Seja ngadugikeun uleman ka wagi Kusnet khususon nu aya di Bandung
epdah caket payuneun BEC hehe. Manawi aya nu tiasa sumping
ngalinggihan, punten ah teu di terjemahkeun supados dugi maksad
sapuratina nu gaduh hajat.

baktos, 

andi adiwiarta
-----------------------------------------------------------------strt//
Pementasan Teater
"Perang Bubat"
Adaptasi dari novel karya Yosef Iskandar
Diperankan oleh LAKON Teater

10 & 11 Januari 2007
Pkl 19.00
Auditorium CCF Bandung
Jl. Purnawarman No:32

HTM :          Rp 10.000 (umum)
               Rp 7.500 (pelajar)
Pemain: Devi R.W, Ellis R.A, Eva S.R, Heliana S., Hesti, Litta,      
Sophia,Ani, Ayu, Dewi, Nchi.

Penata Musik: Andri
Artistik    : D. Nendi
Kostum      : LAKON Teater
Pimpro      : Eva S.R.
Tim Produksi: Ellis, Ana, Devi, Litta, Chandra.
Berteater merupakan salah satu upaya untuk mengaca diri. Dengan
berteater berarti memindahkan kehidupan pada media yang lebih kecil
sehingga memudahkan kita untuk dapat melihat kehidupan tersebut secara
keseluruhan. Jika suatu peristiwa hidup telah menjadi sejarah, berarti
memindahkannya pada media teater adalah merupakan upaya untuk
melakukan refleksi. Sehingga pada akhirnya kita dapat mengetahui asal
muasal kehidupan kita di masa lalu.
Perang Bubat merupakan sejarah dari suatu peristiwa yang terjadi pada
zaman kajayaan kerajaan Majapahit dan Sunda. Dengan mengingat kembali
kejadian ini, kita dapat menilik kembali tiap rangkaian peristiwa
sehingga alhirnya terjadi peristiwa tersebut. Diharapkan semoga kita
dapat melihat dari berbagai sudut pandang, sehingga segala hikmahnya
dapat kita tuai.

Sekilas Tentang Pertunjukan "Perang Bubat"

Ketika Prabu Hayam Wuruk (Raja Majapahit) mencari calon Prameswari,
maka satu-satunya yang terpilih adalah Putri Dyah Pitaloka (Putri dari
Prabu Linggabuana) dari kerajaan Sunda. Maka disepakatilah bahwa
pernikahan akan dilangsungkan di Majapahit, oleh karena itu para
pembesar Sunda yang mengantarkan sang Putri akan dijemput oleh pihak
Majapahit di alun-alun Bubat.
Melihat kenyataan tersebut, Patih Gadjah Mada yang berambisi untuk
menaklukan Sunda berniat untuk menggempur Sunda di alun-alun Bubat
tanpa memberitahu Prabu Hayam Wuruk. Melihat pengkhianatan yang
terjadi terhadap dirinya, Negeri Sunda rela mati untuk membela dan
mempertahankan harga dirinya. Demikian pula dengan Putri Dyah Pitaloka
yang akhirnya memilih bunuh diri dari pada harga dirinya diinjak-injak
oleh Majapahit.
Betapa pengorbanan Sunda merupakan sebuah gambaran bahwa tingginya
nilai harga diri sangatlah tak terbatas. Sebuah cermin bagi kita yang
selama ini sering secara tak sadar menukar harga diri dengan sesuatu
yang lebih rendah. Melalui pementasan ini, kami mengajak untuk kembali
merenung. Sahingga segala peristiwa tidak hanya dipandang dari satu
sudut, sehingga segala hikmahnya dapat kita tuai bersama.

Salam Budaya!
Bagian Kegiatan Budaya CCF Bandung
Jl. Purnawarman No:32 Bandung 40117
T : 22 421 24 17
F : 22 420 78 77
[EMAIL PROTECTED]
www.ccfbandung.org
------------------------------------------------------------end

Kirim email ke