Terima kasih share postingnyo Pak Andri, Sangat menarik sekali dan ini sudah menjadi kenyataan karena setiap mau memulai sesuatu selalu ada beberapa kali pertemuan dan semuanya itu banyak mengahbiskan waktu, biaya dan pekerjaan yang tertunda.
Namun kebijakan dan keputusan perlu diambil dalam musyawarah dan mufakat tapi tidak tujuannya untuk menunda dan mempersoalan yang tidak harus dibahas dalam pertemuan tsb. Ini sangat perlu kita sesuaikan lagi dengan pola pemikiran Bapak Sukardiman Abubakar ini kaloborasi antara Jepang dengan kebudayaan Asia semoga lebih effective . Semboyan yang sering kita temukan disaat mengurus sesuatu kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah …. UUD ( Ujung Ujungnya Duit ) dan ini sangat banyak kita temukan Semoga dengan munculnya postingan dari bapak Sukardiman Abubakar ini akan bisa memotivasi kita untuk berbuat meniru kebiasaan Jepang Wassalam, Zainul Akhir Tanjung,53 th, Pku-Riau From: rantaunet@googlegroups.com [mailto:rantaunet@googlegroups.com] On Behalf Of Andri Satria Masri Sent: Sunday, June 26, 2016 7:38 AM To: Rantaunet Subject: [**EXTERNAL**] [R@ntau-Net] Budaya Negatif Orang Indonesia Menurut Orang Jepang Dicopas dari postingan akun Facebook bapak Sukardiman Abubakar: Budaya Negatif Orang Indonesia Menurut Orang Jepang Prof Nagano, staf pengajar Nihon University memberikan kuliah intensive course dalam bidang Asian Agriculturedi IDEC Hiroshima University. Beliau sering menjadi konsultan pertanian di negara-negara Asia termasuk Indonesia. Ada beberapa hal yang menggelitik yang utarakannya sewaktu membahas tentang Indonesia: 1. Orang Indonesia suka rapat dan membentuk panitia macam-macam. Setiap ada kegiatan selalu di rapatkan dulu, tentunya dengan konsumsinya sekalian. Setelah rapat perlu dibentuk panitia kemudian diskusi berulang kali, saling kritik, dan merasa idenya yang paling benar dan akhirnya pelaksanaan tertunda-tunda padahal tujuannya program tersebut sebetulnya baik. 2. Budaya Jam Karet Selain dari beliau, saya sudah beberapa kali bertemu dengan orang asing yang pernah ke Indonesia. Ketika saya tanya kebudayaan apa yang menurut anda terkenal dari Indonesia dengan spontan mereka jawab : Jam Karet! Saya tertawa tapi sebetulnya malu dalam hati. Sudah sebegitu parahkah disiplin kita? 3. Kalau bisa dikerjakan besok kenapa tidak (?) Kalau orang lain berprinsip kalau bisa dikerjakansekarang kenapa ditunda besok? Saya pernah malu juga oleh tudingan Sensei saya sendiri tentang orang Indonesia. Beliau mengatakan, Orang Indonesia mempunyai budaya menunda-nunda pekerjaan. 4. Umumnya tidak mau turun ke Lapangan Beliau mencontohkan ketika dia mau memberikan pelatihan kepada para petani, pendampingnya dari direktorat pertanian datang dengan safari lengkap padahal beliau sudah datang dengan work wear beserta sepatu boot. Pejabat tersebut hanya memberikan petunjuk tanpa bisa turun ke lapang, kenapa? Karena mereka datangnya pakai safari dan ada yang berdasi. Begitulah beliau menggambarkan orang Indonesia yang hebat sekali dalam bicara dan memberikan instruksi tapi jarang yang mau turun langsung ke lapangan. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa kita sudah terlalu sering dinina- bobokan oleh istilah Indonesia kaya, masyarakatnya suka gotong royong, ada pancasila, agamanya kuat, dan lain-lain. Dan itu hanyalah istilah, kenyataannya bisa kita lihat sendiri. Ternyata negara kita hancur-hancuran, bahkan susah untuk recovery lagi, mana sifat gotong royong yang membuat negara seperti Korea, bisa bangkit kembali. Kita selalu senang dengan istilah tanpa action. Kita terlalu banyak diskusi, saling lontar ide, kritik, akhirnya waktu terbuang percuma tanpa action. Karena belum apa-apa sudah ramai duluan. Note: Sukardiman Abubakar adalah perantau Pariaman tinggal di Bandung pensiunan PT. Dirgantara Indonesia, -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com<mailto:rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com>. Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.