Re: [silatindonesia] Menderitanya Hidup di Indonesia? (gimana mau ngurusin silat yaah???)

2009-09-29 Terurut Topik O'ong Maryono
Sahabat silat,

Sedih mendengar ceritera ini, enggak tahu mau buat dari mana mengatasi masalah 
ini 
Yang jelas Indonesia tetap kaya meskipun rakyatnya miskin.

Semoga dapat keluar dari kemiskinan

Ciao

O'ong


- Original Message 
From: Agus Suprayogi 
To: voisin_kencana_gr...@yahoogroups.com; Elex 95 ; 
ary...@tempo.co.id; mfa...@mail.tempo.co.id; Eko Hadi ; 
Izoel ; adi rachmadi ; 
silatindonesia@yahoogroups.com
Cc: fikri_nu...@yahoo.com; d_moely...@yahoo.com; Wibowo Tri 
; yeapri...@gmail.com; Prasetya C Saputra 
; politeknik...@yahoogroups.com; Yoda Pralandono 

Sent: Tuesday, September 29, 2009 12:49:20 PM
Subject: [silatindonesia] Menderitanya Hidup di Indonesia? (gimana mau ngurusin 
silat yaah???)

Menderitanya Hidup di Indonesia?

Mungkin paling tepat mengungkapkan kondisi rakyat Indonesia, tak lain dengan
ungkapan, ‘Sudah miskin ditimpa kenaikan harga’. Sudah penghasilan ‘cekak’,
harga-harga tak ada belas kasihannya, terus membubung alias melangit. Maka
daya beli mereka pun, boleh dibilang menjadi ‘nol’.

Tetangga yang setiap tahunnya ‘mudik’ lebaran, tahun ini terpaksa mereka
diam di rumah. Sambil menangis. Mereka tak dapat mudik di hari lebaran,
bertemu dengan sanak familinya. Tetangga yang tinggal di rumah kontrakan
sebelahnya, yang asalnya dari Banyuwangi dengan sangat terpaksa ‘mudik’
harus menaiki motornya menuju kampung halamannya di ujung Pulau Jawa, selama
dua hari dua malam, sambil membawa anak balitanya.

Betapa mereka rakyat miskin, harus mengalami kepahitan hidup yang sangat,
terbebani dengan kenaik-kenaikan. Seakan para penentu harga tak peduli
dengan kondisi yang dialami rakyat miskin, yang jumlahnya semakin besar,
bukan makin berkurang. Hidup mereka bukan semakin membaik, tapi justru
semakin sengsara. Suasananya serba ekstrim. Lebaran biasa-biasa saja.
Bahkan, mungkin sangat pahit buat mereka.

Mereka hanya dapat memandangi singkong rebus, yang tak seberapa, dikelilingi
anak-anaknya.  Sebuah keluarga yang mempunyai anak tujuh orang, semuanya
menganggur, tak ada yang bekerja, karena mereka rata-rata pendidikannya
hanya SD. Sementara itu, anak perempuan mereka yang  bekerja, hanya beberapa
hari  sudah di PHK, karena anaknya yang kecil sakit. Tapi, sekarang ditambah
lagi dengan harga-harga naik. Bahkan,seorang ibu yang miskin, menuturkan
anaknya yang masih kecil, SD, hanya diberi makan dua hari sekali.

Mereka sudah didera oleh oleh berbagai kenaikan sejak sebelum puasa. Sebelum
puasa, harga-harga kebutuhan pokok sudah melonjak drastis. Dan, biasanya
kenaikan harga-harga sebelum puasa, tak akan pernah turun lagi. Kini,
disusul dengan kenaikan jalan tol, yang pasti akan berakibat kenaikan
komponen barang-barang, yang menjadi kebutuhan rakyat.

Tentu, para orang kaya, yang setiap hari mobilnya berseliweran di
jalan-jalan tol, tak terasa dengan kanaikan tol itu. Tapi, mobil-mobil truk
yang mengangkut barang antar propinsi dan antar kota, yang membawa barang,
pasti mereka sangat terpengaruh. Belum lagi ditambah pungli di jalan-jalan,
dan pasti ikut membuat ekonomi biaya tinggi. Semua muaranya akan ditanggung
rakyat, terutama kaum miskin, makin tertimpa dengan kenaikan tol itu.

Kenaikan tol itu, selanjutnya akan disusul dengan kenaikan harga elpiji,
yang banyak digunakan orang-orang miskin, yang beratnya 12 kg, dan harganya
dari Rp 7,700 akan membumbung terus bisa-bisa mencapai harga eceran sampai
Rp 100 ribu. Padahal, elpiji ini banyak digunakan aktivitas ekonomi di
sektor riil, seperti warung-warung, tukang mi, tukang gorengan, tukang baso,
dan pedagang kecil lainnya. Mereka hidupnya tergantung dengan elpiji ini.
Tapi, sekarang harganya oleh Pertamina dinaikkan. Kalau harga elpiji naik,
pasti harga-harga yang menjadi kebutuhan orang-orang miskin, yang berkaitan
dengan ‘perut’ ini juga akan naik.

Barangkali masih belum cukup hantaman terhadap rakyat miskin ini. PLN juga
akan menaikan tarif dasar listrik (TDL), yang rata-rata diatas 30 persen.
Alasannya baik Pertamina dan PLN menaikkan harga elpiji dan TDL itu untuk
menutupi kerugian mereka. Tapi, lagi-lagi yang harus ikut memikul beban
kerugian itu, tak lain para konsumen, yang jumlahnya paling besar adalah
golongan menengah dan kebawah, dan mereka akan menjerit dengan
kenaikan-kenaikan itu. Apalagi, sesudah disyahkannya undang-undang
kelistrikan yang baru, yang memberikan peluang kepada swasta, maka nantinya
listrik sepenuhnya akan diserahkan kepada fihak swasta, yang pasti mereka
berlomba-lomba mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa peduli dengan
kondisi yang dihadapi rakyat.

Kenaikan lainnya,yang bakal diputuskan adalah bahan bakar minyak (BBM).
Inilah skenario ‘kiamat’ bagi mereka yang hidupnya pas—pasan. Jadi, harga
barang-barang kebutuhan pokok naik, tol naik, elpiji naik, listrik naik, dan
terakhir harga bahan bakar minyak naik. Semua yang selama disubsidi akan
dipangkas. Jadi, rakyat harus menerima keadaan itu, suka tidak suka. Tak ada
lagi komitment buat rakyat miskin.

Karena, pemilu sudah usai, 

[silatindonesia] Menderitanya Hidup di Indonesia? (gimana mau ngurusin silat yaah???)

2009-09-28 Terurut Topik Agus Suprayogi
Menderitanya Hidup di Indonesia?

Mungkin paling tepat mengungkapkan kondisi rakyat Indonesia, tak lain dengan
ungkapan, ‘Sudah miskin ditimpa kenaikan harga’. Sudah penghasilan ‘cekak’,
harga-harga tak ada belas kasihannya, terus membubung alias melangit. Maka
daya beli mereka pun, boleh dibilang menjadi ‘nol’.

Tetangga yang setiap tahunnya ‘mudik’ lebaran, tahun ini terpaksa mereka
diam di rumah. Sambil menangis. Mereka tak dapat mudik di hari lebaran,
bertemu dengan sanak familinya. Tetangga yang tinggal di rumah kontrakan
sebelahnya, yang asalnya dari Banyuwangi dengan sangat terpaksa ‘mudik’
harus menaiki motornya menuju kampung halamannya di ujung Pulau Jawa, selama
dua hari dua malam, sambil membawa anak balitanya.

Betapa mereka rakyat miskin, harus mengalami kepahitan hidup yang sangat,
terbebani dengan kenaik-kenaikan. Seakan para penentu harga tak peduli
dengan kondisi yang dialami rakyat miskin, yang jumlahnya semakin besar,
bukan makin berkurang. Hidup mereka bukan semakin membaik, tapi justru
semakin sengsara. Suasananya serba ekstrim. Lebaran biasa-biasa saja.
Bahkan, mungkin sangat pahit buat mereka.

Mereka hanya dapat memandangi singkong rebus, yang tak seberapa, dikelilingi
anak-anaknya.  Sebuah keluarga yang mempunyai anak tujuh orang, semuanya
menganggur, tak ada yang bekerja, karena mereka rata-rata pendidikannya
hanya SD. Sementara itu, anak perempuan mereka yang  bekerja, hanya beberapa
hari  sudah di PHK, karena anaknya yang kecil sakit. Tapi, sekarang ditambah
lagi dengan harga-harga naik. Bahkan,seorang ibu yang miskin, menuturkan
anaknya yang masih kecil, SD, hanya diberi makan dua hari sekali.

Mereka sudah didera oleh oleh berbagai kenaikan sejak sebelum puasa. Sebelum
puasa, harga-harga kebutuhan pokok sudah melonjak drastis. Dan, biasanya
kenaikan harga-harga sebelum puasa, tak akan pernah turun lagi. Kini,
disusul dengan kenaikan jalan tol, yang pasti akan berakibat kenaikan
komponen barang-barang, yang menjadi kebutuhan rakyat.

Tentu, para orang kaya, yang setiap hari mobilnya berseliweran di
jalan-jalan tol, tak terasa dengan kanaikan tol itu. Tapi, mobil-mobil truk
yang mengangkut barang antar propinsi dan antar kota, yang membawa barang,
pasti mereka sangat terpengaruh. Belum lagi ditambah pungli di jalan-jalan,
dan pasti ikut membuat ekonomi biaya tinggi. Semua muaranya akan ditanggung
rakyat, terutama kaum miskin, makin tertimpa dengan kenaikan tol itu.

Kenaikan tol itu, selanjutnya akan disusul dengan kenaikan harga elpiji,
yang banyak digunakan orang-orang miskin, yang beratnya 12 kg, dan harganya
dari Rp 7,700 akan membumbung terus bisa-bisa mencapai harga eceran sampai
Rp 100 ribu. Padahal, elpiji ini banyak digunakan aktivitas ekonomi di
sektor riil, seperti warung-warung, tukang mi, tukang gorengan, tukang baso,
dan pedagang kecil lainnya. Mereka hidupnya tergantung dengan elpiji ini.
Tapi, sekarang harganya oleh Pertamina dinaikkan. Kalau harga elpiji naik,
pasti harga-harga yang menjadi kebutuhan orang-orang miskin, yang berkaitan
dengan ‘perut’ ini juga akan naik.

Barangkali masih belum cukup hantaman terhadap rakyat miskin ini. PLN juga
akan menaikan tarif dasar listrik (TDL), yang rata-rata diatas 30 persen.
Alasannya baik Pertamina dan PLN menaikkan harga elpiji dan TDL itu untuk
menutupi kerugian mereka. Tapi, lagi-lagi yang harus ikut memikul beban
kerugian itu, tak lain para konsumen, yang jumlahnya paling besar adalah
golongan menengah dan kebawah, dan mereka akan menjerit dengan
kenaikan-kenaikan itu. Apalagi, sesudah disyahkannya undang-undang
kelistrikan yang baru, yang memberikan peluang kepada swasta, maka nantinya
listrik sepenuhnya akan diserahkan kepada fihak swasta, yang pasti mereka
berlomba-lomba mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tanpa peduli dengan
kondisi yang dihadapi rakyat.

Kenaikan lainnya,yang bakal diputuskan adalah bahan bakar minyak (BBM).
Inilah skenario ‘kiamat’ bagi mereka yang hidupnya pas—pasan. Jadi, harga
barang-barang kebutuhan pokok naik, tol naik, elpiji naik, listrik naik, dan
terakhir harga bahan bakar minyak naik. Semua yang selama disubsidi akan
dipangkas. Jadi, rakyat harus menerima keadaan itu, suka tidak suka. Tak ada
lagi komitment buat rakyat miskin.

Karena, pemilu sudah usai, janji-janji tinggal, rakyat harus bisa hidup
dengan kehidupan kapitalisme, yang tidak ada lagi subsidi. Kecuali bagi
mereka yang ‘ besar’, seperti Bank-Bank yang dulu pernah mendapat kucuran
talangan lewat BLBI (Rp 650 triliun), termasuk Bank Century, yang belakangan
ini ikut mendapatkan kucuran Rp.6.7 triliun. Tapi, tidak untuk orang-orang
miskin, yang tidak memiliki arti apa-apa.

Getir. Mereka mudik dengan menggunakan motor berboncengan bersama
keluarganya, yang tak jarang, diantara mereka tak sampai dikampung
halamannya, karena kecelakaan dan meninggal. Kereta dan bus serta kendaraan
angkutan lainnya, yang umumnya digunakan kelas menengah ke bawah, penuh
sesak, dan semrawut. Hanya karena mereka orang-orang miskin. Siapa ya