan dari
 adegan ini tak akan ambo ceritakan. Tapi indah sekali. Hanum tercengang
 melihat ide Fatma. Dan ambo rasa, penonton yang belum membaca buku aslinya
 pun, akan tercengang seperti ambo juga). Kelak, cara itu juga dilakukan
 Hanum terhadap tetangga apartemennya, juga seorang lelaki bule, yang sering
 menunjukkan rasa tidak senangnya terhadap kehadiran Hanum dan Rangga.

 Hanum semakin jauh masuk ke dalam lingkaran pertemanan Fatma dan
 kawan-kawannya, yang ternyata 

Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi

2013-12-16 Terurut Topik Renny Sy
Damal

karno kami nonton di Depok, bawok rombongan ponakan2...film Soekarnopun
untuk jam 5 itu full, lumayan peminat penonton film Indonesia di Depok
heheheh

nah sabalun film di puta ado promo film akan tayang  *Tenggelamnya Kapal
Van der Wijck  *ala kanai kontrak pulo ntuak nonton basamo jo baliak...tp
ambo sarankan ponakan ntuak nonton siang2 sajo..kalau bisa jam patamo
bioskop di buka wkwkwkwkkwkasihan mamakufaktor umur yg ndak
bisa bagadang...la tabiaso lalok sore...


wak tunggu celoteh uda soal film 





*Tenggelamnya Kapal Van der Wijck*

Renny.Bintara


Pada 16 Desember 2013 17.52, Akmal Nasery Basral ak...@rantaunet.orgmenulis:

 Tarimo kasih ateh koreksi Renny. Iyo bana, namonyo Fatma Pasha. Yang pakai
 fam Khan itu nan kawan si Rangga dari Pakistan.

 Wakatu si Fatma bilang inyo katurunan Kara Mustapha Pasha, anak ambo nan
 tangah nyeletuk, Jangan-jangan Pasha Ungu  juga keturunan Kara Mustapha
 Pasha, keceknyo.

 Film tapaso dikuduang dek karano talampau panjang kalau adegan di Cordova
 Spanyol dijadikan satu, Ren.

 Wah, antrinyo lamo juo yo Ren. Kami kapatang alhamdulillah normal sajo,
 mungkin dek karano ado Soekarno nan diputa basamo.

 Wass,

 ANB


 Pada 16 Desember 2013 16.38, Renny Sy reni...@rantaunet.org menulis:

 DaMal

 Mama Fatma adalah Fatma Pasha, yg mana diceritakan msh keturunan Kara
 Mustafa Pasha

 Adegan lagi seru film habisbasambuang...jd terkesan seperti
 sinetron

 Kasihan mamaku antri jam 4 dpt jam 7 terkantuk2
 jadinyaakhirnya...minta beliin novelnya

 Renny.Bintara
 Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin
 sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan
 anak-anak di akhia pakan.

 Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi)
 bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School)
 yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di
 sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di
 Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh
 dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua
 pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu
 sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara.
 (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo).

 Tapi ambo mamiliah maajak anak-anak ambo manonton 99 Cahaya yang
 berasal dari buku berjudul sama karya Hanum Rais  Rangga Almahendra. Iko
 buku cukuik laris meski ambo alun sampek mambaco pulo. Nan ambo tahu cumo
 sapotong data: Hanum Rais adolah putri Amien Rais.

 Masuak bioskop, ambo caliek katigo wajah putri ambo indak talalu
 basumangek. Mereka pikir seperti Ketika Cinta Bertasbih, bisiak istri
 ambo. KCB bukan berarti indak rancak, tapi memang kurang bisa dikunyah oleh
 anak SD-SMP.

 1/
 Adegan pertama dibuka. Sepotong wajah Wina, Austria, dengan segala
 kesibukan yang memerangkap Hanum (juga namanya sebagai tokoh film) yang
 sedang di kota itu mengikuti suaminya Rangga, kandidate doktor. Gambar
 tajam. Indah. Picturesque kalau meminjam istilah para penggemar kartu pos
 romantis.

 Lalu adegan pindah di sebuah kelas dengan guru perempuan (berbahasa
 Jerman) menjelaskan tentang salah satu fase kehadiran tentara Turki di bumi
 Eropa. Anak-anak mendengarkan, seorang anak lelaki bule yang jahil langsung
 mengolok-olok Ayse, bocah perempuan asal Turki yang berhijab. Ayse balas
 menunjuk teman (lelaki) lainnya yang mengenakan kupluk, macam penyanyi hip
 hop, kalau dia boleh pakai itu, kenapa saya tidak? katanya dengan suara
 kekanak-kanakan yang lantang.

 Baru beberapa menit itu saja suasana Eropa sudah hadir jauh lebih kuat
 dibandingkan dalam film Ainun  Habibie karena para pemain lokal
 (berbahasa Jerman) tampil dengan porsi lebih intens.

 Ayse punya seorang ibu bernama Fatma Khan, perempuan muda cantik khas
 Turki yang ingin bekerja tapi selalu ditolak. Dan secara kebetulan, Hanum
 pernah melihat penolakan terhadap Fatma terjadi di depan matanya. Setelah
 Hanum dan Fatma berkenalan, di sebuah tempat kursus bahasa Jerman, Hanum
 bertanya apa yang menyebabkan Fatma sulit mendapat kerja padahal dia
 pintar? Fatma tersenyum sambil menunjuk hijabnya, mungkin karena ini.
 Hanum terpana. Dia sendiri tak berhijab.

 Sementara Rangga, suami Hanum, punya masalahnya sendiri di kampus
 (berkaitan dengan jadwal konsultasi dengan Profesor pembimbing yang selalu
 tabrakan dengan waktu shalat Jumat, kesulitan mendapatkan makanan halal,
 atau harus shalat di ruangan kampus berbarengan dengan mahasiswa Buddha
 yang sedang membakar shio), sisi lain cerita yang bergerak paralel adalah
 kesibukan baru Hanum bersama Fatma, yang makin sering jalan bersama.

 Satu ketika saat mereka minum kopi di sebuah cafe bersama Ayse, Hanum
 mendengar dua lelaki pirang di dekatnya meledek Turki, dan Islam, melalui
 croissant yang mereka makan. Hanum yang marah ingin langsung menegur, tapi
 Fatma 

Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi

2013-12-16 Terurut Topik Akmal Nasery Basral
Iyo Rky Rina, sacaro teknis itu memang diary.
Ambo batamu jo Bontet tahun lalu di Makassar International Writer Festival,
saat itu inyo maluncuakan buku nan versi Inggrih The Jungle School dan
memantau versi Sokola Rimba nan ado di tampek saketek di lua kota Makassar.
Jadi Sokola Rimba pun alah ado cabangnyo pulo.

Kalau liek foto Bontet, tampangnyo serius. Tanyato urangnyo humoris.

Kalau 99 Cahaya alah diputa di Batam, nontonlah sakaluarga. Sabananyo itu
itu sensitif dan tema barek. Tapi dek karano dibungkuih gambar-gambar
indah, dan dialog nan agak cair, banyak sisipan humor pulo (terutama dalam
kesibukan kampus Rangga jo kawan-kawannyo), maka tema barek soal menjadi
minoritas di tengah suasana nan indak salalu mandukuang tu menjadi enak
diikuti.

Memang film ko labiah sarupo promo tampek-tampek wisata atau dokudrama di
NatGeo Channel dek karano konflik cerita (eksterior maupun interior berupa
pergolakan batin sang tokoh) indak dieksplorasi bana. Tapi sebagai tontonan
keluarga yang cukup mendidik, iko suai bana di tengah gempuran sinetron TV
yang banyak dibuek sakaandak hati sang pemilik PH.

Wass,

ANB
Cibubur


Pada 16 Desember 2013 17.27, Rina Permadi r...@rantaunet.org menulis:

  Pak Kusie jo adidunsanak,



 Ambo alah mambaco buku Sakola Rimba ko beberapa bulan nan lewat.

 Banyak hal nan menarik untuk disimak disitu

 Sebab Si Bontet (Butet Manurung) menuliskan semua catatannyo ko pas kutiko
 setelah terjadi  kisah tu waktu di rimbo.  Seperti menulis diary.



 Satu hal nan ambo ingek bana adolah penghargaan Urang Rimba terhadap
 perempuan.

 Mereka sangat kaget dan tidak percaya katiko si Butet ko single dan
 dipadiakn sajo masuak rimbo tanpa pengawalan laki-laki. Hal nan sangat
 bertentangan jo adat dan adab rimba. Mereka tidak pernah membiarkan seorang
 perempuan berkeliaran keluar rumah tanpa didampingi sebab bagi mereka hal
 itu adalah perbuatan yg sangat kejam thd perempuan. Dan yang menggelikan
 lagi, perempuan bisa begitu sangat berkuasa akan suaminya sehingga apabila
 kembali dari berburu dan tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan
 akan dimaki habis-habisan dan ajaibnya si suami hanya menerimanya dengan
 ikhlas, sabar dan tetap menyayangi istri mereka. Sangat nampak kalau
 perempuan mendapat tempat khusus bagi masyarakat rimba.



 Walaupun ternyata Butet Kristen tapi  inyo ndak nio urang rimbo jadi
 Kristen pulo, tapi hanyo nio urang rimba tu pintar tidak ‘lolo’ sehingga
 gampang dikerjain dan ditipu dek ‘orang terang’ bangsa awak nan beradab
 menurut awak ko. Dimano hal iko banyak terjadi katiko terjadi transaksi
 dagang jo mereka.



 Bahkan diceritakan di akhir buku kalau seorang muridnya yg pintar masuk
 Islam, dia ikut senang dan gembira walaupun dia tidak mengerti apakah itu
 baik dan bagus bagi mereka yang aslinya beragama Rimba.



 Btw, menyenangkan juo membaca yg ringan2 ko dan mokasih info film lainnyo
 yg direkomendaikan.





 Wassalam

 Rina, 36, Batam





 *From:* rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] *On
 Behalf Of *Akmal Nasery Basral
 *Sent:* Monday, December 16, 2013 2:23 PM
 *To:* rantaunet@googlegroups.com
 *Subject:* [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen 
 Kemampuan Memberi



 Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin
 sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan
 anak-anak di akhia pakan.



 Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi)
 bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School)
 yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di
 sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di
 Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh
 dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua
 pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu
 sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara.
 (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo).

 --
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
 wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
 ===
 UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
 * DILARANG:
 1. Email besar dari 200KB;
 2. Email attachment, tawarkan  kirim melalui jalur pribadi;
 3. Email One Liner.
 * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta
 mengirimkan biodata!
 * Tulis Nama, Umur  Lokasi disetiap posting
 * Hapus footer  seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
 * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama 
 mengganti subjeknya.
 ===
 Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
 http://groups.google.com/group/RantauNet/
 ---
 Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup 

Re: [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen Kemampuan Memberi

2013-12-16 Terurut Topik ajo duta
Nakan Akmal. sebelum tabaco signature saya bukan humas. ambo akan
menyentil kok Akmal manulihnyo seperti humas nan mambuek urang gregetan.
Jempol untuk iko/

Bisa buek resensi film tu di milis umum, sehingga ajo bisa fwdkan ka nan
lain.

Resensinya bagus punya.

*---*
*Komunitas RN Harus Hidup Terus Melebihi Usia Kami Yang Tua-tua Ini
(Bunda Nizmah pada acara HUT RN 20 Tahun)*

Wassalaamu'alaikum
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
17/8/1947, suku Mandahiliang, gala Bagindo
Gasan Gadang Pariaman - Tebingtinggi Deli -
Jakarta - Sterling, Virginia USA



2013/12/16 Akmal Nasery Basral ak...@rantaunet.org

 Iyo Rky Rina, sacaro teknis itu memang diary.
 Ambo batamu jo Bontet tahun lalu di Makassar International Writer
 Festival, saat itu inyo maluncuakan buku nan versi Inggrih The Jungle
 School dan memantau versi Sokola Rimba nan ado di tampek saketek di lua
 kota Makassar. Jadi Sokola Rimba pun alah ado cabangnyo pulo.

 Kalau liek foto Bontet, tampangnyo serius. Tanyato urangnyo humoris.

 Kalau 99 Cahaya alah diputa di Batam, nontonlah sakaluarga. Sabananyo
 itu itu sensitif dan tema barek. Tapi dek karano dibungkuih gambar-gambar
 indah, dan dialog nan agak cair, banyak sisipan humor pulo (terutama dalam
 kesibukan kampus Rangga jo kawan-kawannyo), maka tema barek soal menjadi
 minoritas di tengah suasana nan indak salalu mandukuang tu menjadi enak
 diikuti.

 Memang film ko labiah sarupo promo tampek-tampek wisata atau dokudrama di
 NatGeo Channel dek karano konflik cerita (eksterior maupun interior berupa
 pergolakan batin sang tokoh) indak dieksplorasi bana. Tapi sebagai tontonan
 keluarga yang cukup mendidik, iko suai bana di tengah gempuran sinetron TV
 yang banyak dibuek sakaandak hati sang pemilik PH.

 Wass,

 ANB
 Cibubur


 Pada 16 Desember 2013 17.27, Rina Permadi r...@rantaunet.org menulis:

   Pak Kusie jo adidunsanak,



 Ambo alah mambaco buku Sakola Rimba ko beberapa bulan nan lewat.

 Banyak hal nan menarik untuk disimak disitu

 Sebab Si Bontet (Butet Manurung) menuliskan semua catatannyo ko pas
 kutiko setelah terjadi  kisah tu waktu di rimbo.  Seperti menulis diary.



 Satu hal nan ambo ingek bana adolah penghargaan Urang Rimba terhadap
 perempuan.

 Mereka sangat kaget dan tidak percaya katiko si Butet ko single dan
 dipadiakn sajo masuak rimbo tanpa pengawalan laki-laki. Hal nan sangat
 bertentangan jo adat dan adab rimba. Mereka tidak pernah membiarkan seorang
 perempuan berkeliaran keluar rumah tanpa didampingi sebab bagi mereka hal
 itu adalah perbuatan yg sangat kejam thd perempuan. Dan yang menggelikan
 lagi, perempuan bisa begitu sangat berkuasa akan suaminya sehingga apabila
 kembali dari berburu dan tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan
 akan dimaki habis-habisan dan ajaibnya si suami hanya menerimanya dengan
 ikhlas, sabar dan tetap menyayangi istri mereka. Sangat nampak kalau
 perempuan mendapat tempat khusus bagi masyarakat rimba.



 Walaupun ternyata Butet Kristen tapi  inyo ndak nio urang rimbo jadi
 Kristen pulo, tapi hanyo nio urang rimba tu pintar tidak ‘lolo’ sehingga
 gampang dikerjain dan ditipu dek ‘orang terang’ bangsa awak nan beradab
 menurut awak ko. Dimano hal iko banyak terjadi katiko terjadi transaksi
 dagang jo mereka.



 Bahkan diceritakan di akhir buku kalau seorang muridnya yg pintar masuk
 Islam, dia ikut senang dan gembira walaupun dia tidak mengerti apakah itu
 baik dan bagus bagi mereka yang aslinya beragama Rimba.



 Btw, menyenangkan juo membaca yg ringan2 ko dan mokasih info film lainnyo
 yg direkomendaikan.





 Wassalam

 Rina, 36, Batam





 *From:* rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] *On
 Behalf Of *Akmal Nasery Basral
 *Sent:* Monday, December 16, 2013 2:23 PM
 *To:* rantaunet@googlegroups.com
 *Subject:* [R@ntau-Net] (OOT) Jilbab Bunda Maria, Betawi Kristen 
 Kemampuan Memberi



 Sesekali menikung dari topik serius dan berat di Palanta ko, ambo ingin
 sharing saketek pengalaman ambo kemarin seharian jo induak bareh dan
 anak-anak di akhia pakan.



 Satalah pekan lalu kami manonton Sokola Rimba dari buku (non-fiksi)
 bajua samo karya Butet Manurung (versi Inggris bajudua The Jungle School)
 yang pernah masuk ke dalam Suku Kubu di Jambi dan mengajar anak-anak di
 sana, pekan ini ado duo film Indonesia nan rancak, yakni 99 Cahaya di
 Langit Eropa dan Soekarno. Timeline di social media agak lebih heboh
 dengan Soekarno dek karano pado saat premiere hari Kamih kapatang, kalua
 pulo keputusan Pengadilan Niaga untuk menghentikan peredaran film tu
 sabagai akibat cakak Rachmawati dengan Hanung Bramantyo, sang sutradara.
 (Aa problem utamo mereka silakan dibrowse, banyak linknyo).

 --
 .
 * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat
 lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
 * Isi email, menjadi tanggung jawab