Re: Bls: [Urang Sunda] Bubat

2009-01-03 Terurut Topik Jay
Ceunah mah kitu...
hi hi ..

keun we tong di emutan kang, bilih teu damang.


-Jay-


--- In urangsunda@yahoogroups.com, Narayana Adipranata 
 wrote:
>
> ari ceuk sakaol mah cenah iring-iringan dyah pitaloka teh dibantai 
di lapangan bubat.geuning na carita eta mah euweuh??? malah hayam 
wuruk jadi kawin ka dyah pitalokanaha mana nu bener???
> 
> Dari: Jay 
> 
> Kepada: urangsunda@yahoogroups.com
> Terkirim: Kamis, 1 Januari, 2009 15:17:47
> Topik: [Urang Sunda] Bubat
> 
> 
> Hingga fajar menyingsing, Wirayuda belum bisa memicingkan matanya. 
> Entah mengapa, hatinya tiba-tiba terbelit gelisah. Sesekali 
wajahnya 
> menengadah, menatap atap kamar yang temaram.  Kilatan cahaya obor 
> yang tertancap ditembok batu terpantul di bola matanya yang redup. 
> 
> Tarikan nafasnya begitu dalam. Walaupun lirih, tapi terdengar 
> menggemuruh didalam dadanya. seperti karang yang diterjang ombak 
di 
> Pantai Selatan Jawa. Hari ini, adalah hari yang istimewa sepanjang 
> sejarah. Perjalanan panjang rombongan Kerajaan Sunda ke Tanah 
> Majapahit  akan membuat cerita indah, cerita untuk dikisahkan lagi 
> kepada anak cucunya kelak, dituliskan oleh para pujangga pada 
> kitab-kitab dan dilantunkan dalam kawih.
> 
> Masih terbayang rentetan kejadian kemarin ...
> 
> Rombongan dari Kerajaan Sunda disambut hangat oleh rombongan 
> penjemput di Tegal Bubat. Satu demi satu, rangkaian upacara 
berjalan 
> dengan lancar. Upacara penjemputan dipimpin langsung oleh 
Gajahmada 
> secara hidmat. Patih Kerajaan Majapahit yang berbadan tinggi 
besar, 
> gempal dan wajahnya kelam. Senyumnya bahkan tak kentara, namun 
> kharismanya sungguh terasa. Siapa nyana, hari itu semuanya bisa 
> melihat wajah Sang Mahapatih yang terkenal diseluruh Nusantara. 
> Namanya telah menggetarkan seluruh kerajaan-kerajaan bahkan sampai 
> Tiongkok dengan sumpah amukti Palapanya.
> 
> Tiga pengasuh duduk bersimpuh dibelakang Dyah Ayu Pitaloka yang 
> berbalut kebaya berwarna putih, berkain coklat lereng dan rambut 
yang 
> hitam legam mengkilat disanggul dengan hiasan untaian bunga 
melati. 
> Sebuah Patrem, berwarna kuning keemasan pemberian sang paman 
> Mahapatih Bunisora Suradipati ditancapkan pada sanggulnya. Indah. 
> Wajahnya berseri-seri walaupun semalaman hampir tidak tertidur. 
> Kegelisahan diwajahnya tak lagi nampak pada wajahnya yang cantik 
> bercahaya. Dan semua orang yang melihatnya terpesona. 
> 
> Sejenak, Mahapatih Gajahmada menatap wajah ayu Dyah Pitaloka. 
> Wajah yang pernah ia lihat pada lukisan yang dibuat oleh utusan 
> kerajaan Majapahit beberapa masa silam, hingga akhirnya Prabu 
Hayam 
> Wuruk memutuskan untuk meminangnya menjadi pendampingnya. Wajah 
> inilah yang menjadi impian Raja-nya, tapi sekaligus menghentikan 
> impiannya untuk menaklukan kerajaan Sunda. Sumpah Amukti Palapanya 
> belum terlaksana dengan sempurna. 
> 
> Pandangannya kemudian beralih pada Prabu Linggabuana. Raja 
Kerajaan 
> Sunda, yang bila dirunut dari sejarah, masih ada kaitan 
kekeluargaan 
> dengan rajanya sendiri. Tapi pengabdian dan kecintaan kepada Raja-
nya 
> masih mengalahkan ambisinya untuk menguasai Kerajaan Sunda. 
Gajahmada 
> cuma bisa mengeluh dalam hati.
> 
> Sesaat, Patih Gajah Mada dan Prabu Linggabuana beradu pandang. 
Namun 
> Gajahmada segera memalingkan tatapannya ke arah para prajurit yang 
> tengah mempersiapkan keberangkatan rombongan menuju Keraton 
Majapahit.
> 
> Dengan gemulai, Dyah Ayu Pitaloka menaiki satu demi satu tangga 
> kereta kencana. Ditemani oleh tiga orang pengasuhnya, Dyah 
Pitaloka 
> lalu duduk diatas bantal empuk bertilam sutra warna merah, beralas 
> permadani tebal dan wangi melati yang merebak segar. Selepas itu, 
> Kereta kencana bersepuh emas yang ditarik oleh enam ekor kuda 
> berwarna putih itu berjalan dengan perlahan. Rodanya berderak 
> melindas batu-batu jalanan. Didepan kereta kencana, dua baris 
pasukan 
> berkuda membuka jalan. Beberapa prajurit berjalan disamping 
pasukan 
> berkuda, mengusung bendera kerajaan yang berkibar-kibar diterpa 
> angin. 
> 
> Diikuti dibelakangnya, kereta yang ditumpangi Maha Prabu 
Linggabuana, 
> diiring para prajurit Belamati kerajaan Sunda dan para prajurit 
dari 
> Kerajaan Majapahit. 
> 
> Sepanjang perjalanan, di sebelah kiri dan kanan jalan, rakyat 
> Majapahit berjejer. Tua muda, laki-laki dan perempuan berdiri 
sembari 
> melambaikan tangan tak henti-hentinya ke arah iring-iringan. 
Sebagian 
> ikut berjalan, semuanya turut bergembira menyambut kedatangan 
calon 
> permaisuri kerajaan mereka.
> 
> Matahari semakin tinggi ketika memasuki Trowulan, kotaraja 
Majapahit. 
> Arak-arakan semakin panjang. Sepanjang harapan mereka meretas masa 
> depan. Orang-orang yang menonton tidak hanya berdiri dipingg

Bls: [Urang Sunda] Bubat

2009-01-02 Terurut Topik Narayana Adipranata
ari ceuk sakaol mah cenah iring-iringan dyah pitaloka teh dibantai di lapangan 
bubat.geuning na carita eta mah euweuh??? malah hayam wuruk jadi kawin ka dyah 
pitalokanaha mana nu bener???

Dari: Jay 

Kepada: urangsunda@yahoogroups.com
Terkirim: Kamis, 1 Januari, 2009 15:17:47
Topik: [Urang Sunda] Bubat


Hingga fajar menyingsing, Wirayuda belum bisa memicingkan matanya. 
Entah mengapa, hatinya tiba-tiba terbelit gelisah. Sesekali wajahnya 
menengadah, menatap atap kamar yang temaram.  Kilatan cahaya obor 
yang tertancap ditembok batu terpantul di bola matanya yang redup. 

Tarikan nafasnya begitu dalam. Walaupun lirih, tapi terdengar 
menggemuruh didalam dadanya. seperti karang yang diterjang ombak di 
Pantai Selatan Jawa. Hari ini, adalah hari yang istimewa sepanjang 
sejarah. Perjalanan panjang rombongan Kerajaan Sunda ke Tanah 
Majapahit  akan membuat cerita indah, cerita untuk dikisahkan lagi 
kepada anak cucunya kelak, dituliskan oleh para pujangga pada 
kitab-kitab dan dilantunkan dalam kawih.

Masih terbayang rentetan kejadian kemarin ...

Rombongan dari Kerajaan Sunda disambut hangat oleh rombongan 
penjemput di Tegal Bubat. Satu demi satu, rangkaian upacara berjalan 
dengan lancar. Upacara penjemputan dipimpin langsung oleh Gajahmada 
secara hidmat. Patih Kerajaan Majapahit yang berbadan tinggi besar, 
gempal dan wajahnya kelam. Senyumnya bahkan tak kentara, namun 
kharismanya sungguh terasa. Siapa nyana, hari itu semuanya bisa 
melihat wajah Sang Mahapatih yang terkenal diseluruh Nusantara. 
Namanya telah menggetarkan seluruh kerajaan-kerajaan bahkan sampai 
Tiongkok dengan sumpah amukti Palapanya.

Tiga pengasuh duduk bersimpuh dibelakang Dyah Ayu Pitaloka yang 
berbalut kebaya berwarna putih, berkain coklat lereng dan rambut yang 
hitam legam mengkilat disanggul dengan hiasan untaian bunga melati. 
Sebuah Patrem, berwarna kuning keemasan pemberian sang paman 
Mahapatih Bunisora Suradipati ditancapkan pada sanggulnya. Indah. 
Wajahnya berseri-seri walaupun semalaman hampir tidak tertidur. 
Kegelisahan diwajahnya tak lagi nampak pada wajahnya yang cantik 
bercahaya. Dan semua orang yang melihatnya terpesona. 

Sejenak, Mahapatih Gajahmada menatap wajah ayu Dyah Pitaloka. 
Wajah yang pernah ia lihat pada lukisan yang dibuat oleh utusan 
kerajaan Majapahit beberapa masa silam, hingga akhirnya Prabu Hayam 
Wuruk memutuskan untuk meminangnya menjadi pendampingnya. Wajah 
inilah yang menjadi impian Raja-nya, tapi sekaligus menghentikan 
impiannya untuk menaklukan kerajaan Sunda. Sumpah Amukti Palapanya 
belum terlaksana dengan sempurna. 

Pandangannya kemudian beralih pada Prabu Linggabuana. Raja Kerajaan 
Sunda, yang bila dirunut dari sejarah, masih ada kaitan kekeluargaan 
dengan rajanya sendiri. Tapi pengabdian dan kecintaan kepada Raja-nya 
masih mengalahkan ambisinya untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajahmada 
cuma bisa mengeluh dalam hati.

Sesaat, Patih Gajah Mada dan Prabu Linggabuana beradu pandang. Namun 
Gajahmada segera memalingkan tatapannya ke arah para prajurit yang 
tengah mempersiapkan keberangkatan rombongan menuju Keraton Majapahit.

Dengan gemulai, Dyah Ayu Pitaloka menaiki satu demi satu tangga 
kereta kencana. Ditemani oleh tiga orang pengasuhnya, Dyah Pitaloka 
lalu duduk diatas bantal empuk bertilam sutra warna merah, beralas 
permadani tebal dan wangi melati yang merebak segar. Selepas itu, 
Kereta kencana bersepuh emas yang ditarik oleh enam ekor kuda 
berwarna putih itu berjalan dengan perlahan. Rodanya berderak 
melindas batu-batu jalanan. Didepan kereta kencana, dua baris pasukan 
berkuda membuka jalan. Beberapa prajurit berjalan disamping pasukan 
berkuda, mengusung bendera kerajaan yang berkibar-kibar diterpa 
angin. 

Diikuti dibelakangnya, kereta yang ditumpangi Maha Prabu Linggabuana, 
diiring para prajurit Belamati kerajaan Sunda dan para prajurit dari 
Kerajaan Majapahit. 

Sepanjang perjalanan, di sebelah kiri dan kanan jalan, rakyat 
Majapahit berjejer. Tua muda, laki-laki dan perempuan berdiri sembari 
melambaikan tangan tak henti-hentinya ke arah iring-iringan. Sebagian 
ikut berjalan, semuanya turut bergembira menyambut kedatangan calon 
permaisuri kerajaan mereka.

Matahari semakin tinggi ketika memasuki Trowulan, kotaraja Majapahit. 
Arak-arakan semakin panjang. Sepanjang harapan mereka meretas masa 
depan. Orang-orang yang menonton tidak hanya berdiri dipinggir jalan, 
tapi turut mengiringi sampai alun-alun kerajaan.

Diatas kudanya, kegelisahan Wirayuda luruh. Tugasnya mengiringi Maha 
Prabu Linggabuana dan putrinya Dyah Ayu Pitaloka Citraresmi ke 
kerajaan Majapahit untuk dipersunting oleh Maharaja Hayam Wuruk 
hampir selesai. Semua petunjuk dari Mahapatih Kerajaan Sunda, 
Bunisora Suradipati serta Kepala Pasukan belamati Rakean Mantri Usus 
telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Walaupun dalam hatinya 
seringkali bertanya, bahkan mungkin seluruh rakyat kerajaan Sunda pun 
bertanya-tanya, mengapa calon pengantin perempuan yang harus 
ngadeuheus

[Urang Sunda] Bubat

2009-01-01 Terurut Topik Jay
Hingga fajar menyingsing, Wirayuda belum bisa memicingkan matanya. 
Entah mengapa, hatinya tiba-tiba terbelit gelisah. Sesekali wajahnya 
menengadah, menatap atap kamar yang temaram.  Kilatan cahaya obor 
yang tertancap ditembok batu terpantul di bola matanya yang redup. 

Tarikan nafasnya begitu dalam. Walaupun lirih, tapi terdengar 
menggemuruh didalam dadanya. seperti karang yang diterjang ombak di 
Pantai Selatan Jawa. Hari ini, adalah hari yang istimewa sepanjang 
sejarah. Perjalanan panjang rombongan Kerajaan Sunda ke Tanah 
Majapahit  akan membuat cerita indah, cerita untuk dikisahkan lagi 
kepada anak cucunya kelak, dituliskan oleh para pujangga pada 
kitab-kitab dan dilantunkan dalam kawih.


Masih terbayang rentetan kejadian kemarin ...

Rombongan dari Kerajaan Sunda disambut hangat oleh rombongan 
penjemput di Tegal Bubat. Satu demi satu, rangkaian upacara berjalan 
dengan lancar. Upacara penjemputan dipimpin langsung oleh Gajahmada 
secara hidmat. Patih Kerajaan Majapahit yang berbadan tinggi besar, 
gempal dan wajahnya kelam. Senyumnya bahkan tak kentara, namun 
kharismanya sungguh terasa. Siapa nyana, hari itu semuanya bisa 
melihat wajah Sang Mahapatih yang terkenal diseluruh Nusantara. 
Namanya telah menggetarkan seluruh kerajaan-kerajaan bahkan sampai 
Tiongkok dengan sumpah amukti Palapanya.


Tiga pengasuh duduk bersimpuh dibelakang Dyah Ayu Pitaloka yang 
berbalut kebaya berwarna putih, berkain coklat lereng dan rambut yang 
hitam legam mengkilat disanggul dengan hiasan untaian bunga melati. 
Sebuah Patrem, berwarna kuning keemasan pemberian sang paman 
Mahapatih Bunisora Suradipati ditancapkan pada sanggulnya. Indah. 
Wajahnya berseri-seri walaupun semalaman hampir tidak tertidur. 
Kegelisahan diwajahnya tak lagi nampak pada wajahnya yang cantik 
bercahaya. Dan semua orang yang melihatnya terpesona. 


Sejenak, Mahapatih Gajahmada menatap wajah ayu Dyah Pitaloka. 
Wajah yang pernah ia lihat pada lukisan yang dibuat oleh utusan 
kerajaan Majapahit beberapa masa silam, hingga akhirnya Prabu Hayam 
Wuruk memutuskan untuk meminangnya menjadi pendampingnya. Wajah 
inilah yang menjadi impian Raja-nya, tapi sekaligus menghentikan 
impiannya untuk menaklukan kerajaan Sunda. Sumpah Amukti Palapanya 
belum terlaksana dengan sempurna. 

Pandangannya kemudian beralih pada Prabu Linggabuana. Raja Kerajaan 
Sunda, yang bila dirunut dari sejarah, masih ada kaitan kekeluargaan 
dengan rajanya sendiri. Tapi pengabdian dan kecintaan kepada Raja-nya 
masih mengalahkan ambisinya untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajahmada 
cuma bisa mengeluh dalam hati.

Sesaat, Patih Gajah Mada dan Prabu Linggabuana beradu pandang. Namun 
Gajahmada segera memalingkan tatapannya ke arah para prajurit yang 
tengah mempersiapkan keberangkatan rombongan menuju Keraton Majapahit.

Dengan gemulai, Dyah Ayu Pitaloka menaiki satu demi satu tangga 
kereta kencana. Ditemani oleh tiga orang pengasuhnya, Dyah Pitaloka 
lalu duduk diatas bantal empuk bertilam sutra warna merah, beralas 
permadani tebal dan wangi melati yang merebak segar. Selepas itu, 
Kereta kencana bersepuh emas yang ditarik oleh enam ekor kuda 
berwarna putih itu berjalan dengan perlahan. Rodanya berderak 
melindas batu-batu jalanan. Didepan kereta kencana, dua baris pasukan 
berkuda membuka jalan. Beberapa prajurit berjalan disamping pasukan 
berkuda, mengusung bendera kerajaan yang berkibar-kibar diterpa 
angin. 

Diikuti dibelakangnya, kereta yang ditumpangi Maha Prabu Linggabuana, 
diiring para prajurit Belamati kerajaan Sunda dan para prajurit dari 
Kerajaan Majapahit. 

Sepanjang perjalanan, di sebelah kiri dan kanan jalan, rakyat 
Majapahit berjejer. Tua muda, laki-laki dan perempuan berdiri sembari 
melambaikan tangan tak henti-hentinya ke arah iring-iringan. Sebagian 
ikut berjalan, semuanya turut bergembira menyambut kedatangan calon 
permaisuri kerajaan mereka.

Matahari semakin tinggi ketika memasuki Trowulan, kotaraja Majapahit. 
Arak-arakan semakin panjang. Sepanjang harapan mereka meretas masa 
depan. Orang-orang yang menonton tidak hanya berdiri dipinggir jalan, 
tapi turut mengiringi sampai alun-alun kerajaan.

Diatas kudanya, kegelisahan Wirayuda luruh. Tugasnya mengiringi Maha 
Prabu Linggabuana dan putrinya Dyah Ayu Pitaloka Citraresmi ke 
kerajaan Majapahit untuk dipersunting oleh Maharaja Hayam Wuruk 
hampir selesai. Semua petunjuk dari Mahapatih Kerajaan Sunda, 
Bunisora Suradipati serta Kepala Pasukan belamati Rakean Mantri Usus 
telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Walaupun dalam hatinya 
seringkali bertanya, bahkan mungkin seluruh rakyat kerajaan Sunda pun 
bertanya-tanya, mengapa calon pengantin perempuan yang harus 
ngadeuheus ke tempat calon mempelai laki-laki ? bukannya calon 
mempelai laki-laki yang seharusnya datang menjemput calon pengantin 
perempuan ? Bahkan hingga akhirnya seorang Prabu Linggabuana pun 
harus melanggar adat karuhun ?

Namun pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah terlontar. Tersimpan 
dalam hatinya rapat-rapat

Re: [Urang Sunda] => Bubat deui=> Punteun ==> sunda Brebes

2005-02-21 Terurut Topik dudi






Kang Kamto WR (WR-na Wiharna?) pantensan atuh 
pinter basa sundana ari urang salem mah. Teh Gilang ieu teh Kang doktor tea 
kitu? 
 
Perkawis perang bubat tea, geuning 
aya anu nyabung sareng dongeng "tutur tinular saur sepuh" di kulawargi sim 
kuring. Yen eta peperangan henteu ngabalukarkeun maraotna rombongan pajajaran, 
kitu deui sareng para pangagungna utamina rajana, eyang prabu tea. Saur dongeng 
ti sepuh mah saparantosna sarangenge surup mah anu taratu, anu kateuweuk atawa 
anu di tusuk keris teh ngaruniang deui terus marulang bari sasalimpetan dan 
meureun bilih (pasti) aya anu maluruh ku pasukan ti majapait anu nempo 
tempat 'pembantaian' suwung teu aya tapak-tapakna acan. Mulang-na robongan ieu 
khususna eyang prabu henteu ka dayeuh pajajaran (galuh) ku alesan 
kedah nutup carios anjeunan. Janten pantes pisan upami eta robongan ngalangkung 
ka wewengkon salem da geuning aya carios sapertos kitu. Marulihna eta rombongan 
tangtosna oge nganggo jalan darat sok sanaos tebih tapi mung hiji-hijina 
cara anu tangtu tiasa dugi ka tatar sunda.  
 
Wassalam,
dudi_ss
 

  - Original Message - 
  From: 
  Nana Tea 
  
  To: urangsunda@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, February 21, 2005 6:09 
  PM
  Subject: [Urang Sunda] Re: Punteun ==> 
  sunda Brebes
  
  mangga kang sukamto ka leubeut, sok calik dimana we aya rohangan anu 
  lowong. sok sanaos akang urang Jawa Tengah sawios da sunda keneh. 
  abi teh sumuhun Nana, kawitna sami ti Brebes, tepatna mah daerah Salem, 
  sami sareng akang. Dunya teh caket nya kang. Akang ti salem tapi nuju ngumbara 
  di Jepun. si kuring oge ti Salem nuju ngumbara di nagara sorangan, di batawi. 
  
  Perkawis sajarah sunda di Salem,  parantos lami aya sunda di Salem. 
  
   
  Numutkeun Buktos anu aya di Gn Sagara ( di lembur Akang ) basa 
  sunda di Salem aya patula patalina sareng sajarah Kabuyutan sunda di Ciburuy 
  Bandung. 
  Pasualan buktos di gn sagara, abi oge terang ti urang walanda, he 
  he maksadna arsip. saur urang walanda : aya gulungan daun lontar anu 
  ditulis nganggo basa sunda, mung sunda heubeul, ke pami abi salse ku abi di 
  attacht. Gulungan lontar sadayana aya lima. Tapi ku kaayaan iklim anu tiasa 
  diaos mung dua.
  Eta arsip teh eusina mah mung nyarioskeun pasualan agama Hindu, lan dewa, 
  lan anu sejena sakitar pasualan kahirupan waktos harita. Ti dieu janten 
  kasimpulan yen di Salem teh aya dina pangaruh hindu anu asalna ti 
  bandung.
  Upami ningali tina bentuk huruf sareng basa anu dianggo dina eta lontar 
  jentre pisan yen eta tulisan teh di serat awal abad ka opat belas. 
  Sementawis sajarah teh nyatet yen jaman harita  karajaan 
  majapahit  can lami nangtung ( tahun 1297).  
  Janten hubungan Salem - Sunda, tulisan lontar awal abad 14, ngadegna 
  majapahit, aya patula patali sareng sajarah perang Bubat. 
  didieu ngandung hartos yen teu sadaya maot rombongan Ratu 
  Pajajaran anu ka Majapahit  
   
  Dugi ka danget ieu pasualan Kabuyutan Ciburuy anu ngaluarkeun lontar si 
  kuring oge teu acan panggih, hayu urang tanyakeun ka baraya US. 
   
  Numutkeun catatan sajarah pemda Brebes, yen di Salem utamina desa 
  Gandoang dugi ka awal abad 20 masih keneh ngagem anu sami sareng abad ka-14. 
  Malihan dugi ka ayeuna di Gandoang mah masih keneh aya upacara mutih ( teu 
  motong lan teu tuang anu salna tina sasatoan).
  cag heula
   
  sukamtowrn <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Ass.wr.wb.Punteun 
sateu acananuju aya waktos tadi tech nembe leubeut kana mailing list 
urang sunda, kuhayang terang carita/sejarah sunda di Salem. 
Ehhhmalah tos aya urang sunda anu ti Salem.Nepangkeun...saya 
teh..lahir sareng sakola sampe SMP mah di Salem. Ieu teh...Nana ...urang 
Salem oge ?Hapunteun sateuacana.Wassalam,Sukamto 
Wiharna


Komunitas Urang Sunda --> http://www.Urang-Sunda.or.id









Yahoo! Groups Links

To visit your group on the web, go to:http://groups.yahoo.com/group/urangsunda/ 
To unsubscribe from this group, send an email to:[EMAIL PROTECTED] 
Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.