Re: [Urang Sunda] Global Climate Warning!!!!

2007-09-24 Terurut Topik Aschev Schuraschev
Sae pisan info teh, Gan. Upami tiasa mah tiap minggu atanapi tiap sasih juragan 
ngabaledogkeun deui ieu jejer ka milis sabage kampanye peningkatan kesadaran 
individu.

Sajabi upaya individu, aya oge upaya anu tiasa dilakonan ku pamarentah (ka saha 
deui urang teh nyuhunkeun tulung upami sanes ka pamarentah mah, nya?) 
sapertosna wae ngadamel planning pembangunan perumahan anu orientasina ka luhur 
(rusun), nyegah pangrusakan leuweung lindung sareng lahan produktif, regulasi 
anu maksa para pengembang perumahan supados ngahejokeun proyekna ku cara melak 
tatangkalan anu tiasa ngiuhan (anu bakal ngirangan digunakeunnana AC) sanes 
jukut hungkul, sareng sajabina.

Salam,
Asep


Gan Lesmana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   

 Keur dulur-dulur .. mugi-mugi ieu info teh aya manfaatna ...
  
  
   
Tahun 2040 : 2.000 pulau tenggelam

   

  Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah 
suatu masalah yang perlu kita risaukan.

   

  "Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa 
 mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?" barangkali begitulah Anda 
berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) memublikasikan 
hasil 

  pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama 
tahun 

  1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian 
bumi, 

  antara 0,15 - 0,3ºC. 

   

  Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 
tahun dari sekarang) 
lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus 
memanas, pada tahun 2050 akan terjadi 

  - kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. 

  - Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. 

  - Napas tersengal oleh asap dan debu.
- Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. 

  - Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh 
pulau. 

  - Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu 
minimum 

  kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17ºC per tahun.

  
Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87ºC per 
tahun. 

   

  Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti 
satu-satunya 

  tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.

Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan 
Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. 

  
Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu 
bumi 
terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daera-daerah di Jakarta 
(seperti: Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti: 
Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya 
kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es 
yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan 
laut bumi - termasuk laut di seputar Indonesia - terus meningkat.

  
Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis 
kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang 
sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan 
orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat 
tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.

Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), 
menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi 
gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang 
dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah  
untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa 
menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan 
lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan 
teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk 
ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini 
juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan 
konsentrasi gas rumah kaca tadi.

Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah 
kaca. 

   

  Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas 
alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun 
membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. 

   

  Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4, 18%), ozon (O3, 
12%), 

  dan clorofluorocarbon (CFC, 14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses 
pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi.

  
Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara 
itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC mode

Re: [Urang Sunda] Global Climate Warning!!!!

2007-09-24 Terurut Topik Die Cikiray
Hiii,sereeemmm,boa tanda-tanda kiamat tos caket tea,  hayu atuh nu teu acan 
eling urang areling, nu can tobat  urang tarobat, anu tos biasa ngajalankeun 
parentahNa urang langkung Khusu, langkung ditingkatkeun deui kaimannana   

Gan Lesmana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   
 Keur dulur-dulur .. mugi-mugi ieu info teh aya manfaatna ...
  
  
   
Tahun 2040 : 2.000 pulau tenggelam

   

  Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah 
suatu masalah yang perlu kita risaukan.

   

  "Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa 
 mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?" barangkali begitulah Anda 
berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) memublikasikan 
hasil 

  pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama 
tahun 

  1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian 
bumi, 

  antara 0,15 - 0,3ºC. 

   

  Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 
tahun dari sekarang) 
lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus 
memanas, pada tahun 2050 akan terjadi 

  - kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. 

  - Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. 

  - Napas tersengal oleh asap dan debu.
- Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. 

  - Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh 
pulau. 

  - Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu 
minimum 

  kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17ºC per tahun.

  
Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87ºC per 
tahun. 

   

  Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti 
satu-satunya 

  tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.

Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan 
Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. 

  
Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu 
bumi 
terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daera-daerah di Jakarta 
(seperti: Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti: 
Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya 
kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es 
yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan 
laut bumi - termasuk laut di seputar Indonesia - terus meningkat.

  
Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis 
kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang 
sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan 
orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat 
tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.

Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), 
menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi 
gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang 
dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah  
untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa 
menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan 
lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan 
teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk 
ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini 
juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan 
konsentrasi gas rumah kaca tadi.

Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah 
kaca. 

   

  Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas 
alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun 
membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. 

   

  Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4, 18%), ozon (O3, 
12%), 

  dan clorofluorocarbon (CFC, 14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses 
pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi.

  
Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara 
itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama.
Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.

Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim.
Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki 
bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, 
dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus 
bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal. Banyak 
orang menganggap, banjir besar bulan Febr

[Urang Sunda] Global Climate Warning!!!!

2007-09-24 Terurut Topik Gan Lesmana
Keur dulur-dulur .. mugi-mugi ieu info teh aya manfaatna ...





 
Tahun 2040 : 2.000 pulau tenggelam
 
Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah 
suatu masalah yang perlu kita risaukan.
 
"Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa 
 mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?" barangkali begitulah Anda 
berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) memublikasikan 
hasil 
pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama 
tahun 
1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian 
bumi, 
antara 0,15 - 0,3ºC. 
 
Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 
tahun dari sekarang) 
lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus 
memanas, pada tahun 2050 akan terjadi 
- kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. 
- Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. 
- Napas tersengal oleh asap dan debu.
- Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. 
- Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh 
pulau. 
- Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu 
minimum 
kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17ºC per tahun.

Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87ºC per 
tahun. 
 
Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti 
satu-satunya 
tempat bersalju di Indonesia, yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.

Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan 
Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. 

Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu 
bumi 
terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daera-daerah di Jakarta 
(seperti: Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti: 
Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya 
kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es 
yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan 
laut bumi - termasuk laut di seputar Indonesia - terus meningkat.

Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis 
kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang 
sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan 
orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat 
tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.

Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), 
menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi 
gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang 
dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah 
untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa 
menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan 
lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan 
teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk 
ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini 
juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan 
konsentrasi gas rumah kaca tadi.

Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah 
kaca. 
 
Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas 
alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun 
membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. 
 
Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4, 18%), ozon (O3, 
12%), 
dan clorofluorocarbon (CFC, 14%).. Gas metan banyak dihasilkan dari proses 
pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi.

Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara 
itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama.
Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.

Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim.
Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki 
bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, 
dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus 
bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal. Banyak 
orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang merendam lebih dari 
separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% 
rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya  
udara Jakarta . Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi 
masalah warga Indonesia , melainkan juga warga dunia. 
 
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup In