[Buku Incaran]
Upaya Menaklukkan Kekakuan Sejarah Nabi
---Anwar Holid
Pengikat Surga
Penulis: Hisani Bent Soe
Penerbit: Ten-Q, 2010
Tebal: 400 halaman
ISBN: 978-602-96891-0-5
Jakob Sumardjo di dalam buku Menulis Cerpen (1997) menyatakan bahwa salah satu
ciri karya besar ialah penyajiannya harus menarik. Gaya bercerita harus memikat
dan mampu memuaskan nafsu para pembaca terhadap keindahan. Di sini yang
dipersoalkan adalah bagaimana-nya suatu karya, bukan apa-nya (subjek karya
tersebut).
Nyata sekali bahwa sebuah karya besar tidak perlu memasang masalah besar dalam
takaran filsafat atau ilmu pengetahuan, demikian paparnya. Jakob mencontohkan
karya Sutan Takdir Alisyahbana, Grotta Azzura. Novel ini bicara tentang
kebudayaan yang besar secara detail dan komplet, tapi sayang penggambaran
kebesaran masalah itu gagal dituangkan secara menarik dan manis.
Hetih Rusli, penyunting fiksi di Gramedia Pustaka Utama, berpendapat bahwa
salah satu hal paling penting dalam novel yang bagus ialah memperhatikan
kekuatan tokoh utama (protagonis). Dia menyatakan: Yang terpenting ialah
meniupkan nyawa ke dalam diri si tokoh. Tokoh tersebut harus hidup, bergerak,
dan bernapas pada saat kita membacanya. Si tokoh harus hidup dalam bentuk tiga
dimensi di benak pembaca, bukan cuma tertulis di atas kertas.
Dua pandangan tersebut menggiring pada opini bahwa tema atau subjek persoalan
suatu cerita bisa mengenai apa saja, namun kunci fiksi itu tetap bagaimana cara
menyajikannya. Tegas Jakob Sumardjo, Jangan mengorbankan sastra hanya untuk
tema.
Hisani Bent Soe, seorang pengajar (ustadzah) di Ma'had Al-Imarat, Bandung,
berusaha menaklukkan kekakuan sejarah kisah kehidupan nabi Muhammad ke dalam
novel berjudul Pengikat Surga. Kisah kehidupan dan kehidupan nabi Muhammad
(shirah nabawiyah) jelas sudah sangat populer bagi pembaca Muslim,
terus-menerus dieksplorasi oleh sekian banyak penulis Muslim dan non-Muslim
baik ke dalam risalah nonfiksi maupun karya fiksi, serta menghasilkan karya
dengan ciri masing-masing.
Hisani memanfaatkan kelebihan pengetahuannya tentang detail sejarah Islam yang
luas dan mumpuni sebagai bahan dasar untuk menciptakan suasana awal munculnya
Muhammad sebagai penerus akhir agama tauhid (yang mengesakan Tuhan) hingga masa
awal terpilihnya Ustman bin Affan sebagai pemimpin bangsa di jazirah
Arab---yang juga terdapat komunitas Yahudi, Kristen, maupun kaum penyembah
berhala dan politeis. Bisa jadi karena Hisani sejak awal berniat menulis
trilogi, maka periodisasi dalam novel ini tanggung dan akhir novel ini sengaja
dibiarkan menggantung.
Hisani pada dasarnya juga mampu menemukan sudut pandang yang sangat menarik
untuk menceritakan seluruh kisah perjalanan kenabian itu, yaitu dari kacamata
Asma, gadis kecil yang sejak awal dekat dengan keluarga Muhammad. Dari mulut
dan pikirannya novel ini tersaji. Di awal-awal buku kita akan membaca
pertanyaan-pertanyaan naif seorang gadis ayahnya, yaitu Abu Bakar, mengenai
Islam dan awal mula dakwah Muhammad. Ayah Asma sendiri lebih senior dari
Muhammad dan sejak awal mereka berbagi kegelisahaan soal dekadensi moral dan
spiritualitas masyarakatnya. Pada gilirannya, nanti Abu Bakar akan menjadi
mertua Muhammad karena dia menikahkan putri bungsunya, Aisyah. Muhammad sendiri
juga memiliki putri sepantaran Asma bernama Ruqayyah. Mereka berdua sudah
berteman akrab sejak kecil dan sering bermain bersama, karena orang tua mereka
selain sesama rekanan bisnis juga telah berkawan erat. Merekalah saksi sejak
kanak-kanak bagaimana orang tua masing-masing
bertransformasi menjadi agen perubahan masyarakat dan mengorbankan
segala-galanya demi tegaknya Islam. Seiring waktu dan dinamika peristiwa, Asma
menyaksikan nyaris seluruh peristiwa penting dalam sejarah Islam dari jarak
sangat dekat, termasuk tambahan berita dari ayah, suami (Az Zubayr bin Awwam),
maupun adiknya (Aisyah). Bahkan sejak awal Abu Bakar melibatkan Asma untuk
menjadi pencatat dan pendata seluruh pemeluk Islam beserta rahasia strategi
gerakan Islam yang direncanakan di rumah Muhammad. Dari peran itu tergambar
betapa Asma bisa dikatakan termasuk seorang Muslim utama, sebab ia berada di
pusaran lingkaran dalam para tokoh Islam.
Dinamika perkembangan awal Islam inilah yang justru merupakan inti dan mendapat
porsi terbesar dalam novel ini. Kehidupan pribadi Asma dan dunia batinnya juga
kurang terungkap secara memikat, sebab dia sangat sibuk terlibat dengan dunia
luar. Selain menjadi juru tulis dan pemegang rahasia ayahnya, Asma juga
merupakan pionir tenaga paramedik setiap kali umat Islam terlibat peperangan.
Dari sudut bias gender, secara implisit Hisani ingin membuktikan betapa Islam
sejak awal memuliakan perempuan dan membuka peluang agar mereka secara bebas
dan maksimal bisa berperan di masyarakat umum.
Mengolah bahan sejarah nan panjang dan melimpah ruah dengan informasi namun
butuh kejelian menangkap detail dan suasana batin protagonis itulah yang masih
kurang