Assalaamu'alaikum Uda MN,
Kan sajak uda di DPD alah co itu. Kok alah kalua baru sadar...?
Wassalaamu'alaikum WW
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
17/8/1947, suku Mandahiliang, gala Bagindo
Gasan Gadang Pariaman - Tebingtinggi Deli -
Jakarta - Sterling, Virginia USA
2016-03-21 10:08 GMT-04:00 'Mochtar Naim' via RantauNet <
rantaunet@googlegroups.com>:
>
>
> *DPD-RI*
> *HIDUP SEGAN MATI TAK MAU*
>
> *Mochtar Naim*
> *Mantan Anggota DPD-RI (2004-2009)*
>
> SEBAGAI anggota DPD-RI angkatan pertama 2004-2009, saya dengan beberapa
> kawan anggota pernah mengajukan ide dan pemikiran agar DPD-RI dirubah
> menjadi Senat, sehingga DPD-RI tidak hanya sekadar mengajukan usul dan
> saran kepada DPR-RI tetapi punya kemandirian dalam memutus dan punya
> pendapat sendiri dalam sistem legislatif di tingkat nasional. Artinya
> kecuali DPD-RI dirubah menjadi Senat, NKRI (Negara Kesatuan RI) pun dirubah
> menjadi NPRI (Negara Persatuan RI) – sehingga menjadi Negara Federal dengan
> sistem dua kamar, seperti halnya praktis semua negara-negara besar di
> dunia, termasuk USA, Kanada, Meksiko, Argentina, Australia, India,
> Pakistan, Rusia, Inggeris, Jerman, dan negara tetangga kita, Malaysia, dsb.
>
> Apalagi negara sebesar RI yang merupakan negara nomor 4 terbesar
> di dunia, baik dari segi jumlah penduduk yang 250 juta banyaknya, maupun
> dari segi luasnya yang merupakan negara maritim terbesar di dunia di
> sepanjang garis Khatul Istiwa, yang memisah atau sekaligus mempertemukan
> dua benua (Asia dan Australia) dan dua lautan besar (India dan Pasifik),
> wajar dan sangat wajar sekali kalau NKRI menjadi NPRI dan DPD-RI menjadi
> Senat yang 34 Provinsi di Indonesia ini menjadi provinsi atau negara
> bagiannya. Apalagi di Indonesia sendiri, selain dari belasan ribu
> pulau-pulau, besar dan kecil, juga dihuni oleh ratusan suku yang kecuali
> berlatar-belakangkan Melayu Polinesia juga Austro-Melanesia. Belum pula
> latar-belakang agama dan budaya yang juga berbagai dan bervariasi, yang
> semua agama dan semua budaya di dunia ini juga ada di Indonesia ini.
> Dengan latar-belakang gambaran seperti itu, aneh bin ajaib
> sesungguhnya jika Indonesia merupakan sebuah Negara Kesatuan, bukan Negara
> Persatuan. Kalau kita telusuri, ini terutama adalah karena Faktor J (Jawa)
> yang sejak semula, sejak zaman Majapahit, menguasai seluruh Nusantara
> sampai ke hari ini. Karenanya, bukan hanya politis, tetapi juga ekonomi,
> pendidikan dan sosial-budaya, Indonesia dikendalikan oleh pusat kekuasaan
> yang berdomisili di Jawa, dengan sistem yang sentralistik, sentripetal dan
> top-down. Sementara di bidang ekonomi, khususnya, muncul pula Faktor CK
> (Cina Konglomerat) yang menguasai ekonomi Indonesia ini, dari hulu sampai
> ke muara, di darat, laut dan udara. Gedung-gedung dan bangunan besar-besar
> yang berebutan menjulang ke udara, terutama di kota-kota besar, akhir-akhir
> ini, hampir semua, mereka yang punya dan kuasai. Bangunan fabrik dan
> industri, apapun coraknya, sebagian terbesar juga mereka yang punya dan
> kuasai. Belum pula perkebunan, kehutanan, perikanan laut, sampai ke
> pusat-pusat belanja, termasuk mall-mall dan maret-maret di kota-kota,
> hampir tanpa kecuali, mereka yang punya dan kuasai. Sementara jumlah
> penduduk yang berlatar-belakangkan Cina hanya sekitar 2-3 % saja tetapi
> mereka yang praktis menguasai seluruh jentera ekonomi Indonesia ini.
> Kedua Faktor J dan CK inilah yang bersimbiosis membangun
> Indonesia ini sejak masa Orde Baru di zaman Soeharto ke zaman pasca
> Reformasi sekarang ini. Indonesia jadinya tinggal selangkah di belakang
> Filipina yang tidak hanya ekonomi tapi juga politik dan semua-semua sudah
> dikuasai oleh Faktor CK ini. Singapura, seperti kita lihat, yang tadinya
> adalah Kerajaan Melayu Temasek, sekarang negara pulau yang seluruhnya
> berada di tangan CK dan menjadi pusat pengendalian ekonomi dari
> negara-negara tetangga ASEAN. Malaysia yang tadinya bersekutu dengan
> Singapura membentuk negara Persekutuan Semenanjung, di awal era Mahathir
> awal 1970an melepaskan diri dan membentuk Negara Malaysia sendiri. Dengan
> itu suku Melayu mendapatkan peluang yang besar untuk membangun diri dan
> khususnya ekonomi mereka. Dari bermula penguasaan Melayu hanya 2 %, dalam
> jangka 20 tahun pertama telah naik menjadi 22 % dan sekarang sudah
> mendekati 40 %.
> Kembali ke Indonesia, justeru di saat kita mempertanyakan nasib
> masa depan dari DPD-RI, dengan sistem dan strukturnya seperti sekarang ini,
> sebaiknya dibubarkan saja karena tidak banyak manfaatnya. Anggaran yang
> dikeluarkan tiap tahun tidak kurang besarnya, sementara pimpinan maupun
> para anggota senantiasa suka mencari peluang untuk jalan-jalan ke berbagai
> negara manca negara dengan dalih macam-macam. Lagi pula dari pada ke dalam
> suka bercakak-cakak memperebutkan kursi kepemimpinan, karena tidak ada yang
> akan diajukan atau